FOLLOW ME

Jumat, 01 Februari 2013

CINTAKU DIBAGI TIGA chapter ten


Aku berjalan pelan kedalam kelas dengan Beno dibelakangku. Aku sedikit was-was, karena pasti Ian sudah menyebarkan event terakbar kemaren siang. Mendengar Beno yang cekikikan dari tadi, aku pun menoleh dan melirik tajam ke arahnya. Satu yang aku heran, kenapa Beno nggak komen tentang penampilanku ya? Wajahku yang makin bersinar kek, karena semalem udah maskeran. Atau seragamku yang rapi banget gitu.
“Do shut up, please?” kataku dengan senyum seramah mungkin. Beno malah makin kenceng ketawa. Susah emang.
Aku celingukan dan langsung duduk di bangkuku. Mudah-mudahan Ian belom nyebarin berita kemaren siang atau kalau nggak Ian udah lupa sama kejadian kemarin itu. Kejedot tembok kek, atau apa kek, biar dia amnesia. Tapi sepertinya itu mustahil banget.
“Gan, bener ini poto lo?” Elliot yang baru aja dateng langsung nyodorin ponselnya ke arahku. Disitu, aku bisa melihat dengan jelas, aku yang tengah mengangkat kakiku waktu akan bonceng Beno. Sial, kenapa tu robekan jadi kayak gede banget ya? Beno yang sudah duduk dibelakangku langsung menyambar ponsel Elliot. Dan tawanya langsung meledak.
Ya. Ya. Ya. Ya.
Tertawalah sepuas anda. Sumpah! Bisa gila aku!
“dapet darimana Ell?” tanyaku panic.
“Ian, semalem lewat MMS.” Ampun dah. Tamat sudah harga diriku. Dan ternyata hampir semua anak cowok mendapat MMS dari Ian. Pertanyaannya adalah, kok bisa sih angle nya tepat banget gitu? Walaupun itu foto dari belakang, dan wajahku sama sekali tidak tampak tapi tetap saja, itu kan FOTOKU!
“cie cie cie, Gani! Hot banget sih sempaknya! Merah uiy!” aku menoleh ke arah Tantra yang duduk sebangku dengan Beno.
“thank you. Mau lihat isi dalem sempaknya sekalian nggak?” kataku ramah. Seramah pramuniaga melayani customer.
“hoek! Najis!” aku melirik sebal sebelum akhirnya menghadap lagi ke depan.
Hari ini aku sukses jadi gurauan anak-anak sekelas. Sepertinya mereka benar-benar puas sudah menyiksaku. Tapi emang sih, robeknya gede banget. Aku juga heran. Robek segitu gede kok aku nggak nyadar ya dimana kejadian pas robeknya. Beno juga tidak membantu, dia malah asyik ikutan ngikik atau bahkan ketawa kalau ada yang sedang meledekku. Sial, aku termakan rayuannya untuk masuk hari ini dan dia cuek banget gitu.
Untung saja hari ini jam pelajaran full nggak ada yang kosong. Paling tidak, itu sedikit membantuku. Membuat anak-anak teralihkan untuk sementara waktu. Aku membereskan buku-bukuku sebelum akhirnya memasukkannya ke dalam tas dan bersiap-siap mau pulang.
“Gan, bareng gua atau bareng Beno nih?” teriak Radit yang udah didepan pintu. Aku melirik Beno sebentar dan dia mengangguk.
“bareng Beno gua. Hari ini gua nggak nge gym ya!” aku balas teriak. Radit mengangguk sebelum akhirnya hilang ditelan koridor. Ngeri banget ya ditelan koridor?
Hari ini aku memang ingin menyelidiki Radit. Dengan dibantu Beno tentunya. Sumpah, aku penasaran banget, apa sih yang membuat itu anak getol banget di kegiatan Rohis? Aku memastikan terlebih dahulu, jika hari ini Radit benar-benar tidak akan ikut ekskul. Dan begitu melihat mobilnya yang sudah raib dari parkiran, aku segera melangkahkan kakiku ke Mushola diiringi dengan Beno tentunya. Semua anak-anak Rohis heran melihatku yang berjalan pelan menuju Mushola. Wajar saja sebenarnya, karena hampir dua tahun aku bersekolah disini, aku sama sekali belum pernah menginjakkan kakiku kemari. Keterlaluan sekali ya? Yah, tapi itulah aku. Gani Eka Prasetya.
