FOLLOW ME

Senin, 05 Agustus 2013

ALL I WANT IS YOU

Nansa tidak mempercayai apa yang dilihatnya. Rafky sibuk dan mengabaikannya. Padahal, hallo? Ini adalah hari jadi mereka yang ke empat. Atau jangan jangan Rafky lupa? Bisa jadi!! Nansa mendengus kesal, kalau tidak salah ini sudah dilakukan Nansa sebanyak 5 kali. Nansa terus menatap Rafky yang tengah berkutat dengan laptopnya. Dalam hatinya, ingin sekali Nansa maju dan sedikit memberikan gamparan terbaiknya di pipi Rafky. Namun sepertinya tatapan menusuk Nansa tidak begitu berpengaruh terhadap Rafky. Cowok hitam manis itu tetap saja stay cool dengan laptopnya. Entah sejak kapan, prestasi Nansa dikalahkan oleh Rafky. Dan seperti saat ini, Rafky begitu sibuk dengan tugas kuliahnya sehingga mengabaikan Nansa begitu saja.
“Ri, lu bisa kan sedikit berpaling dari laptop tercinta lu?”, Nansa mengguman tidak jelas.
“ni tugas dikumpulin besok yank”, jawab Rafky singkat tanpa menoleh ke arah Nansa. Nansa memutar kedua bola matanya.
“okay, gua keluar bentar”
“ya”, Nansa membanting pintu kost mereka. Sudah hampir setengah tahun mereka tinggal bersama. Dan, dari sinilah mala petaka itu terjadi. Sikap Rafky mulai acuh tak acuh. Agaknya Rafky terlalu meremehkan Nansa karena mereka sekarang ‘tinggal bersama’. Kota besar ini tidak pernah mati walaupun sudah selarut ini. Benar benar berbeda saat mereka masih di kampung dulu. Nansa menghembuskan nafasnya perlahan!! Sial!! Bahkan mereka sudah hampir 1 bulan tidak berhubungan seks!!
“lama lama gua bisa gila!!”, gumam Nansa sambil menendang kaleng kosong didepannya.
Drrt drrt drrt
“halo”, sapa Nansa begitu dilihatnya ada nomor yang tidak dikenal memanggil.
“Nansa?”
“he em”, jawab Nansa sedikit cuek. Moodnya kurang bisa diajak berkompromi saat ini. Bukan salah si penelepon, bukan!!
“Ardhinansa  Adiatama?”, tanya si penelpon antusias.
“yeah?”
“aku Afdhal”, Nansa mengkerutkan keningnya dalam. Afdhal? Who?
“hha? Kita pernah kontak? Sebelumnya?”, Nansa agak hati hati menanyakannya. Salah salah bisa dikira sombong lah, angkuhlah dan sebutan lainnya yang tentunya kurang sedap didengar telinga.
“belum. Aku suka kamu”
“hha?”
“kamu yang sedang berdiri didepan alfamart pake kaos biru kan? You look so charming”, otomatis Nansa langsung mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru. Banyak orang disini dan Nansa sepertinya belum berani menebak nebak.
“lu kenal gua dari mana?”
“dari seseorang”
“who?!”, tanya Nansa sedikit emosi. Antara takut, marah (kalau yang ini Rafky juga ikut ambil bagian) dan khawatir.
“kekekekekek, you’ll see”, kata seseorang yang mengaku bernama Afdhal dan menyukai Nansa itu sambil mematikan sambungan teleponnya. Nansa sedikit bergidik, namun memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya. Mungkin orang iseng, atau temannya ada yang ingin menjahilinya. Nansa masuk kedalam Alfamart, memilih milih makanan ringan, beberapa coklat dan sebungkus eskrim. Satu hal yang selalu Nansa syukuri adalah tubuhnya tidak pernah membengkak walaupun dia suka makan makanan tinggi lemak. Setelah mendapatkan apa yang diinginkannya, Nansa segera pulang kembali ke kostannya.
Moodnya semakin memburuk ketika melihat Rafky masih sibuk berkutat dengan laptopnya. Ingin sekali Nansa membanting laptop sialan itu!!Setelah menghabiskan eskrim yang tadi dibelinya, Nansa langsung memutuskan untuk tidur. Mengharapkan Rafky akan menyutubuhinya itu terlalu muluk!! Rafky berubah!! Titik. Dengan sedikit perasaan kurang menentu, Nansa mencoba untuk terlelap. Mencoba melupakan semuanya. Dari dulu, tidur selalu menjadi alternative paling manjur untuk memperbaiki mood bagi Nansa.
Rafky sedikit menggerakkan badannya. Badannya serasa mau copot semua. Pegal dan letih, namun Rafky tetap bersabar. Hasilnya akan segera dia nikmati. Rafky memandang Nansa yang sudah terlelap diatas ranjang, tersenyum simpul lalu berjalan menuju ranjang tempat Nansa terlelap. Memperbaiki selimut yang dipakai Nansa, mengecup pipi dan keningnya ringan.
“I love you”, bisik Rafky pelan di telinga Nansa.
***


Satria melenguh bahagia, ditatapnya Afif yang ada disebelahnya. Permainan mereka barusan luar biasa. Sungguh wow. Satria masih mengatur nafasnya yang menderu agar kembali normal. Menoleh ke arah Afif lalu mengecup keningnya ringan.
“thanks”, Afif tersenyum mendengar perkataan Satria barusan kemudian merengkuh kekasihnya tersebut kedalam pelukannya.
“for?”
“your love, your passion, everything!!”, kembali Afif tersenyum. Mengusap pipi Satria perlahan.
“welcome”, kata Afif ringan sambil mulai memejamkan matanya. Satria kembali menyunggingkan senyumannya, menyandarkan kepalanya di bahu Afif dan mempererat pelukannya.
“aku sayang kamu mas”, kata Satria lirih.
