FOLLOW ME

Kamis, 17 Januari 2013

CINTAKU DIBAGI TIGA chapter six


Aku tahu Denny merasa bersalah. Aku bisa melihat itu dari tatapan matanya. Namun, bibirnya tidak kunjung menjelaskan keadaan. Dia malah mengajak lelaki tadi menghampiri aku dan Radit. Asal kalian tahu, bengongnya Radit nggak kalah heboh dari aku.
“hei, kenalin ini Felix bf gua. Fel, ini teman sekelas gua. Radit sama Gani. Mereka sama kok seperti kita.” Kalian tahu rasanya seperti apa? Lebay kalau aku bilang seperti disambar petir disiang bolong, secara aku belom pernah gitu disambar petir. Amit-amit ya. Rasanya kayak pertama difuck Denny, to be honest, Sakit! Dalem! Menusuk! Sumpah! Dan berlebihan juga kalau aku bilang hatiku kayak dirobek-robek. Mati dong aku, kalau hatiku robek? Tapi aku bisa cerita ke kalian kalau rasanya seperti luka yang tersayat pisau lalu ditetesi alcohol. Perih! Dan itu tidak mau hilang. Walaupun begitu, tanganku terulur juga menyalami Felix.
“Gani.” Kataku pelan. Aku seharusnya marah kan? Entah kenapa semua emosiku lenyap. Aku hanya merasa perih. Sakit, tapi aku tak tau dimana tepatnya sakit dan perih itu. aku hanya, entahlah!
“kita duluan ya!” aku hanya mampu tersenyum garing. Bahkan aku tidak melawan saat Radit menggiringku masuk kedalam mobil dan membawaku ke rumahnya.
“gue yakin lo nggak mau balik ke kost kan? Ntar barang-barang lo gua ambil. Lo disini temenin gue ya?” aku mengangguk lemah.
“Dit.” Panggilku lirih.
“ya?”
“tell me, kalau semua ini Cuma mimpi.” Radit menghembuskan nafas panjang sebelum duduk disampingku.
“itu Denny dan dia selingkuh! Atau lebih parah, selama ini lo jadi selingkuhan dia! Mengingat tadi si brengsek itu ngenalin lo cuman sebagai temennya! Ini nyata Gan! He’s a jerk!” aku menggeleng pelan. Sebutir air mata sudah muncul di kelopak mataku. Sesakit inikah yang namanya dikhianati?
“lo istirahat dulu ya? Gua ambilin lo minum sama ice cream. Gue punya Ben and Jerry Ice Cream, Peanut Butter Cup kesukaan lo.” Aku hanya mengangguk lemah. Damn it! Dari sekian banyak orang di dunia ini kenapa harus aku yang patah hati hari ini? Bisakah ada notification dulu sebelum semua ini terjadi sehingga aku bisa berbenah dan siap-siap? Ya Tuhan, Denny selingkuh! Aku tidak pernah membayangkannya. Bahkan mimpi pun tidak! Dia pacar yang manis, menjemputku tiap pagi. Membangunkanku, tatapan matanya yang penuh cinta. Apakah itu hanya acting? Atau aku terlalu naïf sehingga tidak melihat semua kejelekannya? Tapi bukankah dia sempurna? Terlalu sempurna malah. Justru disitu pointnya kan? Dia tidak pernah marah, dia memberi perhatian yang berlebih. Dia membuatku merasa aman. Dia seperti pacar yang tidak ada cacat! Dan dia selingkuh!
Seharusnya aku memang harus realistis dari awal, cowok dengan fisik seperti Denny kenapa mau pacaran dengan aku yang jelas biasa-biasa saja? Jelas seharusnya aku curiga! Tapi cinta sepertinya menutupi semuanya. Aku terlalu buta. Buta oleh perasaanku sendiri. Radit kembali dengan minuman dan Ice Cream yang dia janjikan. Aku langsung meraih Ice Cream duluan, obat patah hati yang paling mujarab. Ice Cream kalau nggak ya coklat. Buatku sih. Walaupun ini adalah patah hatiku yang pertama kali.
