“siapa?” aku hanya mengangkat bahuku
untuk menjawab pertanyaan Denny. Denny melanjutkan makannya tanpa
bertanya-tanya lagi. Tinggal aku yang merenung dengan rentetan kejadian yang
tidak terduga ini. Dikerjain Beno sampai-sampai aku hampir kencing di celana
karena Pak Asril! Lalu cowok tadi. Aku melirik Denny sebentar. Dulu aku pernah
ngefans sama cowok itu. Namanya Yoga Wicaksono. Lebih dari ngefans sih
sebenarnya. Karena aku hampir tahu semua tentang dia. Makanan favoritnya apa,
hobbinya apa, bahkan sampai ukuran celana dalamnya pun aku tahu. Kalian boleh
menjulukiku stalker! Tapi memang aku begitu mengidolakannya.
Namun itu dulu, saat aku kelas satu.
Saat aku belum tahu apa-apa. Saat aku juga masih naksir Beno. Oke, jadi Samuel
Yoga Wicaksono itu adalah kakak kandung
dari Yonathan Beno Wicaksono! Nama depan mereka adalah nama baptis setahuku.
Mereka protestan. Oya, kalian boleh mengatakan ini sinetron, ini cerita gak
banget! Tapi memang itu faktanya. Dan sejak aku tahu bahwa Beno mempunyai sifat
aneh, dimana sifat aneh itu hanya ditujukan padaku, aku mengambil kesimpulan
bahwa kakaknya juga pasti aneh.
Jadi, aku mulai membuang semua kenanganku
tentang Yoga. Aku tahu, sebenarnya aku dan Yoga sama sekali tidak mempunyai
kenangan apa-apa. Yoga tidak mengenalku. Jadi ya seperti itulah. Bisa di
ibaratkan kalau dia itu artis dan aku adalah penggemarnya, namun itu dulu. Karena
semenjak aku membenci Beno karena sifat brengseknya itu, entah kenapa aku juga
mulai tidak menyukai kakaknya. Aku tidak tahu, itu hanya terjadi begitu saja.
Dan sekarang? Aku malah meminjam jas
labnya, memakainya pula! Apa jangan-jangan aku kena sial tadi gara-gara jas
labnya?
“hey? Temenin aku ke ruang ganti
yuk?” aku sedikit tersentak.
“apa?” jujur aku ingin memastikan
apa yang tadi dikatakan oleh Denny.
“temenin aku ganti baju! Udah hampir
masuk nih!”
“kamu udah selesai makannya?”
sekarang gantian Denny yang menatapku dengan tatapan heran. Dan ketika aku
melihat mangkoknya yang sudah tidak bersisa, aku jadi senyum-senyum sendiri.
Jadi aku melamun terlalu lama tadi.
“dari tadi, kamu mikirin apa?”
“gak kok. Yok, aku temenin.”
Pikiranku konslet. Gila nih, gara-gara Yoga sialan. Adik dan kakak sama-sama
bikin emosi aja! Tapi kalau dipikir-pikir, aku gila juga ya? Yoga kan tidak
mempunyai salah apa-apa. Oh tidak bisa! Dia kakaknya Beno! Dan disitu
kesalahannya!
Sebenarnya ruang ganti ini milik team
basket, namun sering dipakai berjamaah oleh klub-klub lain. Aku duduk di kursi
dekat pintu sambil melihat Denny yang mulai ganti baju. Aku mengamatinya
lekat-lekat. Orang sudah disuguhin ini sih, masa iya mau dilewatkan begitu
saja? Denny sepertinya enjoy saja, sama sekali tidak merasa risih ditatap
olehku dengan pandangan lapar. Atau Denny tidak tahu aku tengah menatapnya?
“aku selalu pengen punya badan
seperti itu.” Denny yang tengah mengenakan celana abu-abunya menoleh ke arahku
begitu mendengar ucapanku tadi.
“hha? Becanda kamu!” jawabnya
terkekeh sambil membetulkan resleting celananya. Gila, kenapa tiba-tiba tanganku
jadi gatal ya?