“me too”, kata Afif sambil membuka matanya kembali. Menoleh ke arah Satria lalu mengecup keningnya pelan.Tiba tiba Afif teringat sesuatu. Dengan mendadak Afif melepaskan diri dari pelukan Satria, menyibak selimutnya dan turun dari ranjang. Satria hanya bisa membuka mulutnya perlahan, bingung dengan tingkah laku kekasihnya. Sementara itu Afif tengah berkutat dengan laci mejanya. Satria menikmati pemandangan itu. Afif yang telanjang dan sedang sedikit membungkuk. Bagi Satria itu pose yang sangat menggairahkan, walaupun dilakukan secara tidak sengaja oleh Afif.
Setelah menemukan apa yang dicarinya, Afif segera berdiri. Berjalan kembali menuju tempat Satria berbaring. Menyerahkan sesuatu sambil tersenyum ringan. Satria sedikit mengkernyitkan dahinya, memandangi semacam pamflet yang digenggamnya.
“apa?”, tanya Satria bingung. Kurang ngeh dengan  maksut dari kertas pemberian Afif barusan. Afif terseyum lalu kembali berbaring disamping Satria.
“liburan ke Bali untuk hari jadi kita yang pertama”, kata Afif perlahan sambil kembali memeluk Satria.
“honeymoon?”, Satria sumringah. Hal ini mengejutkannya. Afif mengangguk.
“serius?”, Afif sedikit memencet hidung Satria.
“yap!!”
“makasih mas”, entah perasaan apa yang dirasakan Satria saat ini. Karena bahagia saja tidak cukup untuk menggambarkan perasaannya saat ini. Ini menakjubkan!! Liburan ke Bali!! Berdua!! Hanya dengan Afif?! Apalagi coba yang bisa membuat Satria lebih bahagia dari saat ini?
“kapan kita berangkat mas?”, Satria bertanya dengan semangat 45.
“minggu depan dek”, Satria menyunggingkan senyum termanisnya lalu kembali memeluk Afif dengan erat.
“I love you”, kembali Afif membisikkan kata itu di telinga Satria.
***


Alarm handphonenya berbunyi. Nansa sedikit menggeliat, mengambil ponselnya, menekan tunda untuk alarmnya lalu kembali melanjutkan tidurnya. Selama lima menit tidurnya kembali ‘nyaman’, namun sepertinya ada orang yang kurang ikhlas melihat kebahagiaanya. Ponselnya kembali berbunyi. Kali ini karena ada panggilan masuk.
“what the hell!!”, umpat Nansa sambil tangannya meraih ponsel yang tadi dia letakkan kembali di meja.
“hallo!!”, nada sedikit jengkel jelas terucap dari bibir Nansa.
“kekekekekek, kamu akan semakin terlihat manis jika sedang marah. Aku bisa membayangkannya. Rambutmu masih acak acakkan, wajahmu menggoda dan kamu hanya memakai selembar celana tipis. Menggairahkan!!”, Nansa sedikit berdecak!! Siapapun itu kalau dia mengganggu tidurku berarti dia nyari mati, batin Nansa.
“anjing lu!!”, jawab Nansa singkat lalu mematikan sambungan teleponnya. Tak tanggung tanggung, Nansa kemudian mematikan ponselnya. Ini hari minggu!! So please don’t disturb me!!
Nansa kembali melanjutkan petualangannya di alam mimpi. Berharap bahwa tidak akan ada lagi pengganggu. Dan Tuhan mengabulkannya!! Selama 10 menit!! Karena sepuluh menit kemudian pintu kost kostannya diketuk seseorang. Awalnya Nansa berniat mengindahkannya. 5 menit berlalu dan ketukan itu masih belum menyerah, Nansa menutup telinganya dengan bantal, berharap bahwa tamu tidak tahu diri itu akan segera pergi. Namun sayang, permohonanya kali ini tidak lulus sensor. 10 menit berlalu dan ketukan itu masih terdengar. Nansa mengumpat pelan sebelum turun dari ranjang. Segala bentuk dan macam umpatan sudah ada di ujung bibirnya tidak jadi dia keluarkan ketika mengetahui tamu yang datang.
“ibu? Ngapain sih?”, sungguh!! Ini pertanyaan yang kurang sopan yang di ajukan oleh seorang anak untuk ibunya. Jangan dicontoh!!
“baru bangun?”, itu lebih terdengar seperti pernyataan daripada pertanyaan. Marini memilih duduk di kursi ruang tamu kost kostan anaknya tanpa disuruh lebih dahulu.
“Nansa baru mau mandi tadi pas ibu dateng”, Marini menatap anak sulungnya dengan tatapan menohok mata –jangan-coba-coba-bohongi-ibu!! Nansa sedikit menelan air ludahnya. Sebenarnya Nansa merindukan ibunya. Sudah hampir 6 bulan tidak bertemu.
“gimana kuliah kamu? Emang libur?”, Nansa memutar kedua bola matanya.
“ini kan minggu bu!!”
“oya, Rafky mana?”, huft!! Mengalihkan pembicaraan!! Gumam Nansa dalam hatinya. Nansa mengangkat bahunya, karena dia memang kurang tahu dimana Rafky sekarang.
“gimana sih!! Kalian kan satu kost!! Masak gak tau temennya pergi kemana!!”, Nansa menggelengkan kepalanya perlahan. Bukan hanya satu kost bu, kita juga pacaran!! Ingin Nansa teriakkan kata kata itu didepan ibunya namun dia tahan. Sekali lagi Nansa beranggapan bahwa dirinya masih waras dan belum cukup gila untuk mengatakan hubungannya bersama Rafky kepada ibunya. Lagipula Nansa sudah terlalu letih untuk bertanya pada Rafky, lagi dimana? Sama siapa? Itu hanya akan membuat dirinya terlihat seperti kekasih yang posesif.