Beno menunggu di pelataran, dia tidak mau masuk. Padahal aku sudah bilang padanya bahwa masuk mushola bukan berarti dia sudah menjadi mualaf. Tapi dia tetap getol nggak mau masuk. Ya, sudahlah.Terpaksa aku berjuang sendiri. Aku menebarkan senyum termanisku sebelum menghampiri Puspita, cewek yang kebetulan satu kelas denganku. Cewek berjilbab lebar itu tengah berdiskusi dengan cowok manis yang entah kenapa belum aku lihat sebelumnya. Ya mungkin karena lingkungan pergaulan kita berbeda. Dia selalu ke Mushola sedangkan aku lebih sering melihat anak-anak yang sedang latihan basket. Dia sedang sholat, aku mungkin malah tengah tertawa-tawa di kantin. Ampuni aku Tuhan dan jangan cabut nyawaku sekarang. Aku serius.
“hai.” Sapaku pada Puspita. Seperti yang bisa kutebak, cewek itu terkejut bukan maen melihatku yang berada di Mushola.
“eh Gan, ngapain kamu?”
“nyariin Radit. Dia ada nggak?” alibi! Jelas-jelas aku tahu banget kalau Radit sudah ngacir pulang duluan. Hari ini adalah jadwal kita nge gym dan Radit tidak mungkin melewatkan untuk melihat Ethan (salah satu instruktur di tempat fitness centre langganan kita) yang gantengnya setara dengan Jared Letto, vokalis idola kita berdua, aku dan Radit maksutnya.
“oh, kak Radit hari ini nggak dateng. Ada urusan katanya.” Cowok manis itu yang menjawab. Aku melihat tag namenya. Berwarna putih. Anak kelas satu berarti. Pantas aku belom pernah lihat. Risky Prasetya, hmm, kenapa nama belakangnya harus sama dengan nama belakangku sih?
“waduh gitu ya? Oya, nama lu siapa tadi?” Puspita dan cowok tadi menatapku dengan tatapan bingung. Emang kita belom kenalan, itu cowok juga belom menyebutkan namanya. Namun aku pura-pura tidak peduli.
“Risky.” Jawabnya masih dengan agak kebingungan. Aku menjentikkan jariku sama persis dengan gaya Beno kalau sedang menjentikkan jarinya.
“oya Risky! Kelas berapa lu Ris?” Puspita menatapku curiga. Semua teman kelasku memang tidak pernah terang-terangan mengatakan bahwa aku dan Denny dulu pacaran.Tapi aku yakin mereka pernah curiga. Ya, karena sifat cuekku yang kadang-kadang menunjukkan kemesraanku dengan Denny didepan umum. Itu dulu dan kadang-kadang. Sekali lagi, kadang-kadang lho ya!
“1 K 2.” Jawabnya singkat. Sepertinya dia tidak menyukaiku. Aku juga tidak menyukainya, entahlah untuk alasan apa. Aku hanya kurang suka saja dengannya. Kalau cinta bisa tanpa alasan, benci juga bisa dong?
“oke. Kalau gitu duluan ya Pus, Ris!” kataku sambil balik badan dan pergi. Sepertinya aku kalau lama-lama disini bisa terbakar.
“udah?” tanya Beno saat aku memakai sepatuku. Aku menggeleng pelan.
“aku pengen tahu yang namanya Risky Prasetya kelas 1 K 2.” Beno menatapku agak lama sebelum dia membuang nafasnya dengan agak kesal.
“besok bisa kan? Gue pengen ngajak kamu ice skating.”  Moodku langsung drop. Ice skating? Yang benar saja! Apakah Beno tidak tahu kalau aku itu nggak bisa olahraga! Jenis apapun! Dan menurutku ice skating masih masuk dalam salah satu jenis olahraga.
“any idea except ice skating?” tanyaku dengan sedikit penekanan pada kata ice skating.
gue ajari nanti.” Beno tersenyum. Nih anak pasti bakal ngerjain aku. Aku sudah siap akan mengatakan keberatanku, namun Beno mendahuluiku.
“atau lo pulang sendiri?” sial nih anak.
***

