Aku tahu Denny merasa bersalah. Aku
bisa melihat itu dari tatapan matanya. Namun, bibirnya tidak kunjung
menjelaskan keadaan. Dia malah mengajak lelaki tadi menghampiri aku dan Radit.
Asal kalian tahu, bengongnya Radit nggak kalah heboh dari aku.
“hei, kenalin ini Felix bf gua. Fel,
ini teman sekelas gua. Radit sama Gani. Mereka sama kok seperti kita.” Kalian
tahu rasanya seperti apa? Lebay kalau aku bilang seperti disambar petir disiang
bolong, secara aku belom pernah gitu disambar petir. Amit-amit ya. Rasanya
kayak pertama difuck Denny, to be honest, Sakit! Dalem! Menusuk! Sumpah! Dan
berlebihan juga kalau aku bilang hatiku kayak dirobek-robek. Mati dong aku,
kalau hatiku robek? Tapi aku bisa cerita ke kalian kalau rasanya seperti luka
yang tersayat pisau lalu ditetesi alcohol. Perih! Dan itu tidak mau hilang.
Walaupun begitu, tanganku terulur juga menyalami Felix.
“Gani.” Kataku pelan. Aku seharusnya
marah kan? Entah kenapa semua emosiku lenyap. Aku hanya merasa perih. Sakit,
tapi aku tak tau dimana tepatnya sakit dan perih itu. aku hanya, entahlah!
“kita duluan ya!” aku hanya mampu
tersenyum garing. Bahkan aku tidak melawan saat Radit menggiringku masuk
kedalam mobil dan membawaku ke rumahnya.
“gue yakin lo nggak mau balik ke
kost kan? Ntar barang-barang lo gua ambil. Lo disini temenin gue ya?” aku
mengangguk lemah.
“Dit.” Panggilku lirih.
“ya?”
“tell me, kalau semua ini Cuma
mimpi.” Radit menghembuskan nafas panjang sebelum duduk disampingku.
“itu Denny dan dia selingkuh! Atau
lebih parah, selama ini lo jadi selingkuhan dia! Mengingat tadi si brengsek itu
ngenalin lo cuman sebagai temennya! Ini nyata Gan! He’s a jerk!” aku menggeleng
pelan. Sebutir air mata sudah muncul di kelopak mataku. Sesakit inikah yang
namanya dikhianati?
“lo istirahat dulu ya? Gua ambilin
lo minum sama ice cream. Gue punya Ben and Jerry Ice Cream, Peanut Butter Cup
kesukaan lo.” Aku hanya mengangguk lemah. Damn it! Dari sekian banyak orang di
dunia ini kenapa harus aku yang patah hati hari ini? Bisakah ada notification
dulu sebelum semua ini terjadi sehingga aku bisa berbenah dan siap-siap? Ya
Tuhan, Denny selingkuh! Aku tidak pernah membayangkannya. Bahkan mimpi pun
tidak! Dia pacar yang manis, menjemputku tiap pagi. Membangunkanku, tatapan
matanya yang penuh cinta. Apakah itu hanya acting? Atau aku terlalu naïf
sehingga tidak melihat semua kejelekannya? Tapi bukankah dia sempurna? Terlalu
sempurna malah. Justru disitu pointnya kan? Dia tidak pernah marah, dia memberi
perhatian yang berlebih. Dia membuatku merasa aman. Dia seperti pacar yang
tidak ada cacat! Dan dia selingkuh!
Seharusnya aku memang harus
realistis dari awal, cowok dengan fisik seperti Denny kenapa mau pacaran dengan
aku yang jelas biasa-biasa saja? Jelas seharusnya aku curiga! Tapi cinta
sepertinya menutupi semuanya. Aku terlalu buta. Buta oleh perasaanku sendiri.
Radit kembali dengan minuman dan Ice Cream yang dia janjikan. Aku langsung
meraih Ice Cream duluan, obat patah hati yang paling mujarab. Ice Cream kalau
nggak ya coklat. Buatku sih. Walaupun ini adalah patah hatiku yang pertama
kali.
Setelah habis aku langsung mandi.