“ganti bajunya cepetan! Kaga usah
dihayati gitu! Hampir masuk nih!” kali ini Denny tergelak. Aku memandangnya
heran, ada yang lucukah? Sesuatu yang terlewatkan olehku?
“kamu horny ya?” seketika itu juga
wajahku langsung memerah. Selain kata-kata itu terlalu agresif, kata-kata itu
juga sangat mengena.
“buruan!”
“buruan apa? Buruan lepas baju
maksutnya?”
“sarap!!”
“seriusan ni, kalau kamu minta ntar
aku lepas lagi ni celana.” Aku memutar kedua bola mataku.
“aku tinggal ya?” Denny langsung
cengengesan.
“jangan! Bentar lagi.” Bukannya aku
sok suci atau bagaimana. Tapi, hallo? Inikan ruang ganti berjamaah? Kalo nanti
lagi gitu-gituan trus ada yang masuk gimana? Orgasme kaga! Malunya iya! Mending
kalau Cuma malu doang, kalau sampai dikeluarkan dari sekolah? Orang tuaku
dipanggil? Apa coba yang akan dikatakan oleh kepala sekolah kepada orang tuaku?
“maaf, anak anda saya keluarkan dari
sekolah karena tertangkap basah sedang memasukkan penis di lobang pantatnya!”
GILA!! ENGGAK BANGET!!
***
Sekarang aku tengah menikmati makan
malamku. Ya, harus aku akui ini bakso delicious banget. Sumpah! Ciusan! Enelan!
Sambel Lombok ijonya mantab! Dan untuk kali ini, kali ini saja, Denny
mengijinkanku untuk menikmati sambalnya. Kata Denny tadi, mubazir uda kesini
tapi kaga ngicipin sambelnya. Dan seperti yang aku katakan tadi, sambalnya
emang juara.
“aku nanti pulang ke kost-kostan
kamu.” Aku yang tengah hah huh hah menikmati baksoku langsung mendongak.
Menatapnya dengan pandangan bertanya-tanya.
“aku mau nagih janji kamu.” Aku
semakin menatapnya dengan pandangan tidak mengerti. Dan sepertinya itu membuat
Denny sedikit gusar.
“janji kamu saat ulang bulan kemaren
yang belom ditepati apa?” deg! Ya Tuhan! Dia menagihnya! Menagih janjiku untuk
ML dengannya. Sialan! Maksutku, bukan berarti aku belom siap. Tapi kamar kostku
sangat berantakan, aku juga tidak mengenakan celana dalam seksi, selain itu aku
juga tengah menstruasi. Maaf, untuk alasan terakhir aku hanya bercanda.
Intinya, aku belom siap! Aku pernah mengatakannya kan? Ada perasaan ganjil jika
aku dan Denny sudah sama-sama telanjang. Fine, aku akan mengaku! Aku tidak
percaya diri dengan tubuhku. Maksutku, pantatku tepos. Terima kasih untuk Beno
karena dia mengatakan hal ini berkali-kali. Badanku juga agak kurus. Yang ini
aku menyadarinya sendiri. Kulitku juga tidak mulus. Ada bekas jerawat di
punggungku. Ya Tuhan! Apa aku sudah mengatakan semua aibku?
Oke, cinta memang tidak memandang
fisik, tapi apa iya Denny nafsunya nanti akan terbangkitkan bila melihat tubuh
polosku? Selama ini aku berani telanjang di depannya hanya jika lampu dalam
keadaan temaram.
“kamar kostku berantakan Den.”
Kataku akhirnya, kata-kata ini keluar begitu saja.
“aku suka, ada sensasi tersendiri
nantinya.”
“sepraiku juga belum aku ganti.
Takutnya bau apek nanti.”
“sepraimu ada tiga. Aku bisa gantiin
kok nanti.” Sial, kalian ada ide?
“aku sepertinya sangat capek hari
ini. Ingat kejadian tadi di kelas? Pak Asril benar-benar menguras emosi dan
fisikku.” Senjata pamungkas!
“kita bisa melakukannya pagi hari.