Aku guling guling diatas kasurku dan hal itu sukses membuat Radit yang tengah berkutat dengan laptopnya menghentikan kegiatannya sejenak dan menoleh ke arahku.
“lo gila ya? Ato depresi?” aku bangkit dari ranjang dan duduk di tepi kasurku.
“lo nggak bakalan percaya sama apa yang terjadi sama gua sepulang sekolah tadi!” Radit langsung memutar kursinya dan menghadapku sekarang.
“kenapa? Lu diperkosa Beno? Atau lu dikeroyok preman rame rame? Trus disodomi?” aku mengkernyitkan dahiku.Takjub dengan pemikiran Radit yang luarbiasa.
“diperkosa Beno sih masih bisa gua tolerir, tapi dikeroyok preman trus disodomi? Nggak deh kayaknya. Makasih, tapi buat lu aja preman-premannya.”
“sial lo! Emang kenapa lu tadi siang?”
“gua bisa ice skating!” seruku garing. Buat sebagian orang, mungkin ice skating adalah hal yang biasa. Biasa banget malah. Buatku? Itu luar biasa! Unbelievable!
“yakin? Nggak lagi ngibul kan lo?” Radit kini menatapku dengan raut tidak percaya.
“yup, Beno yang ngajarin gua.” Seketika itu aku melihat wajahnya yang agak sendu. Namun tidak lama. Wajahnya kembali terlihat biasa-biasa saja. Apakah Radit masih menyukai Beno? Aku jadi tidak enak sendiri.
“Dit, kenapa sih lu akhir-akhir ini sibuk banget? Kita uda jarang banget pergi bareng.” Radit mengalihkan wajahnya. Wajah sendu itu terlihat lagi walau hanya sekilas. Radit hanya diam. Aku yang menunggunya membuka mulut pun jadi tidak sabar.
“lu masih suka sama Beno?” tanyaku kemudian. Radit menggeleng.
“lu suka sama gua?” kataku nggak tau malu. Radit menatapku sesaat lalu menggelengkan kepalanya lagi. Jujur, ada sebersit kecewa yang tiba-tiba menghantamku.
“lu lagi PDKT sama Risky?” aku masih saja bertanya. Aku juga tidak tahu kenapa tiba-tiba nama Risky muncul di benakku.
“lo tau darimana?” jadi benar Radit sedang PDKT dengan Risky. Sebersit kecewa itu semakin menganga. Ada apa denganku? Kenapa rasanya seperti tidak rela? Ah, mungkin ini efek karena aku sedang gelisah saja.
“nggak dari siapa-siapa. Good luck ya buat PDKT nya.” Kataku pelan sambil membaringkan tubuhku diatas ranjang dan mencoba untuk mulai terlelap. Kenapa aku jadi nggak enak hati banget sih?
Aku masih belom terlelap, sementara Radit yang tidur disampingku sudah mulai mendengkur pelan. Aku balik badan memunggungi Radit, mengambil nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Entah kenapa aku jadi mengingat-ingat kejadian dulu. Saat aku dan Radit pertama bertemu. Aku yang menganggap bahwa aku dan Radit tidak akan cocok, sekarang malah jadi sahabat dekat.
Sial, lamunanku malah makin ngawur. Aku mengingat kejadian tadi sore sewaktu aku dan Beno pulang setelah kita puas ice skating an. Ceritanya gini nih.
Waktu itu emang sudah mendung.Tapi karena aku nggak ngerasa bakal ujan, aku dan Beno nyantai aja. Nyantai banget sih sebenarnya. Motor juga melaju nggak terlalu kencang. Anehnya, pada saat gerimis Beno bukannya memacu motornya lebih kenceng, dia malah menepi. Dan memberikan sweaternya untukku.
“pake aja, takutnya ntar ujan gede.” Aku sukses bengong. Maksutku, bukannya dia didepan? Lebih butuh sweater ini daripada aku? Ya kan?
“lha lu gimana Ben?”
“udah nggak papa, gua mah tahan cuaca ekstrim.” Lagaknya, tapi nggak papa lah. Sweater Beno ini. Tapi ternyata cuaca emang nggak lagi sahabatan ma aku. Mungkin dia sedang marah sama aku. Bisa gitu ya?
Yang tadinya gerimis tiba-tiba makin kenceng ujannya. Karena udah deket, Beno terjang terus.D an ini pendapatku. Pendapatku lho ya, cowok yang lagi pake seragam SMA pas badan, tanpa kaos dalam, kena ujan dan basah, itu terlihat sangat luar biasa seksi. Itu yang aku lihat dari Beno. He’s so sexy.
“makasih ya? Mau mampir dulu nggak? Nunggu sampai ujannya reda?” tawarku pada saat Beno sudah sampai dirumahku, rumah Radit maksutku.
“nggak usah, gua langsungan aja. See ya!” kata Beno sambil melambaikan tangannya sebentar. Aku hanya tersenyum.
Aku sekarang tidak sedang memeluk sweater Beno ya! Sweater Beno sudah aku cuci dan aku jemur di atas. Aku nggak yakin kalau aku sudah jatuh cinta lagi. Pada Beno. Sangat tidak yakin. Karena kadang-kadang hatiku masih deg-deg sir kalau bertatap muka dengan Denny. Hh, ribet banget ya.Tidur aja lah.
***