Radit memperhatikan semua yang kulakukan dengan tampang prihatin. Aku tidak
tahu, apakah wajahku begitu sangat pantas untuk ditatap dengan tatapan prihatin
seperti itu? Aku merasa biasa saja. Aku patah hati, iya! Tapi aku menganggap
wajar. Lelaki tadi tampan, wajar kan Denny lebih memilihnya daripada aku? Atas
dasar apa dia mempertahankanku? Kembali air mata itu menitik, melewati pipiku
dan jatuh berlarian berlomba dengan air shower yang tengah mengguyur badanku.
Aku baru sadar wajahku seperti apa
saat tengah bercermin. Mataku merah dan bengkak. Kusut dan tanpa gairah hidup.
Shit! Hanya karena seorang cowok aku menjadi seperti mummy hidup begini!
Aku keluar dari kamar mandi dan
kaget saat Radit sudah menyiapkan baju untukku. Baju yang menurutku pantas
untuk dibuat pergi ke kondangan.
“kita ke Embassy.” Aku menggeleng
pelan. Buat apa kita kesana?
“kalau nggak ke Liquid.” Radit
berbicara lagi.
“buat apa?”
“have fun! Seneng-seneng! Nggak tega
gua liat tampang lo kayak gitu.”
“tapi nggak perlu kesana juga kan?
Gua pengen tidur aja.” Aku malas sekali. Aku baru saja patah hati. Kalian tahu
sendiri mood orang yang sedang patah hati, bengong, ngalamun trus nangis. Dan
Radit mengajakku ke klub malam? Apa-apaan idenya itu? aku belum sedesperate
itu. Radit tengah mendecak-decakkan lidahnya melihat tingkahku yang melamun
lagi.
“pakai! Dan kita bakal pergi!” Radit
tidak cukup dengan berkata, dia membantu ku berpakaian. Untung tadi aku sudah
memakai celana dalam. Setidaknya Radit tidak perlu membantuku mamakaikan celana
dalam untukku.
***
Aku benar-benar seperti mummy hidup.
Jujur, aku belum pernah masuk diskotik. Selain karena duitnya sayang, aku juga
takut. Kalian boleh menertawakanku, tapi kenyataannya aku memang takut pergi ke
diskotik. Entah untuk alasan apa. Radit kembali dengan membawa dua minuman.
Satu minuman berwarna merah, aku tidak tahu namanya apa dan satu lagi minuman
berwarna biru dengan api diatasnya yang dia berikan padaku.
“minum aja, itu flaming. Enak kok.”
Dahiku menekuk dalam. Apakah Radit dulu di Semarang juga sudah terbiasa gaul di
klub? Dia terlihat enjoy, sama sekali tidak ada raut bingung di wajahnya.
Apakah aku belum mengenal sahabat baruku ini secara lebih dalam? Jika aku
tengok saat dia menangis karena ibunya kecelakaan, lalu wajah polosnya saat
bercerita tentang Beno, aku sama sekali tidak mengira bahwa dia sangat bisa
menikmati suasana diskotik. Dengan hati-hati aku meminum minumanku. Agak pahit
di lidahku dan sedikit hangat tapi menyegarkan tenggorokanku.
“wanna dance?” tanpa menunggu
persetujuanku Radit langsung menyeretku ke dance floor. Kepala Radit sudah
bergoyang-goyang kecil mengikuti irama lagu. Apa salahnya jika malam ini saja
aku lepas kendali? Aku ingin sedikit mabuk. Gila memang, tapi aku ingin sedikit
melupakan bayangan tangan Denny yang mengusap pipi Felix, memeluk Felix, itu
semua membuatku gila! Aku membisikkan ke telinga Radit sesuatu. Aku tidak tahu
minuman apa yang bisa membuatku sedikit fly, yang aku tahu hanya wine dan
sampanye, padahal mungkin masih banyak jenis minuman yang bisa membuatku
sedikit melupakan masalahku. Tentu saja untuk sementara waktu.
