Melihat Yoga hanya dengan kaos
buntung dan celana denim pendek memang sangat langka. Dia terlihat seperti
masih bocah. Dan sekarang aku tidak tahu harus berbuat apa. Say hello? Takutnya
nanti dianggap sok kenal sok dekat. Senyum? Aduh, aku takutnya Yoga jatuh
cinta. Serba
salah jadinya.
“Eh, lo yang minjam jas lab gue
kemarin dulu itu kan?” aduh, dia masih ingat saja. Padahal itu kejadian kapan
ya? Aku
saja sudah lupa.
“Iya. Kan sudah aku balikin kak.”
Yoga mengangguk dan tersenyum tipis. Yoga memang jauh lebih keren dari
Beno. Haduh!
“Lo temen sekelasnya Beno ya?”
tanyanya sambil melangkah mendekat. He’s so yummy. Aku hanya mengangguk.
Bingung sumpah, secara dulu aku pernah ngefans gila-gilaan sama ni anak.
“Eh, kenapa lo Ben? Sekarat?” kali ini
pertanyaan itu lebih diajukan untuk adiknya yang tengah terbaring dengan mata
terpejam. Ini orang rada stress kali ya, udah tahu matanya merem gitu masih
saja ditanya, jelas saja diam tidak menjawab.
“Iya kak, tadi Beno hampir pingsan
di kelas.” Jawabku menggantikan Beno. Kan kasihan banget tu Yoga udah
nanya kaga ada yang jawab-jawab.
“Pingsan? Serius lo?” Becanda Yog!
Anak tengil kayak Beno mana mungkin bisa pingsan.
“Iya kak.” Sumpah, aku mati gaya.
“Eh, lo mau minum apa? Biar gue
ambilin. Udah
makan belom?”
“Terserah kakak saja, tapi kalau ada
sih aku lagi pengen jus kak.” Kalian boleh bilang aku keterlaluan, tapi sumpah
aku memang haus banget! Dan kayaknya minum jus buah itu sesuatu banget.
“Ya sudah, bentar ya.” Yoga keluar kamar lagi. Ternyata dia nggak
semenyebalkan adiknya. Aku
mengalihkan pandanganku dari Beno yang tengah tertidur pulas. Aku baru tahu
kalau tenyata Beno ngefans berat sama Beyonce dan juga Twilight saga. Hampir di semua dinding
kamarnya ada poster diva cantik itu dan juga beberapa poster Twilight. Ngefans atau obsesi
pengen jadi Beyonce ya? Hhehe,
becanda. Aku
juga suka Beyonce, jujur aku akui performance Beyonce diatas panggung itu
memang asyik banget.Tapi aku nggak begitu ngefans banget. Sekedar suka saja. Aku
still big fans dari seorang Justin Timberlake. Bahkan kalau aku boleh jujur
lagi nih ya, aku pernah menyumpah-nyumpahi Britney Spears karena dia begitu
bodoh melepas Justin begitu saja. Seandainya aku yang menjadi Britney.
Hey! Ini hanya seandainya ya, bukan
berarti aku pengen menjadi wanita. BIG NO!aku masih sangat bersyukur dilahirkan
sebagai laki-laki.
“woi, ngalamun aja!” Yoga menepuk
punggungku pelan .Aku
menengok dan tersenyum keki. Gila, sejak kapan nih anak masuk ya? Jangan bilang
Yoga sudah lama masuk terus dia memergoki aku yang tengah senyum-senyum sendiri
membayangkan bahwa aku adalah Britney Spears. Gila saja, tengsin abis bos!
“nggak kok.” Jawabku ngeles apa
adanya. Jelas banget sudah ketahuan lagi ngalamun masih nyangkal.
“Ini jusnya. Sorry lama, gue kupas
dulu kulitnya biar enakkan. Suka mangga kan?” gila, ini cowok baek banget.
Padahal dulu aku kira ini anak jutek. Lagipula, jelas harus dikupas dulu
lah. Emang
ada gitu ya jus mangga beserta kulitnya? Lo kira gua
kuda lumping!
“Makasih kak, maaf jadi ngerepotin.”
“gak apa-apa. Santai aja lagi. Kalau mau makan tu ada di
atas meja makan. Gue
tinggal ke kamar dulu ya?” ikut dong Yog, pengen banget aku jawab gitu.Tapi
tetep ya, tengsin. Emang
aku cowok cakep apaan. Cakep?
Dari hongkong!
“Iya kak.” Selepas kepergian Yoga,
aku kembali bengong. Mau
ngebangunin Beno nggak enak, tu anak molornya udah kayak kebo. Mau lanjut ngalamun lagi juga
udah males. Mending
ikutan tidur sajalah.
Aku segera merangsak ke atas ranjang
yang ditempati Beno. Anggap
saja ini tidur siang seri kedua.
***
Hari ini Beno nggak masuk. Itu anak, sepertinya
masih terkapar tidak berdaya diatasa ranjangnya. Dan dampak dari
ketidakhadiran Beno di kelas ini sudah pasti membuat Tantra gelisah. Sepertinya Tantra
kehilangan sense of cerianya hari ini. Bahkan, dia mencetuskan ide paling
gila dan nggak banget. Nyembunyiin
buku paket PKn nya si Genta. Cowok yang sekarang duduk sebangku sama Denny.