Aku melirik Beno beberapa kali. Itu anak pucat banget. Kayaknya dia tumbang karena kemaren terjang ujan gede gitu aja. Aku berbisik pada Tantra supaya mau tukar duduk sebentar saja. Tantra langsung mengiyakan. Mengingat nanti bakal ada ulangan, rasanya bukan hal yang luar biasa jika Tantra sangat antusias duduk sebangku dengan Elliot. Si cowok ranking satu.
“lu nggak kenapa-napa kan?” aku menatap cemas pada Beno.
“nggak papa. Sehat-sehat aja kok. Kamu gimana? Nggak flue kan gara-gara kemaren?”
Did he use ‘kamu’ not ‘lo’ again?
“gua sih baek-baek aja. Sehat banget malahan.” Beno tersenyum menatapku. Bolehkah aku berharap kalau Beno kayaknya naksir aku? Boleh? Perhatiannya itu lho, walaupun dia tengil, rese, jahil, tapi boleh dong aku sedikit berharap?
“bagus deh, soalnya kalo kamu flue ntar bakal nularin aku!” kata Beno kemudian.
Jiah, bunuh saja aku!
Namun sepertinya anggapan Beno bahwa dirinya baik-baik saja tidak sepenuhnya tepat. Begitu jam pelajaran ketiga, wajahnya udah parah banget. Pucat! Aku mengacungkan jariku saat Pak Asril menjelaskan tentang apalah itu aku kurang tahu.
“iya, kenapa Gani? Ada yang tidak jelas?” tanya Pak Asril kalem. Ada yang tidak jelas? Sepertinya Pak Asril lagi mabok, itu mah bukan nggak jelas lagi namanya tapi udah nggak ngerti sama sekali! Sejak insiden dulu itu, dimana gara-garanya juga disebabkan oleh Beno, Pak Asril jadi hafal sekali dengan namaku.
“tidak pak, saya ijin mengantar Beno ke UKS pak. Dia sakit.” Beno yang duduk disampingku langsung melotot, tapi tidak begitu aku pedulikan.
“ya sudah. Silahkan.”
“terima kasih pak.” Kataku pelan sambil berdiri menuntun Beno. Gila, badannya aja panas banget. Pantesan ni anak pucat banget wajahnya.
Setelah diperiksa dokter jaga, yang kebetulan belum pulang. Biasanya dokter jaga di sekolahku pulang jam sepuluh pagi. Beno disuruh istirahat di UKS setelah sebelumnya disuruh minum beberapa obat.
“kamu tadi apa-apaan sih Gan!” aku tidak memedulikan ucapannya, namun menyuruhnya sedikit bergeser.
“gua lagi males banget dengerin si Asril ngoceh. Lagian gua ngantuk banget. Biarin gua tidur barang sejenak. Bisa?”
“jadi kamu manfaatin aku?” aku melihatnya dengan pandangan tajam. Lalu menyentuh keningnya dengan tanganku.
“lu emang lagi sakit Ben. Hargai perhatian gua, okay?” Beno tidak berkelit lagi, dia langsung mengangguk.