Besok kan tanggal merah, jadi kamu bisa istirahat dulu.” Gila! Mungkin Denny
sudah memikirkan jawaban-jawaban tadi sebelum berangkat kesini. Dan aku hanya
bisa berserah, semoga pacarku besok mengalami disfungsi ereksi! Hah? Apa yang
aku lakukan? Aku ralat sedikit, semoga pacarku besok mengalami disfungsi ereksi
hingga aku siap berhungan dengannya. Doa macam apa ini?
Kami pulang ke kostanku sekitar jam
Sembilan malam. Aku sengaja di kamar mandi lebih lama, berharap bahwa saat aku
ke kamar nanti, Denny sudah tumbang! Dan besok pagi aku akan bangun lebih dulu
dan langsung jalan-jalan pagi. Ide yang sempurna, tapi rawan gagal. Bagaimana
bisa aku bangun lebih pagi dari Denny? Yang selama ini membangunkanku kan
Denny. Tidak ada salahnya untuk dicoba ya kan?
Setelah aku menggosok gigiku,
mencuci mukaku, sedikit membersihkan tititku juga (jaga-jaga kalau malam ini
Denny memaksaku, mungkin dalam hati kecilku aku malah berharap Denny memaksaku),
aku segera kembali ke kamar kostku. Rencana pertama jelas gagal, Denny masih
disana, matanya jelas masih mencereng dan tengah menonton televisi. Aku langsung pura-pura mengganti seprai,
padahal sebenarnya ini seprai baru aku ganti kemaren sore. Tapi kalau nanti
tidak aku ganti Denny bisa curiga, aku sudah mengatakan padanya tadi bahwa
sepraiku apek. Kutuklah aku.
Setelah itu aku langsung merebahkan
diriku disana. Kalau Denny tidak tidur duluan, maka aku yang akan tidur duluan.
Aku akan pura-pura sudah terlelap. Jadi mungkin dia akan sungkan untuk
menggangguku. Aku mencari posisi nyaman untuk tidur, dari ujung mataku, aku
masih bisa melihat Denny yang masih asyik mengganti-ganti saluran chanel tv.
Biarlah dia asik dengan remote tv, maka aku akan segera asik dengan mimpi
indahku.
Tapi ternyata rencana kedua juga
menjurus akan kegagalan. Denny sudah mematikan saluran tv dan aku bisa
merasakan bahwa dia sudah merebahkan tubuhnya disampingku. Ini memang bukan
kali pertama aku dan Denny tidur berduaan, tapi dulu kan aku sama sekali tidak
kepikiran bahwa kita akan gitu-gituan. Sedangkan sekarang? Jelas-jelas rencana
utama Denny menginap adalah untuk berasik masyuk denganku. Itu membuatku, sadar
atau tidak disadari menjadi waspada.
Kini aku merasakan tangannya yang
memeluk pinggangku. Aku tidur membelakanginya dengan memeluk guling untuk
sekedar informasi. Dan aku sangat merasakannya saat jemarinya menelusup dibalik
kaosku, mengusap-usap dengan lembut perutku. Dan sekali-kali bermain-main
dengan pusarku. Geli, enak dan bikin ser-seran.
“aku sayang kamu, terima kasih untuk
sebulan ini sudah menjadi pacarku.” Kata-kata itu dibisikkan sangat lembut di
telingaku. Aduh, bisa-bisa aku luluh nih. Gani! Defense Gani! Defense!
“sweet dream.” Kembali Denny
membisikkan kata-kata itu sebelum akhirnya tanganya berhenti bermain-main
dengan perutku. Antara senang karena Denny sudah tidak berusaha merangsangku,
namun juga sedikit kecewa. Karena jujur, tadi itu enak sekali. Aku tidak tahu
ini sudah jam berapa, namun yang aku tahu aku sama sekali tidak bisa memejamkan
mataku. Denny sudah terlelap, jika mendengar suara dengkurannya yang halus. Aku
mencoba membalikkan tubuhku dan melihat kekasihku secara lekat dari jarak yang
sangat dekat. Ternyata ada jerawat yang baru akan tumbuh di bawah bibirnya. Di
usianya yang hampir 17, belum tampak tanda-tanda bahwa kumisnya akan tumbuh.