“ada apa bu? Tumben”, Nansa bertanya ketika sudah duduk berhadapan dengan ibunya.
“gak, Cuma pengen tahu kabar kamu saja”
“kangen ya? Reno gimana bu?”, Nansa mengambil kaos yang ada di kursi dan memakainya.
“baik. Sudah ibu masukkan bimble dia, biar nilainya kaga anjlok, makin hari makin urakan kelakuannya”, nah lho? Kok Marini malah curhat? Nansa sedikit menggelengkan kepalanya.
“maklum bu. Ababil!!”
“ababil? Apa itu? Oya kamu ada dapur kan? Sudah sarapan belom? Ada apa saja?”, Marini bertanya bertubi tubi.
“anak abg yang masih labil bu!! Belom sarapan, kenapa bu? Mau masak? Kaga ada yang bisa dimasak!!”
“lha? Kan ibu sudah bilang, biar lebih irit kamu masak sendiri. Pasti makan diluar terus ya? Kasihan ayah kamu tho le!!”, Nansa memutar kedua bola matanya. Ayahnya kan sanggup buat membiayai kuliahnya. Lagipula itu kan memang kewajibannya!! Dan menurut anggapan Nansa, ayahnya tergolong masih mampu kok.
“ayah aja kaga pernah protes”, Nansa langsung menyesali jawabannya barusan yang terlontar begitu saja dari bibirnya. Tatapan tajam ibunya ternyata belum berkurang efeknya. Masih bikin merinding.
“sudah, disini mana yang jual sayur?”
“ngapain sih? Mending ibu istirahat aja lha. Kan capek bu!! Nansa ntar makan diluar aja lha”
“hemm?”
“terserah ibu lha!! Warung depan tu jual sayur. Nansa mau mandi!!”, Marini geleng geleng kepala. Kedua anaknya berubah, Marini merasakan itu. Sedikit ada penyesalan yang terselip di hati kecilnya karena mereka tumbuh tanpa sosok ayah didekat mereka. Apalagi prestasi Nansa yang menurun, masih bagus hanya saja tidak secermerlang dulu. Apa karena pergaulan kota besar? Untuk alasan ini juga Marini datang kesini. Apa yang sebenarnya terjadi dengan anak kebanggaannya ini? Marini menghembuskan nafasnya perlahan sebelum keluar untuk membeli bahan mentah. Rencananya hari ini Marini ingin mengawasi tingkah laku anak sulungnya.
“tante, kapan datangnya tan?”, Rafky yang baru saja lari pagi keliling kompleks mendekati Marini begitu melihat calon mertuanya (seandainya saja bisa begitu) tersebut didepan warung.
“Rafky!! Baru saja nak, darimana kamu?”
“biasa tante olahraga pagi”
“hmm, Nansa kok kaga diajak? Sudah sarapan?”, Marini menghentikan memilih milih sayur yang akan dibelinya sebentar lalu menatap Rafky. Entah kenapa, Marini merasa ada sesuatu yang special antara Rafky dan anaknya. Entahlah, itu hanya firasat seorang ibu. Bahkan kalau di ingat ingat Nansa dulu ngotot sekali ingin kuliah di Jogja. Dengan berbagai alasan. Marini masih menatap Rafky dengan tatapan teduh seorang ibu, membuat Rafky objek yang ditatapnya kikuk sendiri. Mungkinkah Rafky adalah alasan terkuat Nansa untuk kuliah di Jogja? Ya Tuhan, apa yang aku pikirkan? Marini menepis kemungkinan terburuk itu. Mereka hanya teman. Teman, sahabat, tidak lebih. Ya, tidak lebih.
“belom tante. Tadi Nansanya masih tidur, kaga enak buat bangunin Tan”, Rafky menjawab dengan kikuk. Rasanya jadi keki sendiri.
“aku mandi dulu tante”
“oya, ntar kalau mau sarapan tungguin masakan tante ya?”
“sip”, Rafky mengacungkan dua jempolnya. Marini hanya tersenyum ringan. Rafky sedikit terhenyak saat melihat Nansa yang keluar dari kamar tidur hanya memakai boxer saja. Walaupun Rafky sudah ratusan kali melihat kekasihnya itu telanjang namun tetap saja, pemandangan Nansa bertelanjang dada masih saja menggetarkan perasaannya. Montok-montok padat gimana gitu.
“baru bangun?”, tanya Rafky ringan. Nansa langsung menoleh dan memandangnya dengan tatapan skeptis.
“bukan urusan lu”, Rafky tidak percaya kata sejutek itu keluar dari bibir Nansa. Nansa masuk kedalam kamar dengan membanting pintu. Rafky geleng geleng kepala, jarang sekali bahkan belum pernah Nansa mengacuhkannya seperti ini. Ada yang salah denganku ya? Gumam Rafky perlahan. Rafky menghembuskan nafasnya perlahan, mengambil handuk dan menuju kamar mandi. Semoga saja ini hanya emosi Nansa sesaat.
Mereka makan dalam diam. Tidak ada yang inisiatif ingin memulai pembicaraan. Marini yang melihat tingkah laku mereka merasa aneh sendiri. Belum pernah sepanjang pertemanan mereka, Marini melihat mereka saling acuh begini. Sore harinya Marini pamit pulang. Nansa sedikit mendengus kesal saat menyadari bahwa ibunya tersebut ternyata datang kesini bersama ayahnya. Hanya saja ayahnya tidak menemuinya karena memang ada sedikit keperluan di kota ini.
“ibu pulang dulu. Jaga prestasi kamu nak, jangan jajan sembarangan, rajin olahraga seperti Rafky. Kalau bisa pengeluaran dihemat”
“iya ibu!!”, jawab Nansa singkat sambil memeluk ibunya.
“salam buat Reno”, sambung Nansa lirih.