Radit kembali dengan dua botol, satu
diberikannya kepadaku. Aku menenggaknya sedikit sambil terus bergoyang. Untuk
malam ini saja, biarkan aku menggila! Kepalaku mulai ringan, aku menikmati
music dengan suasana hingar bingar ini. Bau keringat yang cukup menyengat tidak
begitu aku pedulikan. Aku dan Radit larut dalam suasana. Bahkan aku tidak
peduli ketika Radit memelukku saat DJ memutar lagu yang agak mellow. Pelukannya
hangat, apakah aku salah mengira? Tatapan Radit lembut sekali, seakan-akan dia
tengah menatap orang yang dia sayangi. Mungkin ini pengaruh minuman,
jelas-jelas Radit menyukai Beno. Aku cukup tahu itu, Radit
menggembar-gemborkannya tiap hari. Beno? Mungkin jika dia melihatku sekarang,
mulutnya sudah gatal ingin mencaci makiku. Mungkin dia akan bilang “dasar
tukang mabuk payah!” atau “dasar cengeng!” atau mungkin kata-kata cacian
lainnya. What the hell! Aku langsung menghapus semua pkiran-pikiran nggak
penting itu. aku mencoba larut lagi kedalam music.
Aku kepayahan! Anehnya Radit masih
bisa berjalan normal padahal aku sudah sempoyongan. Aku sudah, berapa kali tadi
aku muntah? Aku tidak ingat. Radit menuntunku masuk ke dalam mobilnya. Aku dari
tadi nyerocos hal-hal tidak jelas, yang bahkan aku sendiri tidak ingat. Kadang
aku menangis pelan, lalu memaki. Aku kacau! Sebenarnya, aku juga tidak begitu
tahu apa yang tengah terjadi padaku. Hanya saja, aku merasa aku begitu bebas
meluapkan semua isi kepalaku.
“Denny itu asshole! Jerk! Fuck
Denny!” aku nyerocos nggak jelas.
Begitu tiba di kamar Radit, aku
langsung rebah di ranjang. Aku juga tidak protes ketika Radit melepas celana
jeans, kemeja dan kaosku. Hanya celana dalamku yang tidak dia lepas. Radit lalu
menyelimutiku. Sebelum aku benar-benar terlelap, aku masih bisa mendengarnya
berkata lirih.
“sorry Gan, kamu malah semakin kacau
gini.”
***
Aku terbangun dipelukan seseorang,
aku sadar itu walaupun nyawaku belum terkumpul benar. Kepalaku berat dan pening
rasanya. Aku mengingat-ingat dimana aku sekarang. Aku ingat saat Radit
mengajakku ke diskotik, menuntunku masuk ke dalam mobilnya dan? Aku lupa! Aku
bergerak pelan dan sedikit melenguh. Lelaki yang tengah memelukku, aku tidak
tahu itu siapa langsung sedikit mengendorkan pelukannya.
“sudah bangun?” aku mengerjap pelan.
Satu kali, dua kali, tiga kali. Dan aku masih tidak mempercayai apa yang aku
lihat. Aku mencubit pipi lelaki yang tengah menatapku dengan lembut itu.
“sakit gila Gan!” berarti ini bukan
mimpi. Yang benar saja, Radit memelukku? Apa yang terjadi? Jangan bilang
semalam kita having sex! Karena aku sama sekali tidak ingat. Melihat Radit yang
bertelanjang dada, aku baru ngeh sekarang. Badan Radit ternyata bagus. Walaupun
tidak setegap Denny. What the shit! Denny lagi! Denny lagi!
“what happens?”
“eem, kamu beneran nggak ingat?
Semalam kamu liar abis! Aku sampai kewalahan!” wajahku memerah. Sial! Aku
melakukannya? Yang benar saja! Kenapa aku tidak ingat? Melihat ekspresiku yang
aku yakin seperti orang bego, Radit langsung tertawa keras sambil bangkit dari
ranjang.
“kita cuman tidur Gan! Nggak
ngapa-ngapain. Ngarep banget sih lo!” sialan nih anak.
“muke lo parah abis! Lu mestinya
liat tadi!” kembali Radit tertawa.