Setelah habis aku langsung mandi. Radit memperhatikan semua yang kulakukan dengan tampang prihatin. Aku tidak tahu, apakah wajahku begitu sangat pantas untuk ditatap dengan tatapan prihatin seperti itu? Aku merasa biasa saja. Aku patah hati, iya! Tapi aku menganggap wajar. Lelaki tadi tampan, wajar kan Denny lebih memilihnya daripada aku? Atas dasar apa dia mempertahankanku? Kembali air mata itu menitik, melewati pipiku dan jatuh berlarian berlomba dengan air shower yang tengah mengguyur badanku.
Aku baru sadar wajahku seperti apa saat tengah bercermin. Mataku merah dan bengkak. Kusut dan tanpa gairah hidup. Shit! Hanya karena seorang cowok aku menjadi seperti mummy hidup begini!
Aku keluar dari kamar mandi dan kaget saat Radit sudah menyiapkan baju untukku. Baju yang menurutku pantas untuk dibuat pergi ke kondangan.
“kita ke Embassy.” Aku menggeleng pelan. Buat apa kita kesana?
“kalau nggak ke Liquid.” Radit berbicara lagi.
“buat apa?”
“have fun! Seneng-seneng! Nggak tega gua liat tampang lo kayak gitu.”
“tapi nggak perlu kesana juga kan? Gua pengen tidur aja.” Aku malas sekali. Aku baru saja patah hati. Kalian tahu sendiri mood orang yang sedang patah hati, bengong, ngalamun trus nangis. Dan Radit mengajakku ke klub malam? Apa-apaan idenya itu? aku belum sedesperate itu. Radit tengah mendecak-decakkan lidahnya melihat tingkahku yang melamun lagi.
“pakai! Dan kita bakal pergi!” Radit tidak cukup dengan berkata, dia membantu ku berpakaian. Untung tadi aku sudah memakai celana dalam. Setidaknya Radit tidak perlu membantuku mamakaikan celana dalam untukku.
***


Aku benar-benar seperti mummy hidup. Jujur, aku belum pernah masuk diskotik. Selain karena duitnya sayang, aku juga takut. Kalian boleh menertawakanku, tapi kenyataannya aku memang takut pergi ke diskotik. Entah untuk alasan apa. Radit kembali dengan membawa dua minuman. Satu minuman berwarna merah, aku tidak tahu namanya apa dan satu lagi minuman berwarna biru dengan api diatasnya yang dia berikan padaku.
“minum aja, itu flaming. Enak kok.” Dahiku menekuk dalam. Apakah Radit dulu di Semarang juga sudah terbiasa gaul di klub? Dia terlihat enjoy, sama sekali tidak ada raut bingung di wajahnya. Apakah aku belum mengenal sahabat baruku ini secara lebih dalam? Jika aku tengok saat dia menangis karena ibunya kecelakaan, lalu wajah polosnya saat bercerita tentang Beno, aku sama sekali tidak mengira bahwa dia sangat bisa menikmati suasana diskotik. Dengan hati-hati aku meminum minumanku. Agak pahit di lidahku dan sedikit hangat tapi menyegarkan tenggorokanku.
“wanna dance?” tanpa menunggu persetujuanku Radit langsung menyeretku ke dance floor. Kepala Radit sudah bergoyang-goyang kecil mengikuti irama lagu. Apa salahnya jika malam ini saja aku lepas kendali? Aku ingin sedikit mabuk. Gila memang, tapi aku ingin sedikit melupakan bayangan tangan Denny yang mengusap pipi Felix, memeluk Felix, itu semua membuatku gila! Aku membisikkan ke telinga Radit sesuatu. Aku tidak tahu minuman apa yang bisa membuatku sedikit fly, yang aku tahu hanya wine dan sampanye, padahal mungkin masih banyak jenis minuman yang bisa membuatku sedikit melupakan masalahku. Tentu saja untuk sementara waktu.