“pasti Nak. Nak Rafky, tolong jaga Nansa ya?”
“siap tante!!”, Nansa memutar kedua bola matanya mendengar jawaban Rafky. Menjaga darimana? Perhatian saja sekarang tidak!! Nansa mendumel dalam hati.
“turuti kata kata ibu kamu Nan!!”, kali ini ayah Nansa yang berbicara.
“iya”, jawab Nansa sambil menganggukkan kepalanya. Setelah mobil ayahnya menghilang dibalik tikungan, Nansa langsung masuk kembali kedalam kost kostanya. Mengabaikan Rafky yang masih berdiri didepan. Rasanya Nansa sudah capek hati dan pikiran menghadapi Rafky yang selalu berkutat dengan laptopnya saja ketimbang dengan dirinya yang adalah kekasihnya. Nansa sedang membaca komik saat Rafky masuk kedalam kamar.
“mau makan kapan yank?”, Nansa menaikkan pandangannya dari komik yang dibacanya. Menatap Rafky dengan sangat intens.
“tumben nanya”, kilahnya singkat lalu kembali membaca komiknya. Rafky sempat terkejut sesaat.
“ada apa? Ada yang salah?”
“gak”, jawaban singkat singkat yang keluar dari bibir Nansa sedikit banyak mulai menyulut emosi Rafky.
“ohh, apa ada yang salah dengan gua? Tell me!! Don’t be a looser!!”, mendengar kata kata barusan Nansa mulai terpancing emosinya. Looser? What the fuck!!
“kita udah pacaran empat tahun Nan!! Apa iya masih ada yang masih dirahasiakan hha?!”, Rafky melanjutkan uneg unegnya. Rasanya tidak tepat saja Nansa mengabaikannya sejak tadi pagi.
“bagus kalau lu inget kita sudah pacaran 4 tahun. Kemana aja lu sebulan ini? Hha?! Laptop sama kuliah!! Waktu lu Cuma buat berkutat dengan laptop dan tugas tugas kuliah lu!! Okay itu penting, tapi bisa kan sisakan waktu buat gua sebentar aja!! Oya, bahkan kita sudah kaga berhubungan seks selama sebulan!! Gua harus rela kembali bermain dengan sabun karena lu selalu menolak gua setiap malam!! Apa gua udah kaga menarik lagi di mata lu Raf? Hha?! Kenapa lu mingkem aja hha? Lu juga kaga tahu kan akhir akhir ini ada telepon iseng yang ngerjain gua? Lu ngaku pacar gua? Lu bahkan sekarang kaga tahu apa apa tentang gua!!”, Nansa menghirup nafas perlahan. Dadanya seperti sesak.
“bahkan lu bilang sayang aja udah jarang. Sorry kalau gua cengeng, gua cuman butuh perhatian dari pacar gua!!”, sambung Nansa tertahan karena dipeluk oleh Rafky.
“sorry, gua gak sadar”, ucap Rafky perlahan di telinga Nansa. Rafky tidak menyangka jika proyek yang sedang dikerjakannya malah mengganggu hubungan mereka. Padahal proyek itu nantinya akan Rafky hadiahkan untu Nansa. Ironis sekali.
“maafin gua sayang. Maaf, maaf, maaf”, hanya kata kata itu yang mampu Rafky ucapkan. Apalagi coba yang mesti ia katakan? Ini semua memang salahnya. Kenapa dia tidak menyadarinya? Bodoh sekali. Otaknya berputar untuk menebus kesalahannya.
“kita akan ke Bali”, kata Rafky spontan. Entah kenapa kata kata itu terlintas begitu saja dipikirannya.
“Bali? Buat apa?”, tanya Nansa yang tidak mengerti arah pembicaraan Rafky.
“bulan madu. Gua bakal menebus kesalahan gua sebulan silam, gimana?”
“kuliah?”
“kita bisa bolos Jum’at dan Sabtu”, Nansa masih bingung dengan apa yang dikatakan Rafky barusan. Tapi kapan lagi?
“kapan kita berangkat?”, tanya Nansa penasaran.
“minggu ini. Gua yang urus semuanya, ntar lu tinggal berangkat. Okay? Sekali lagi, I’m so sorry. Maafkan kebodohan yang udah gua lakukan”, Nansa tersenyum.
“gimana kalau lu mulai menebus kelalaian lu dari sekarang? Hemm?”, bisik Nansa sambil memeluk Rafky semakin erat. Rafky hanya bisa menyunggingkan senyum ringan.
***


Satria memandangi kamar penginapan mereka. Sederhana namun berkelas, bagaimana menjelaskannya ya? Afif tengah berbaring di ranjang, mungkin kecapekkan. Satria sendiri sebenarnya juga sangat lelah, hanya saja rasanya semuanya menghilang. Mereka tidak berlibur di pantai kuta atau pantai dreamland. Mereka memilih Kintamani, suasana yang begitu mendukung seperti layaknya bulan madu sungguhan. Dari jendela mereka bisa melihat perbukitan yang segar. Dengan suhu sekitar 18 derajat celcius rasanya pantas pantas saja jika Satria dan Afif menghabiskan akhir pekannya disini. Menghindari rutinitas yang padat di Jakarta.
“mas, aku keluar sebentar ya? Mau lihat lihat”, Afif hanya mengangguk pelan. Satria mencium bibir Afif sekilas sebelum keluar dari penginapan. Pemandangan yang luar biasa indah. Karya Tuhan memang tiada bandingan. Mungkin karena terlalu menikmati pemandangan yang luar biasa, Satria tidak memperhatikan jalan hingga menabrak seseorang.
“hei, lu punya mata dipakai dong!!”, Satria menoleh. Melihat cowok manis, mungkin anak SMA yang sedang jatuh tersungkur. Temannya, atau mungkin kakaknya sedang membantunya berdiri.