“semprul!” umpatku pelan. Tawa Radit
makin menjadi. Aku menatap Radit dan menyadari satu hal. Tubuh Radit nggak
jelek-jelek amat. Maaf, tapi aku kan gay yang normal jadi harus aku akui. Nggak
hanya wajahnya yang ganteng, bodinya juga ideal. Nggak berotot sih memang.
Standar. Ideal dan enak dilihat.
“nggak usah liatin gue segitunya
juga. Ntar lo nafsu.” Aku tertawa menanggapi ucapannya.
“gua lagi patah hati, jadi emosi gua
nggak stabil!” alibiku.
“alasan! By the way, gua udah punya
plan biar lo nggak usah terlalu mikirin Denny.” Deg! Denny! Ya Tuhan, kalau
saja aku bisa amnesia, aku pengen amnesia sekarang! Bagaimana bisa aku lupa
saat Denny mengusap lembut pipi Felix kemaren siang? Benarkah kejadiannya baru
kemaren siang? Sialan abis! Sumpah! Nggak lucu! Aku berasa kayak Britney Spears
yang diceraikan lewat sms oleh Kevin Federline. Tunggu, kenapa perumpamaannya
harus Britney sama K-Fed? Sumpah! Sakit yang baru saja aku singkirkan menguap
lagi ke permukaan.
“nih!” Radit memberiku selembar
kertas. Isinya adalah jadwal atau mungkin agenda selama seminggu kedepan.
“les? Gym? Apaan nih?” tanyaku
bingung. Dahiku mengkerut.
“itu jadwal lo selama beberapa bulan
ke depan. Tenang aja, gue yang bayar, lo tinggal nemenin gue. Okay?” aku masih
tidak mengerti. Gila apa? Ini kan nggak murah! Oya, Radit yang bayar. Aku jadi
penasaran, berapa sih gaji ayahnya Radit? Kok kayaknya nih anak kaga pernah
kekurangan duit.
“ngomongin les, hari ini kita bolos
ya?” aku jadi teringat itu. Ini sudah hampir jam Sembilan dan kita berdua masih
bertelanjang dada (Radit hanya memakai celana pendek yang sangat pas dengan
tubuhnya dan entah kenapa sangat menonjolkan barang yang ada di baliknya dengan
sempurna tanpa terkesan porno) dan mengobrol dengan santai.
“gampang itu mah. Kita bisa pakai
surat dokter. Pertanyaannya adalah, besok saat kita masuk sekolah, lo yakin
udah bisa liat Denny lagi Gan? Secara lo kan duduk sebangku sama dia!” anjrit!
Aku baru ingat fakta yang satu itu. Aku duduk sebangku dengan Denny.
“sekarang lu pinter banget ya
ber-elu-gua-nya?” tanyaku mengalihkan topic.
“udah hampir sebulan ini gue disini.
Dan jangan ngalihin topic. Lo harus pindah bangku.” Aku sadar ini sangat
darurat. Melebihi kegawatan mencari siapa pelaku pembunuhan John F. Kennedy
yang sebenarnya. Memang pelakunya siapa ya? Jiah nggak penting! Jumlah murid di
kelasku 36. Ngepas banget. Dan semuanya sudah terbiasa duduk tanpa
pindah-pindah bangku.
“gua duduk bareng lu aja!” kataku
memutuskan.
“gue sih oke aja, tapi apa mau si
Andry duduk bareng Denny? Lo tau sendiri hubungan mereka kayak gimana.” Ini
gawat! Gawat banget malah. Teman sekelas belum ada yang begitu akrab dengan
Denny. Ya itu dia, karena Denny begitu pendiam. Denny masih saja lebih akrab
dengan mantan teman-temannya dulu waktu kelas satu. Bukan berarti mereka
mengucilkan Denny, hanya saja mereka tidak terlalu akrab dengan Denny. Kalian
tahu lah maksutku. Satu-satunya yang akrab sama Denny selain aku itu Cuma
Genta! Tapi Genta kan. . .
“berarti lo duduk bareng Elliot aja.