Mungkin dia tidak akan berkumis. Aku membelai pipinya pelan, kulitnya tidak
lembut. Mungkin karena setahuku, Denny tidak pernah memakai Pond’s, Garnier
ataupun Vaseline dan sejenisnya. Kata dia ribet. Tapi aku suka teksturnya, khas
laki-laki.
Aku memeluknya erat lalu
menelusupkan kepalaku didadanya. Kali ini aku pasti akan tidur nyenyak, dengan
mimpi indah tentunya.
***
Aku membuka mataku saat aku
merasakan sinar matahari pagi menerobos kamarku. Dan sepertinya tidak hanya
sinar matahari pagi saja yang berusaha membangunkanku, namun tatapan Denny
juga. Dia tengah menatapku dengan sangat intens. Dan hei! Cowok seganteng
apapun, ketampanannya akan berkurang 50 persen saat dia bangun tidur, apalagi
aku yang jauh dari kata tampan? Aku bisa membayangkannya, rambut awut-awutan,
mungkin juga ada sedikit iler, atau yang lebih buruk lagi kantong hitam dibawah
mata.
Shit! Aku terlalu banyak membaca
novel wanita ternyata.
“kamu manis banget lho kalau abis
bangun tidur gitu. Kayak anak kecil.” Kata Denny sambil mencium pipiku. Aku
hampir terperangah dengan kata-katanya, adakah yang lebih nggak mungkin lagi
dari kata-kata ini? Maksutku, orang yang baru saja terjaga dari tidurnya bisa
tampak manis? Aku tidak percaya! Denny pun pasti akan berkurang daya tariknya
kalau habis bangun tidur.
“hemm.” Aku menjawabnya
malas-malasan sambil bangkit dari ranjang.
“mau kemana?”
“mandi dulu, biar nanti enakkan
mainnya.” Kataku singkat sambil berlalu dari hadapan Denny yang sepertinya
sedikit surprised dengan kata-kataku barusan.
“mandi bareng?” aku menoleh ke
arahnya dan langsung melotot! Gila apa! Ini kan tanggal merah, sudah pasti
penghuni kost pada ngejogrok, nggak kemana-mana. Dan yang aku hapal sekali,
mereka pasti kongkow di depan kamarnya mas Rahardian. Itu kan deket banget sama
kamar mandi. Dan apa tadi usul Denny? Mandi bareng? Mimpi saja!
“oke, nggak juga nggak papa.”
Sepertinya Denny paham dengan arti dari pelototan aku tadi. Aku segera
menyambar handuk dan perlengkapan mandiku langsung menuju kamar mandi. Aku
sengaja berlama-lama di kamar mandi, toh kamar mandi yang satunya sudah selesai
direnovasi ini jadi tidak bakal mengganggu kenyaman penghuni kost lain. Oke,
hal ini cepat atau lambat bakal terjadi okay? Jadi aku hanya perlu rileks.
Urusan nanti enak atau tidak bisa dipikir sambil jalan. Gani! Ayo kamu bisa!
Aku menghembuskan nafas secara perlahan. Mencoba mensugesti diri sendiri bahwa
semuanya akan terasa menyenangkan. Bahwa tubuhku adalah tubuh yang paling di
inginkan oleh Gani (kalau yang ini tidak hanya sugesti, namun juga doa).
Setibanya aku di kamar, ternyata
Denny sudah menyiapkan sarapan untukku. Hmm, baunya enak ni.
“kamu ganti baju dulu, abis itu kita
sarapan bareng. Aku uda beli buat kamu.” Aku hanya tersenyum sambil
menganggukan kepalaku. Menutup pintu kamarku, tidak lupa juga untuk menguncinya
dan langsung memakai kaos dan celana pendekku.
“suapin.” Rengekku manja begitu
sudah di depan Denny. Terkadang, kita hanya perlu bersikap apa adanya kita saat
sedang berduaan dengan pacar kita kan? Denny mendecakkan lidahnya walaupun
akhirnya menyuapiku.
Selesai sarapan, kita hanya
peluk-pelukan di atas ranjang. Walaupun jujur aku lebih suka seperti ini
ketimbang sex (mungkin karena aku belum pernah berhubungan sex?), jadi saat
Denny mencium bibirku, aku sedikit waspada. Dalam hati aku menyuruh semua
system titik rangsangku untuk waspada. Hmm, tapi mungkin karena ciuman Denny
yang enak. Aku pernah bilang kan kalau bibirnya Denny itu manis? Aku terlena,
dan walaupun Denny mulai memelorotkan celana pendekku dan aku merasakan itu,
aku tidak berusaha menahannya.