“maaf dek, kaga sengaja”, Satria mengakui kesalahannya. Cowok manis itu hanya mendengus kesal. Satria jadi tidak enak sendiri.
“gak papa kok mas. Mari mas”, temannya atau mungkin kakaknya yang bertubuh ‘wow’ itu yang menjawab sambil menuntun cowok manis itu. Cowok itu mengaduh dan menyenderkan tubuhnya pada temannya.
“emang sakit banget yank?”, Satria mendengar cowok berbadan yahud itu bertanya pada sosok yang sedang dipapahnya. Mereka sepasang kekasihkah? Satria mengangkat bahunya, ngapain ikut campur urusan orang lain?
“gak juga Ri, Cuma pengen dipapah lu aja”, jawab Nansa sambil cengengesan.
“pantesan!! Manja amat!!”, mendengar perkataan Rafky barusan, Nansa langsung cemberut. Rafky tersenyum ringan, inilah sosok Nansa yang dia kenal. Manja dan menggemaskan. Ingin rasanya Rafky mencubit pipi kiri Nansa yang berlesung pipit. Namun Rafky juga tahu jika pacarnya ini sedang ngambek akibatnya bisa sangat parah.
“kita mau kemana Ri?”, kata Nansa pelan sambil mencoba berjalan sendiri.
“setahu gua ada danau disini, ntar kita sekalian main ke desa Troyan. Troyan atau Truyan ya? Gua lupa namanya”
“Trunyan Ri!! Yang terkenal karena cara pemakamannya itu kan?”, Rafky mengangguk ringan.
“kita makan siang di dekat danau”, Nansa memandang Rafky lama.
“kenapa? Kok natapnya gitu banget?”
“thanks”, Rafky menyunggingkan senyumnya lagi. Entah kenapa rasanya hatinya seperti dipenuhi oleh rasa bahagia yang sangat.
Sementara itu, di kamarnya Satria masih terpikirkan oleh sesosok pria rupawan teman atau mungkin kekasih dari lelaki yang ditabraknya tadi pagi. Mata angkuh itu, kulit kecoklatan itu masih terbayang sangat jelas di benak Satria. Ada dengan dirinya? Tidak mungkin kan jika dirinya jatuh cinta lagi? Ditatapnya Afif yang terlelap disampingnya, ya Tuhan aku masih mencintai pria ini!! Jerit Satria dalam hati. Namun entah mengapa sosok pria-tidak-diketahui-namanya itu tidak mau hilang dari pikirannya. Satria menghembuskan nafasnya perlahan. Perhatian lelaki tadi untuk pacarnya begitu membuat Satria terusik. Stop Satria!! Mending lu tidur!! Kata Satria pada dirinya sendiri. Mungkin karena kecapekan.
***


Nansa tengah duduk di bangku sebuah taman ketika lelaki itu mendekatinya. Sebenarnya Nansa sedang menunggu Rafky yang masih bersiap siap di penginapan. Lelaki itu tersenyum padanya sekilas lalu duduk disampingnya. Nansa balas tersenyum namun tidak terlalu menghiraukannya. Tangan Nansa masih sibuk menari nari diatas ponselnya. Begitu asyik memainkan angry birds.
“asli sini?”, Nansa mendongakkan kepalanya. Memutar pandangannya dan ketika menyadari bahwa yang diajak berbicara adalah dirinya, Nansa segera tersenyum kikuk.
“bukan, saya dari jawa”, jawab Nansa lirih.
“liburan?”, Nansa sedikit mengkernyitkan dahinya. Pertanyaan aneh, untuk apa dirinya disini jika bukan untuk berlibur. Namun karena demi kesopanan, Nansa menjawab juga pertanyaan tersebut.
“ya, mas sendiri? Asli sini? Atau sedang berlibur?”, Nansa sengaja menggunakan sapaan ‘mas’ karena dirasa orang yang sedang berbicara padanya ini terlihat lebih tua.
“ya bisa dibilang begitu”
“hemm”, Nansa hanya bisa mengguman tidak jelas. Bingung untuk memulai percakapan. Kembali matanya menatap layar ponselnya dan segera jari jarinya ikut menari diatas layar smartphonenya.
“jawanya mana?”, kembali lelaki itu bertanya.
“Temanggung mas”, jawab Nansa singkat.
“wah, deket Magelang kaga? Temenku ada yang tinggal disana”
“lumayan mas, mas asli Magelang?”, lelaki itu menggelengkan kepalanya.
“Bandung”, jawab lelaki itu sambil tersenyum. Manis, bukan hanya itu lelaki ini juga punya kharisma. Apa ya? Semacam bisa membuat orang orang segan padanya. Apa itu namanya? Kharisma kan?
“mas Afif yok berangkat!!”, Nansa yang tengah sibuk memandangi layar ponselnya mendongak lalu melihat lelaki yang kemarin menabraknya. Sebenarnya Nansa kemarin keterlaluan juga marahnya, apalagi jika di ingat ingat itu bukan murni kesalahan lelaki itu. Dirinya juga salah. Namun Nansa sungkan untuk meminta maaf. Secara kejadian itu sudah berlalu. Jadi nama lelaki disampingnya ini Afif tho? Apa hubunganya dengan lelaki bertubuh otot doang itu?
“duluan ya nak!! Jangan kemana mana, ntar nyasar!!”, lelaki yang diketahui bernama Afif ini melemparkan senyumnya sebelum beranjak. Enak aja, emang gua anak TK apa? Umpat Nansa dalam hati. Mereka terlihat seperti pasangan kekasih. Bisa dilihat dari cara si cowok yang tubuhnya hanya otot itu memperlakukan cowok berkharisma itu. Nansa sedikit mendesah sebelum akhirnya menelpon Rafky. Kenapa lama sekali sih itu anak? Dandan dulu apa?! Panggilannya dijawab pada deringan ketiga.