Setahu gua, walaupun gue baru sebulan
tapi menurut gue Genta cukup akrab kok sama Denny!” ya iyalah! Dulu sebelum
taruhan laknat itu, Genta emang duduk sebangku sama Denny. Tapi aku
mengusirnya, hingga dia duduk bareng Elliot dan aku duduk dengan Denny. Genta
sih bakal seneng banget dia balikan lagi jadi teman sebangku Denny. Secara
mereka kayaknya nyambung abis. Bukan berarti aku nggak suka duduk bareng
Elliot. Oh ya, kalian jangan membayangkan wajah Elliot kayak bule-bule yang
berambut pirang atau bermata biru berwajah tampan. Elliot asli Indonesia. Made
in Jawa malahan, sama kayak aku. Dia juga bukan indo, okay? Jadi jangan
berharap fisiknya luar biasa keren. Cowok keren di kelasku hanya Beno dan
Denny. Oya, Radit juga. Tapi karena dia temanku aku menganggapnya biasa saja.
Dan karena Beno brengsek, aku menganggap Beno jelek luar biasa. Juga karena
Denny membuat aku patah hati kemaren, aku menganggap Denny nggak lebih dari
asshole. Nggak ada cowok cakep di kelasku sekarang.
“gua sih mau aja duduk bareng
Elliot, tapi kan. . .”
“tapi kenapa?” harus tidak aku
menjelaskan bahwa, Elliot duduk di bangku belakang sebelah kanan. Aku tadinya
duduk di bangku tengah sebelah kiri. Deretan bangku belakang sebelah kanan itu
isinya ganknya Beno. Elliot tepat duduk didepan Beno. Ini dia masalahnya. Aku
nggak mungkin duduk dekat si brengsek itu. Tapi kalau duduk sebangku dengan
Denny lagi? Ya Tuhan, hatiku kan tidak terbuat dari baja. Hatiku bisa menangis
dan hancur.
“nggak tau lah gua. Pusing.”
“okay, kita pikirin besok. Kita
mandi, sarapan lalu berburu perlengkapan fitness!” aku bengong. Benarkah ini
Radit? Cowok aneh yang hampir sebulan ini menjadi sahabat dekatku? Kenapa dia
seperti berubah ya? Apa sebenarnya dia memang seperti ini? Kan biasa kalau
orang baru kenal suka jaim. Dan sekarang dia sudah menunjukkan sifat aslinya?
Melihat aku bengong, Radit malah tersenyum licik.
“lo nggak lagi nungguin gue nawarin
buat mandi bareng kan?” aku langsung melempar bantal yang ada di dekatku tepat
ke wajahnya.
“semprul!” tawa Radit langsung
membahana. Mungkin kalian dari tadi nanya-nanya, emangnya mamanya Radit kemana?
Kok nggak muncul-muncul? Apalagi anaknya bolos lagi, kan seharusnya
membangunkan tho? Saya saja bingung mau bikinnya, ya anggap saja mamanya Radit
sedang berlibur keluar kota. Jiah, maksa!
Sementara Radit tengah mandi, aku
mengambil hand phone ku yang terletak di meja samping tempat tidur. Ada 12
missed call dari Denny dan 10 sms darinya. Aku membuka satu persatu. Inti dari
smsnya sama. Minta maaf dan pengen ketemu. Kalau sms yang terakhir dia nanyain
kenapa aku nggak sekolah. Dia berkata seolah-olah salah yang dia perbuat itu
ringan. Hallo? Dia mengenalkanku pada lelaki lain yang dia anggap bfnya sebagai
teman! Sebagai teman! Gila apa?!
Apa sih yang ada didalam benak
Denny? Jangan bilang yang kemaren aku temuin itu saudara kembar Denny! Nggak
mungkin banget! Sejak kapan Denny punya saudara kembar! Alasan bodoh dan tidak
mungkin membuat aku percaya. Jangan juga bilang kalau kemaren itu dia terpaksa
karena terlanjur dijebak Felix! Itu scenario kan udah sering banget dipakai di
banyak cerita.
Bersambung dulu deh, aku mau mikirin
alasan yang jitu kenapa kemaren Denny melakukan itu. Jiah, masih berharap nih
ceritanya? Hahaha.
See you in chapter 7 ya!
Ternyata denny setega itu :O
BalasHapus