“atau mau gua peluk?” tawarku sebelum akhirnya mendapat anggukan dari kepalanya. Aduh, tadi kan aku Cuma basa-basi. Tapi karena aku sudah menawari, aku pun harus bertanggung jawab dengan tawaranku. Setelah menarik selimut menutupi tubuhku dan tubuh Beno, aku segera memeluknya.
“sleep well Ben.” Kataku pelan sebelum malah aku yang tertidur duluan. Aku ngantuk berat.
Tidurku mulai terusik saat aku mendengar suara-suara berisik di sekitarku. Aku membuka mataku perlahan. Dan agak surprise dengan apa yang kulihat. Ada Elliot, Tantra, Radit juga.
“yang sakit siapa, yang molor siapa!” ini kata Radit begitu dia menyadari bahwa aku sudah bangkit dari tidurku. Aku melenguh pelan sebelum akhirnya, menyadari keadaanku.
“kok pada disini?” tanyaku kebingungan.
“lagi istirahat kedua nih Gan! Makanya jangan molor mulu!” Radit lagi nih. Aku memutar kedua bola mataku. Dan baru sadar kalau Beno masih memelukku. Dia dalam posisi duduk, dan tangannya melingkar secara alami dipinggangku.
“kita balik dulu ya! Udah bel nih. Kalian berdua ijin pulang aja kali! Udah jam segini juga.” Kenapa tu ide nggak terlintas dari tadi ya? Ya iyalah, orang aku aja molor! Aku segera melesat. Meminta ijin pulang. Aku sudah nggak selera buat mengikuti pelajaran lagi. Nanti malam gampang lah nyalin catatan punya si Radit.
“cepet banget ngurusnya?” tanya Beno begitu aku sudah kembali dengan kertas ijin pulang untuk satpam sekolah.
“udah sih, nggak usah rempong. Yuk buruan!” aku sedikit bingung sekarang. Dengan kondisi Beno yang sudah limbung begini, nggak mungkin dia yang megang motor. Dan aku? Aku belom pernah megang motor cowok. Apalagi Honda CBR gini. Tapi apalah mau dikata. Aku harus. Ternyata nggak susah-susah banget, tapi susah aja. Kerasa lebih berat. Yang penting selamet kan ya? Nggak usah lah aku ceritain kalau tadi aku hampir nabrak tukang siomay yang lagi dorong gerobaknya atau aku yang hampir nyerempet truk yang jelas-jelas diam tak bergerak. Sepertinya aku memang harus membiasakan diri dengan motor jenis ini. Oya, aku juga nggak perlu gembar-gembor kalau tadi aku hampir jatuh karena kaget setengah mati di klakson dari belakang oleh sopir angkot.
Tu sopir angkot gila ya, nggak tau apa ini pertama kalinya aku megang motor cowok. Sontoloyo!
Begitu sampai di rumah Beno, aku dibuat bingung lagi. Badan Beno makin panas. Baju seragamnya saja sudah basah karena keringat. Maklum lah coy, Jakarta jam satu siang tu panasnya kayak neraka bocor.
“ada es batu nggak Ben?”