“gua udah hampir lumutan disini”, sembur Nansa begitu panggilannya dijawab. Diujung telepon sana, Rafky tergelak sangat.
“bentar sayang. Gak sabaran banget”
“buruan!! Atau gua tinggal”
“iya manja!!”, Rafky mengakhiri panggilannya. Nansa menghembuskan nafasnya perlahan. Sebenarnya kalau mau dipaparkan dengan jelas, tidak hanya Rafky yang berubah. Dirinya sendiri pun banyak berubah. Nansa sadar itu. Jika di ingat ingat ingat, dirinya sekarang menjadi lebih egois. Tidak hanya itu, sikapnya pun menjadi lebih apa ya? Yang buruk tapi tidak terlalu dibenci? Apa ya? Emm, mungkin sedikit menyebalkan. Mungkin. Ini kan analisa Nansa sendiri. Jadi bukan tanggung jawab penulis.
“yok!!”, Rafky berdiri didepannya dengan senyum terkembang. Ya, Rafky memang berubah. Anak ini lebih banyak tersenyum sekarang. Nansa menatap Rafky lama. Tidak se cool dulu. Apa karena dirinya sekarang sudah mengenal Rafky sedangkan dulu belum?
“kenapa? Natapnya kok gitu?”, Rafky bertanya lembut sambil duduk disamping Nansa.
“gak papa. Gua sayang lu Ri”
“gua juga sayang lu Nan!! Sayang banget”, kata Rafky sambil menarik tangan Nansa untuk berdiri. Mereka sekarang akan berkeliling lebih jauh. Rasanya agak kurang saja jika ke Bali namun tidak pergi ke Ubud. Mereka pergi dengan modal bertanya. Mau bagaimana lagi? Mereka kan kurang persiapan. Melihat seni ukir dari kayu yang eem-ini-menurut-Nansa-lho, sangat artistic. Sayang mereka tidak bisa lama lama karena terdesak waktu. Malam harinya mereka makan malam di restoran dekat tempat penginapan mereka. Malam yang terang, ditemani bintang bintang dan juga pemandangan asap bersahabat dari gunung Batur sepertinya semakin membuat suasana malam ini lebih romantis.
“boleh gabung? Tempat lain penuh soalnya”, Nansa menoleh dan mendapati Afif dan teman ‘otot’nya berdiri di pinggir meja mereka.
“boleh, mari silahkan”, Rafky berkata sopan. Nansa sedikit memutar bola matanya. Ini adalah salah satu bukti bahwa Rafky sudah berubah. Kalau dulu mungkin Rafky akan menjawab.
“hmm”, pasti itu jawaban Rafky yang dulu. Bukannya Nansa tidak suka dengan perubahan sifat Rafky yang lebih open dengan orang lain. Hanya saja, Nansa lebih nyaman dengan Rafky yang dulu. Yang tidak mudah ditebak. Yang hanya memberi perhatiannya untuk Nansa seorang.
“oya, gua Afif. Ini temen gua Satria”, lamunan Nansa buyar saat pria berkharisma tersebut mengulurkan tangannya ke arah Nansa. Walaupun dengan sedikit kikuk, Nansa membalas uluran tangan tersebut.Tersenyum ringan.
“Nansa”, katanya singkat. Afif tersenyum lalu menyalami Rafky.  Pria ‘otot’ yang bernama Satria juga mengulurkan tangannya, hanya saja Nansa sedikit enggan membalas uluran tangan tersebut.
“Satria”, kata lelaki itu singkat dengan senyum basa basi.Demi kesopanan, Nansa membalas uluran tangan tersebut.
“Nansa”, Nansa berkata dengan senyum yang tidak kalah basinya. Bagi Nansa, makan malam ini terasa seperti neraka. Satria dan Rafky langsung akrab. Mereka sangat nyambung dalam setiap topic. Entah itu olahraga, makanan sehat ataupun otomotif. Ya Tuhan, Nansa menggeleng gelengkan kepalanya. Penting ya? Nansa juga tidak menyembunyikan perasaan bahagianya saat makan malam harus berakhir. Memisahkan Rafky dan pria berotot itu saat ini adalah langkah terbaik.
Saat tiba di penginapan mereka, Nansa langsung melepas semua pakaiannya dan naik ke atas ranjang. Mencoba untuk langsung terlelap.
“kaga gosok gigi dulu? Cuci muka?”, tanya Rafky sambil melepas bajunya.
“nggak. Capek!!”, Rafky tersenyum ringan mendengar jawaban Nansa lalu berlalu ke kamar mandi. Setelah mencuci wajahnya dan menggosok gigi, Rafky naik ke atas ranjang dan memeluk Nansa dari belakang. Hampir pukul 12 malam namun Rafky masih belum bisa memejamkan matanya. Dengan bergerak seringan mungkin karena tidak ingin membangunkan Nansa, Rafky turun dari ranjang. Memakai celana pendek dan jaketnya lalu berjalan keluar. Mungkin dengan menghirup udara segar, Rafky bisa sedikit relaks. Rafky mengeluarkan sebungkus rokok dari jaketnya. Sejak berpacaran dengan Nansa, Rafky selalu mencuri curi waktu agar bisa merokok tanpa sepengetahuan kekasihnya tersebut. Bukan karena Nansa melarangnya merokok hanya saja Rafky ingin menghargai Nansa yang tidak merokok. Hampir 2 batang rokok yang dihabiskan oleh Rafky ketika dirasakannya ada orang yang duduk disampingnya. Rafky menoleh sesaat kemudian membuang rokoknya.
“elu Sat, ngapain?”
“kaga bisa molor gua. Lu sendiri?”
“sama aja!!”, kata Rafky sambil membuang pandangannya ke arah depan. Melihat kerlipan kota Bali.