“aku hanya ingin kamu rileks. Bilang
stop kalau kamu mulai ngerasa nggak nyaman.” Demi Tuhan, sensasi ini lebih
menyenangkan efeknya daripada onani, lalu kenapa aku harus berkata stop? Dan
hei, sejak kapan Denny seahli ini? Dulu, dan itu kurang lebih seminggu yang
lalu Denny pernah mengajakku bercinta dan rasanya tidak seperti ini. Maksutku,
gaya bercintanya ‘cowok banget’, yaitu cepat-cepat pengen nancep! Itu mungkin
yang membuat aku tidak nyaman waktu itu. Sekarang? Gaya bercintanya mengatakan
bahwa dia adalah ‘pria dewasa’. Sentuhan-sentuhan jarinya di kulitku,
ciuman-ciuman yang dia daratkan di bibir, leher dan seluruh kulitku membuatku
menggelenyar. Ini menyenangkan sekali. Aku merasa dihargai, diinginkan dan
dicintai.
Denny membalikkan tubuhku! Shit! Dia
pasti sekarang melihat bintik hitam di punggung atasku, bekas jerawatku. Oh,
not now. Aku sudah menyiapkan mental jika dia akan berhenti. Namun nyatanya
tidak. Dia malah menciumi punggungku dengan intens. Satu pertanyaan yang ada di
kepalaku, Denny suka dengan jerawat? Lupakan! Daripada nanti menurunkan
libidoku.
“boleh aku membukanya?” aku tidak
percaya Denny meminta ijin untuk membuka kolorku. Maksutku, saat kita bercinta
sepertinya membuka pakaian pasangan itu sangat dianjurkan. Aku hanya mengangguk
lemah. Aku sangat takut jika membuka bibirku, yang keluar malah desahan erotis.
Aku tidak ingin mengucapkan desahan erotis. Emm, belum saatnya.
Sekarang Denny mungkin sudah melihat
adekku dibawah sana berdiri dengan gagah. Ya, aku kan pria normal. Jadi
dirangsang seperti itu, barang tentu sudah bisa membuatku on fire. Dan tanpa
malu-malu dia mulai menciumi tititku. Oh stop! Kita skip saja bagian ini. Aku
tidak ingin aku onani didepan laptopku saat aku mulai menulis bagian ini. Stop!
Oke? Kita skip saja, aku yakin imajinasi kalian lebih bermain.
“aku merasa menjadi pria seutuhnya
sekarang.” Kata Denny sambil membawaku ke pelukannya. Seperti kataku tadi, kita
skip adegan tusuk-menusuknya. Aku belum siap mental untuk menulisnya dengan
baik dan benar. Wait! Apa kata Denny tadi? Menjadi pria seutuhnya? Lalu apa
denganku?
“berarti aku harus merasa sudah
menjadi wanita seutuhnya.” Kataku masam. Denny langsung tergelak.
“bukan begitu maksutku cintaku.”
“lalu? Kamu menggagahiku, dan kamu
merasa menjadi pria seutuhnya. Aku? Aku kan digagahi!”
“kalau kamu mau, kamu boleh kok
menggagahiku. Itu akan membuat hidupku lebih utuh sebagai pria.” Oh emak!
Apakah sekarang Denny sudah akan menjadi aneh seperti Radit? Atau jangan-jangan
dia Radit yang tengah menyamar?
“ya, lain kali aku ingin
mencobanya.” Denny terlihat kaget.
“hei, aku hanya basa-basi tadi!” apa
maksutnya? Jadi dia tidak mau menjadi bottom? Apa-apan itu!
“aku pegang kata-katamu tadi. Jelas
kamu ingin menjadi pria seutuhnya kan?” tanyaku sambil menggodanya.
“God-help-me!!” aku hanya bisa
menyeringai melihat tingkah berlebihannya.
Tbc. . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
leave comment please.