Radit kembali dengan dua botol, satu diberikannya kepadaku. Aku menenggaknya sedikit sambil terus bergoyang. Untuk malam ini saja, biarkan aku menggila! Kepalaku mulai ringan, aku menikmati music dengan suasana hingar bingar ini. Bau keringat yang cukup menyengat tidak begitu aku pedulikan. Aku dan Radit larut dalam suasana. Bahkan aku tidak peduli ketika Radit memelukku saat DJ memutar lagu yang agak mellow. Pelukannya hangat, apakah aku salah mengira? Tatapan Radit lembut sekali, seakan-akan dia tengah menatap orang yang dia sayangi. Mungkin ini pengaruh minuman, jelas-jelas Radit menyukai Beno. Aku cukup tahu itu, Radit menggembar-gemborkannya tiap hari. Beno? Mungkin jika dia melihatku sekarang, mulutnya sudah gatal ingin mencaci makiku. Mungkin dia akan bilang “dasar tukang mabuk payah!” atau “dasar cengeng!” atau mungkin kata-kata cacian lainnya. What the hell! Aku langsung menghapus semua pkiran-pikiran nggak penting itu. aku mencoba larut lagi kedalam music.
Aku kepayahan! Anehnya Radit masih bisa berjalan normal padahal aku sudah sempoyongan. Aku sudah, berapa kali tadi aku muntah? Aku tidak ingat. Radit menuntunku masuk ke dalam mobilnya. Aku dari tadi nyerocos hal-hal tidak jelas, yang bahkan aku sendiri tidak ingat. Kadang aku menangis pelan, lalu memaki. Aku kacau! Sebenarnya, aku juga tidak begitu tahu apa yang tengah terjadi padaku. Hanya saja, aku merasa aku begitu bebas meluapkan semua isi kepalaku.
“Denny itu asshole! Jerk! Fuck Denny!” aku nyerocos nggak jelas.
Begitu tiba di kamar Radit, aku langsung rebah di ranjang. Aku juga tidak protes ketika Radit melepas celana jeans, kemeja dan kaosku. Hanya celana dalamku yang tidak dia lepas. Radit lalu menyelimutiku. Sebelum aku benar-benar terlelap, aku masih bisa mendengarnya berkata lirih.
“sorry Gan, kamu malah semakin kacau gini.”
***

Aku terbangun dipelukan seseorang, aku sadar itu walaupun nyawaku belum terkumpul benar. Kepalaku berat dan pening rasanya. Aku mengingat-ingat dimana aku sekarang. Aku ingat saat Radit mengajakku ke diskotik, menuntunku masuk ke dalam mobilnya dan? Aku lupa! Aku bergerak pelan dan sedikit melenguh. Lelaki yang tengah memelukku, aku tidak tahu itu siapa langsung sedikit mengendorkan pelukannya.
“sudah bangun?” aku mengerjap pelan. Satu kali, dua kali, tiga kali. Dan aku masih tidak mempercayai apa yang aku lihat. Aku mencubit pipi lelaki yang tengah menatapku dengan lembut itu.
“sakit gila Gan!” berarti ini bukan mimpi. Yang benar saja, Radit memelukku? Apa yang terjadi? Jangan bilang semalam kita having sex! Karena aku sama sekali tidak ingat. Melihat Radit yang bertelanjang dada, aku baru ngeh sekarang. Badan Radit ternyata bagus. Walaupun tidak setegap Denny. What the shit! Denny lagi! Denny lagi!
“what happens?”
“eem, kamu beneran nggak ingat? Semalam kamu liar abis! Aku sampai kewalahan!” wajahku memerah. Sial! Aku melakukannya? Yang benar saja! Kenapa aku tidak ingat? Melihat ekspresiku yang aku yakin seperti orang bego, Radit langsung tertawa keras sambil bangkit dari ranjang.
“kita cuman tidur Gan! Nggak ngapa-ngapain. Ngarep banget sih lo!” sialan nih anak.
“muke lo parah abis! Lu mestinya liat tadi!” kembali Radit tertawa.