“lagi ada masalah?”, Rafky menoleh ke arah Satria. Mengapa Satria bisa bertanya seperti itu?
“hha? Masalah? Kaga ah. Ngaco lu!!”
“kirain bray!! Lagian muka lu spaneng bener!!”
“masa? Biasa aja”
“oya? Emm, mau ikut gua kebawah kaga? Ada kolam tu di bawah. Kayaknya asik buat berendem!!”, tawar Satria semangat. Rafky menimbang nimbang tawaran Satria sejenak.
“malem malem gini? Gila lu!!”, jawab Rafky kemudian
“airnya anget sob!! Ntar badan lu pasti enakan lha!! Jangan kayak banci lha!! Yok!!”, Rafky tetap menggeleng. Namun karena Satria tetap memaksa, akhirnya Rafky menurut juga. Begitu sampai di depan kolam tersebut dan Rafky sempat heran karena selama 2 hari disini dia belum pernah melihat tempat ini, Satria tanpa malu malu langsung melepas semua bajunya. Rafky sempat terpukau sesaat. Tubuh Satria sempurna, otot trisep dan bisep yang sudah terbentuk begitu mengagumkan. Tubuh pria jantan. Rafky menggelengkan kepalanya. Berusaha sewajar mungkin menatap tubuh Satria yang polos.
“ikutan kaga lu? Aernya enak!!”, Rafky ragu. Namun itu hanya sesaat karena setelahnya Rafky sudah ikut bergabung bersama Satria didalam kolam.
***

Nansa terbangun saat mendengar poselnya berbunyi. Siapa coba yang iseng pagi pagi menelponnya? Dengan sedikit gregetan, Nansa menyambar ponsel yang ada di atas meja di samping ranjang.
“hallo!!”, Nansa sedikit membentak si penelpon yang dianggap Nansa kurang kerjaan.
“buset dah, galak amat”, Nansa langsung bangun sepenuhnya begitu mendengar suara si penelpon.
“Andiiiiiiii!!!!!!!!!!!!!!!”, teriak Nansa girang sambil turun dari ranjang. Menyambar celana piyamanya yang tergeletak di sofa kemudian berjalan ke arah balkon.
“woey, pelan dikit manis. Bisa budeg ni aku”, Nansa meringis pelan.
“sorry, kangen ni akunya. Gimana Bandung?”
“baek baek aja, kok aku malah kaga ditanya? Kamu gimana kabar? Masih sama Riri?”, Nansa mengangguk pelan walaupun yakin Andi tidak mungkin melihatnya.
“baek, yup!! Masih, bentar lagi aku bakal jadi adik iparmu!! Kamu gimana?”
“baek juga. Waduh, padahal aku masih mengharapkanmu manis”
“gombal!! Ijin dulu sama yang punya!!”
“iya, ntar aku ijin ke Riri mau pinjem kamu sebulan”, Nansa tertawa terbahak.
“kenapa kaga mulai ngelirik Rehan? Dia manis juga kok”, Nansa mulai sinting mencoba menawarkan Rehan.
“diamah terlalu gaul buat aku”, kembali Nansa tertawa lebar mendengar jawaban Andi.
“udah sarapan?”, sambung Andi.
“belom, paling bentar lagi. Kamu?”
“barusan!! Pasti baru bangun kan? Buruan gih sarapan!!”
“iya kakak ipar”, jawab Nansa sambil tertawa pelan sebelum memutus teleponnya. Nansa masuk kedalam kamarnya lagi dan baru sadar satu hal. Rafky tidak ada. Sudah bangunkah? Nansa meragukan itu, bantal yang dipakai Rafky masih utuh. Tidak ada lekukan kepala bekas orang tidur. Kemanakah Rafky semalam? Perasaan cerianya karena telepon dari Andi barusan luruh sudah.
“udah bangun yank?”, suara itu mengagetkan Nansa. Rafky yang baru saja masuk langsung memeluk Nansa dari belakang. Radar Nansa langsung siaga. Aroma ini, bukan aroma Rafky yang biasanya. Seluruh indra Nansa menegang. Berbagai spekulasi bermunculan di benaknya. Aroma milik siapa ini?
“semalam lu kemana?”, itu seperti bukan pertanyaan. Cara Nansa mengucapkannya sarat dengan tuduhan.
“Cuma jalan jalan keliling penginapan. Jenuh kaga bisa tidur”, Nansa berbalik dan menatap mata Rafky intens.
“sendirian?”, mata Rafky sedikit berkedip sebelum menjawab.
“sendiri”, Nansa tahu Rafky berbohong. Namun Nansa tidak ingin membahas masalah ini lebih lanjut. Mereka sedang liburan, Nansa tidak ingin merusak moment ini. Namun tetap saja hatinya gelisah. Masih saja bertanya tanya, kemanakah Rafky semalam? Bersama siapa? Aroma itu jelas aroma pria, hatinya serasa dicekik. Beberapa adegan seperti berputar di otaknya. Bisikan bisikan yang mengatakan Ririnya telah selingkuh pun turut mengganggunya. Nansa berusaha menepis itu semua.
Namun kecurigaanya semakin menjalar saat Nansa tanpa sengaja menabrak Satria. Aroma ini, Nansa ingat aroma ini. Ya Tuhan, what’s going on?
“sorry”, kata Nansa tertahan. Kecurigaan Nansa semakin besar saat Satria memandangnya dengan kikuk. Memandanya dengan perasaan bersalah. Tanpa menunggu jawaban dari Satria, Nansa langsung berlari kembali ke penginapan. Disana Nansa menemukan Rafky yang tengah duduk di sofa sambil membaca buku.
“jelasin!!”, Rafky sedikit tersentak ketika dengan tiba tiba Nansa berteriak padanya.
“jelasin apaan?”
“semalam!! Satria!! Kalian melakukan apa!! Jelaskan!!”, teriak Nansa hampir seperti orang gila.