“di dapur Gan, ada di kulkas.” Tanpa membuang waktu lagi, aku langsung menuju dapur. Rumah ini sepi, nggak ada siapa-siapa waktu aku dan Beno tadi dateng.Tak lupa aku juga mengambil baskom dan mengisinya denga air setengahnya.
“punya anduk kecil?” tanyaku begitu sudah sampai di kamar Beno lagi.
“tu, ada di almari. Bagian bawah Gan!” Beno berkata dengan lirih.
Jujur aku sedikit terkejut dengan apa yang aku lihat. Ternyata Beno punya celana dalam model yang cukup seksi. Yang bagian pantatnya Cuma tali doang itu. Beno sering pake nggak ya? Sumpah, aku malah jadi ngalamun jorok.
“Ben. . .” panggilku lirih. Beno tidak menjawab. Aku sebenarnya pengan nanya dia sering pake nggak itu celana dalam? Tapi sama sekali nggak ada jawaban. Aku menoleh dan mendapati Beno setangah pingsan setengah sadar.Gimana ya ngejelasinnya? Kondisi dimana, Beno masih sadar, tapi dia juga sepertinya tidak sadar. Ya begitulah.
“gila, bajunya kok bisa basah kuyup gitu ya? Parah banget keringatnya.” Aku langsung bertindak cepat. Setelah sebelumnya mengambil piyama dari almari. Lucu juga, ternyata Beno kalau tidur masih pake piyama. Berasa kayak waktu kecil dulu.
Aku segera melepas seragam dan celana abu-abunya dan sedikit tercekat saat mau melepas celana dalamnya. Shit! Ntar kalau aku malah jadi nafsu gimana?
Gani! Please! Bukan saatnya mesum! Kataku dalam hati berusaha mengingatkan diriku sendiri.Dengan sangat perlahan aku melepaskan celana dalam yang dipakai Beno. Kalau kalian tanya apakah aku menikmatinya, Ya! Aku sangat menikmatinya. Gila saja, aku tengah menelanjangi cowok paling keren seangkatanku!
Titit Beno bagus walau dalam keadaan lemas. Bulu-bulunya juga cukup rapi. Lho? Ini bahas apaan ya? Ngelantur!
Setelah aku mengganti baju seragamnya dengan piyama, aku langsung mengompres kepalanya. Aku jadi babysitter sekarang. Lagi asyik-asyiknya melihat buku album foto-foto Beno dari masa kecil hingga sekarang, tiba-tiba saja ada yang melesat masuk ke kamar Beno.
Damn it!
SAMUEL YOGA WICAKSONO here.

Tbc. . .
Chapter 11 soon,.

5 komentar:

  1. aq pngn... Gani.. Beno. dn Denny.. ktm dlm waktu yg bersaman ... ky nya feeling nya dpt bngt deh....

    BalasHapus
    Balasan
    1. mungkin nanti di session dua,.
      soalnya session satunya uda tamat,.
      hhehe,.
      ada 14 part,.

      Hapus
    2. wow.. bkl pnjang donk ni crt.... hebat...semangt y wlw blm rame di sini...

      Hapus
    3. first love never die ya kan?
      aduh apa sih,.

      Hapus

leave comment please.