“semprul!” umpatku pelan. Tawa Radit makin menjadi. Aku menatap Radit dan menyadari satu hal. Tubuh Radit nggak jelek-jelek amat. Maaf, tapi aku kan gay yang normal jadi harus aku akui. Nggak hanya wajahnya yang ganteng, bodinya juga ideal. Nggak berotot sih memang. Standar. Ideal dan enak dilihat.
“nggak usah liatin gue segitunya juga. Ntar lo nafsu.” Aku tertawa menanggapi ucapannya.
“gua lagi patah hati, jadi emosi gua nggak stabil!” alibiku.
“alasan! By the way, gua udah punya plan biar lo nggak usah terlalu mikirin Denny.” Deg! Denny! Ya Tuhan, kalau saja aku bisa amnesia, aku pengen amnesia sekarang! Bagaimana bisa aku lupa saat Denny mengusap lembut pipi Felix kemaren siang? Benarkah kejadiannya baru kemaren siang? Sialan abis! Sumpah! Nggak lucu! Aku berasa kayak Britney Spears yang diceraikan lewat sms oleh Kevin Federline. Tunggu, kenapa perumpamaannya harus Britney sama K-Fed? Sumpah! Sakit yang baru saja aku singkirkan menguap lagi ke permukaan.
“nih!” Radit memberiku selembar kertas. Isinya adalah jadwal atau mungkin agenda selama seminggu kedepan.
“les? Gym? Apaan nih?” tanyaku bingung. Dahiku mengkerut.
“itu jadwal lo selama beberapa bulan ke depan. Tenang aja, gue yang bayar, lo tinggal nemenin gue. Okay?” aku masih tidak mengerti. Gila apa? Ini kan nggak murah! Oya, Radit yang bayar. Aku jadi penasaran, berapa sih gaji ayahnya Radit? Kok kayaknya nih anak kaga pernah kekurangan duit.
“ngomongin les, hari ini kita bolos ya?” aku jadi teringat itu. Ini sudah hampir jam Sembilan dan kita berdua masih bertelanjang dada (Radit hanya memakai celana pendek yang sangat pas dengan tubuhnya dan entah kenapa sangat menonjolkan barang yang ada di baliknya dengan sempurna tanpa terkesan porno) dan mengobrol dengan santai.
“gampang itu mah. Kita bisa pakai surat dokter. Pertanyaannya adalah, besok saat kita masuk sekolah, lo yakin udah bisa liat Denny lagi Gan? Secara lo kan duduk sebangku sama dia!” anjrit! Aku baru ingat fakta yang satu itu. Aku duduk sebangku dengan Denny.
“sekarang lu pinter banget ya ber-elu-gua-nya?” tanyaku mengalihkan topic.
“udah hampir sebulan ini gue disini. Dan jangan ngalihin topic. Lo harus pindah bangku.” Aku sadar ini sangat darurat. Melebihi kegawatan mencari siapa pelaku pembunuhan John F. Kennedy yang sebenarnya. Memang pelakunya siapa ya? Jiah nggak penting! Jumlah murid di kelasku 36. Ngepas banget. Dan semuanya sudah terbiasa duduk tanpa pindah-pindah bangku.
“gua duduk bareng lu aja!” kataku memutuskan.
“gue sih oke aja, tapi apa mau si Andry duduk bareng Denny? Lo tau sendiri hubungan mereka kayak gimana.” Ini gawat! Gawat banget malah. Teman sekelas belum ada yang begitu akrab dengan Denny. Ya itu dia, karena Denny begitu pendiam. Denny masih saja lebih akrab dengan mantan teman-temannya dulu waktu kelas satu. Bukan berarti mereka mengucilkan Denny, hanya saja mereka tidak terlalu akrab dengan Denny. Kalian tahu lah maksutku. Satu-satunya yang akrab sama Denny selain aku itu Cuma Genta! Tapi Genta kan. . .