“gua kaga ngerti”
“jangan sok bego!! Kalian having sex kan?”, Nansa seperti tercekat saat mengucapkannya.
“Nan, hey. Darimana lu dapat spekulasi seperti itu? gua semalam Cuma jalan jalan dan itu Cuma sendirian”, kata Rafky sambil berusaha memeluk Nansa, namun dengan gahar Nansa menepisnya.
“bohong!! Liar!! You lie!!”, kali ini emosi Nansa hampir tidak terkendali.
“yank, percaya sama gua ya? Please?”
“pembual!! Lu kira gua bego? Gua 4 tahun lebih sama lu!! Lu kira gua kaga hapal aroma badan lu!! Lu kira gua kaga ngeh apa kalau lu lagi bohong? Ketahuan Raf!! Katahuan dengan jelas!! Kaga ada gunanya lu tutup tutupin juga!!”, Rafky menunduk lesu.
“I’m sorry. Tapi kaga seperti yang ada dalam bayangan lu Nan. Gua kaga pernah having sex dengan Satria”
“oya? Tapi lu masukin kontol lu ke pantatnya kan? Apa itu sebutannya kalo bukan having sex? Hha? Senggama ya? Atau ngentot?! Hha?!”, Rafky tidak menjawab pertanyaan kekasihnya yang sedang terbakar cemburu tersebut. Namun dengan paksa menyeret Nansa. Nansa ingin memberontak, namun tubuh kecilnya tidak mampu menandingi tenaga Rafky. Rafky dengan paksa membawa Nansa ke penginapan sebelah. Tadinya Nansa ingin sekali teriak teriak, “woey, lepasin gua woey!!”.Tapi teriakan teriakan itu Nansa urungkan. Karena kejadian Rafky menarik paksa Nansa ini sudah sangat menarik perhatian. Apalagi ditambah Nansa teriak teriak? Bisa jadi mereka menjadi tontonan gratis. Dan Nansa sama sekali tidak Ingin di ingat sebagai lelaki jalang. Halah!!
Nansa sedikit terkejut saat melihat Satria dan Afif yang sedang berciuman. Mereka pun kaget saat Rafky tadi dengan tanpa permisi membuka pintu penginapan mereka. Satria memperbaiki posisi duduknya.
“sorry”, kata Afif dengan wajah merah. Seharusnya yang mengucapkan kata maaf itu adalah Rafky atau Nansa. Namun sepertinya keduanya sedang melupakan sopan santun itu.
“jelasin Sat kejadian semalem!!”, Rafky berkata kepada Satria. Koreksi, membentak-jika dilihat dari intonasi yang digunakan Rafky barusan. Satria menaikkan alisnya bingung.
“semalem, lu sama gua yang di kolam”, jelas Rafky sedikit jengkel karena Satria tak juga membuka mulutnya.
“jadi di kolam!! Bagus sangat!!”
“denger dulu!!”, Nansa mendengus kesal mendapat teguran dari pacar yang sedang dicurigainya tengah berbuat serong itu. Satria dan Afif cekikikan mendengar perdebatan mereka. Nansa semakin kesal, ya Tuhan adakah yang sedikit saja bisa menunjukkan rasa simpatinya padaku? Jerit Nansa dalam hati.
“semalam gua sama Rafky Cuma ngobrol doank. Kita sempat berendam bareng di kolam. Jujur, gua juga sedikit mengagumi tubuh pacar lu itu. Tapi, gua kaga apa ya namanya? Main serong dengan pacar lu, cowok manis. Suer!! Demi Tuhan”, ucap Satria sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf v.
“terus aroma lu yang nempel di tubuh Rafky? Jangan harap lu bisa ingkar ya!!”, Nansa belum mau kalah. Tengsin dong sudah berkata dengan pede dan ternyata itu salah.
“itu karena Rafky makek jaket gua, jaket dia basah waktu di kolam”, Nansa memutar pandangannya ke arah kekasihnya tersebut yang sedang cemberut. Ya Tuhan, apa yang harus gua lakukan sekarang? Masa minta maaf? Gengsi gila gua!! Batin Nansa dalam hatinya. Hatinya saat ini sedang berperang apakah harus minta maaf atau pura pura kejadian ini tidak pernah terjadi dan berlalu begitu saja? Option kedua lebih menarik namun sama sekali tidak sopan dan terdengar  sedikit arogan. Nansa mengambil nafas banyak banyak sebelum mengucapkan hal yang akan sangat mempengaruhi harga dirinya.
“maafkan atas kesalahpahaman gua”, Nansa menahan dirinya saat melihat Afif dan Satria terkikik. Uhhhhhhh!!
***

Nansa menatap Rafky sekali lagi. Seperti ingin meminta kepastian sekali lagi. Karena apa yang diminta Rafky ini sedikit keterlaluan.
“yakin Ri?”, Nansa hanya mendapatkan anggukan dari Rafky.
“ya, buka semua baju lu”
“tapi ini kan di pantai”, kata Nansa lirih. Walaupun mereka terlindungi di balik karang, namun jika ada orang yang menuju kesini dan melihat mereka bagaimana?
“katanya lu bakal nglakuin apa aja yang gua mau sebagai permintaan maaf?”, Nansa mendengus kesal. Merasa menyesal sudah berjanji seperti itu di depan Rafky kemarin. Sangat menyesal.
“ayo!! Atau gua dulu ni yang harus telanjang?”, belum mendapat jawaban dari empunya yang ditanya Rafky sudah menanggalkan seluruh pakaiannya. Dan berjalan ke arah dimana Nansa sedang berdiri.
“ayo kita bercinta disini”, Nansa ingin mengajukan keberatan namun bibirnya sudah dibungkam oleh Rafky. It’s Ardhinansa Adiatama, bitch!!


END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

leave comment please.