“berarti lo duduk bareng Elliot aja. Setahu gua, walaupun gue  baru sebulan tapi menurut gue Genta cukup akrab kok sama Denny!” ya iyalah! Dulu sebelum taruhan laknat itu, Genta emang duduk sebangku sama Denny. Tapi aku mengusirnya, hingga dia duduk bareng Elliot dan aku duduk dengan Denny. Genta sih bakal seneng banget dia balikan lagi jadi teman sebangku Denny. Secara mereka kayaknya nyambung abis. Bukan berarti aku nggak suka duduk bareng Elliot. Oh ya, kalian jangan membayangkan wajah Elliot kayak bule-bule yang berambut pirang atau bermata biru berwajah tampan. Elliot asli Indonesia. Made in Jawa malahan, sama kayak aku. Dia juga bukan indo, okay? Jadi jangan berharap fisiknya luar biasa keren. Cowok keren di kelasku hanya Beno dan Denny. Oya, Radit juga. Tapi karena dia temanku aku menganggapnya biasa saja. Dan karena Beno brengsek, aku menganggap Beno jelek luar biasa. Juga karena Denny membuat aku patah hati kemaren, aku menganggap Denny nggak lebih dari asshole. Nggak ada cowok cakep di kelasku sekarang.
“gua sih mau aja duduk bareng Elliot, tapi kan. . .”
“tapi kenapa?” harus tidak aku menjelaskan bahwa, Elliot duduk di bangku belakang sebelah kanan. Aku tadinya duduk di bangku tengah sebelah kiri. Deretan bangku belakang sebelah kanan itu isinya ganknya Beno. Elliot tepat duduk didepan Beno. Ini dia masalahnya. Aku nggak mungkin duduk dekat si brengsek itu. Tapi kalau duduk sebangku dengan Denny lagi? Ya Tuhan, hatiku kan tidak terbuat dari baja. Hatiku bisa menangis dan hancur.
“nggak tau lah gua. Pusing.”
“okay, kita pikirin besok. Kita mandi, sarapan lalu berburu perlengkapan fitness!” aku bengong. Benarkah ini Radit? Cowok aneh yang hampir sebulan ini menjadi sahabat dekatku? Kenapa dia seperti berubah ya? Apa sebenarnya dia memang seperti ini? Kan biasa kalau orang baru kenal suka jaim. Dan sekarang dia sudah menunjukkan sifat aslinya? Melihat aku bengong, Radit malah tersenyum licik.
“lo nggak lagi nungguin gue nawarin buat mandi bareng kan?” aku langsung melempar bantal yang ada di dekatku tepat ke wajahnya.
“semprul!” tawa Radit langsung membahana. Mungkin kalian dari tadi nanya-nanya, emangnya mamanya Radit kemana? Kok nggak muncul-muncul? Apalagi anaknya bolos lagi, kan seharusnya membangunkan tho? Saya saja bingung mau bikinnya, ya anggap saja mamanya Radit sedang berlibur keluar kota. Jiah, maksa!
Sementara Radit tengah mandi, aku mengambil hand phone ku yang terletak di meja samping tempat tidur. Ada 12 missed call dari Denny dan 10 sms darinya. Aku membuka satu persatu. Inti dari smsnya sama. Minta maaf dan pengen ketemu. Kalau sms yang terakhir dia nanyain kenapa aku nggak sekolah. Dia berkata seolah-olah salah yang dia perbuat itu ringan. Hallo? Dia mengenalkanku pada lelaki lain yang dia anggap bfnya sebagai teman! Sebagai teman! Gila apa?!
Apa sih yang ada didalam benak Denny? Jangan bilang yang kemaren aku temuin itu saudara kembar Denny! Nggak mungkin banget! Sejak kapan Denny punya saudara kembar! Alasan bodoh dan tidak mungkin membuat aku percaya. Jangan juga bilang kalau kemaren itu dia terpaksa karena terlanjur dijebak Felix! Itu scenario kan udah sering banget dipakai di banyak cerita.
Bersambung dulu deh, aku mau mikirin alasan yang jitu kenapa kemaren Denny melakukan itu. Jiah, masih berharap nih ceritanya? Hahaha.
See you in chapter 7 ya!

1 komentar:

leave comment please.