Anehnya, anak-anak cowok belakang pada setuju banget. Termasuk aku. Bayangin
saja, jam-jam segini ini kan otak sudah terkuras abis. Jadi sedikit keisengan
mungkin bakal bikin otak jadi fresh sedikit.
“iseng aja.” Ini yang dikatakan oleh
sang pencetus ide. Tantra Satriya. Dan bagaikan terikat dalam sebuah
organisasi rahasia semua anak-anak cowok belakang mengangguk hikmat.
Pelajaran seperti PKn, Fisika,
Bahasa Indonesia dan berbagai jenis pelajaran yang masuk dalam kategori
membosankan, memang memerlukan kemauan yang lebih keras.Tekad yang membara dan
semangat juang yang membaja. Kedengarannya
memang seperti dilebih-lebihkan, namun itu faktanya. Apalagi keisengan yang
dipelopori oleh Tantra ini bisa bikin sedikit hahahihi, minimal sepuluh menit
pertama sebelum mulai belajar lagi, jelas adalah anugerah terindah.
Karena baru saja jam pelajaran
kosong, banyak anak-anak yang masih nongkrong di luar atau di kantin. Dengan
leluasa, Tantra menarik tas Genta yang disimpan didalam laci dan mengeluarkan
buku paket PKn dari sana lalu melemparkannya ke arah Ian. Ian dengan gesit
menangkapnya lalu menyembunyikannya di laci mejanya.
Begitu lima menit sebelum bel
pergantian pelajaran berbunyi, anak-anak sudah memasuki kelas. Dan Genta
langsung menyadari bahwa buku paket PKn nya raib saat dia hendak menyiapkan
buku-buku untuk pelajaran PKn. Dan sepertinya Genta tahu bahwa yang
menjahilinya adalah anak-anak deretan belakang. Genta langsung menghadap
belakang dengan berkacak pinggang. Aku pura-pura pasang tampang tidak tahu. Walaupun dalam hati sudah
cekikikan geli.
“Siapa yang ngumpetin buku paket PKn
gue? Elo Gan?”
“Nggaaaak!Enak aja lu nuduh gua!”
kataku dengan emosi dibuat kesal.
“Elo ya Tan?” kali ini mata Genta
udah mulai melotot. Aku makin cekikikan dalam hati.
“Nggaaaaak!” Tantra menjawab sambil
geleng-geleng kepala kuat-kuat. Melihat
ekspresi tidak bersalah Tantra, cekikikan ku makin menjadi.Tapi masih dalam
hati cekikikannya.
“Nggaaaaak! Bukan gue lho.” Belum
ditanya Ian sudah menjawab. Kali
ini aku cekikikan walaupun lirih.
“Ampun dah! Balikin buku gue dong
cepet! Bentar lagi Bu Eka dateng nih!” si Genta kayaknya mulai gusar. Dan itu
membuat Denny melemparkan pandangan garangnya ke arahku. Aku hanya mengangkat
bahuku menjawab tatapan Denny yang jelas sepertinya iba dengan nasib teman
sebangkunya.
Sampai Bu Eka dateng, nggak ada satu
anak pun yang mengaku telah menyembunyikan buku paket milik Genta.
“Buku paket gue woi! Bu Eka udah dateng tu!”
ucap Genta sambil menghadap belakang. Suaranya lirih dan memelas banget.
Namun tetap saja, cowok-cowok di
deretan bangku belakang tidak ada yang mau mengaku. Mereka malah memandangi
Genta dengan senyum-senyum. Tantra
malah sudah makin menjadi cekikikannya. Anak-anak belakang, termasuk aku sama
sekali tidak menyangka bahwa Genta akan bersuara lantang tepat sebelum Bu Eka
membuka mulutnya untuk mengucap salam.
“BUUU EKAAA. . .! BUKU SAYA
DIUMPETIN SAMA ANAK-ANAK COWOK BELAKANG!!!” awalnya aku hanya bisa tercengang,
namun kemudian tawaku langsung meledak yang diikuti oleh Tantra, Ian dan
anak-anak cowok belakang lainnya. Bahkan, sekarang seisi kelas ikut tertawa.
“woiy, Genta tukang ngadu! Nggak
usah ditemenin aja!” seruku mengimbangi tingkah Genta yang mirip anak SD.
“BUUU! KATA GANI SAYA TUKANG NGADU!
TRUS KAGA BOLEH DITEMENIN!” seru Genta makin kenceng. Mirip anak TK sekarang.
Seisi kelas tertawa lagi.Tawa yang
agak berbeda dan sedikit membuatku menerawang masa-masa SD dulu. Hujan-hujanan
sepulang sekolah saat musim hujan dengan sepatu yang dimasukkan kedalam tas.
Atau kalau nggak nginjek sepatu baru teman-teman, istilahnya tu kenalan. Yang
paling seru tapi nggak banget itu ngejek nama orang tua temen kita. Ya Tuhan,
masa-masa itu. Masa
SD ku dulu.
Siswa SD sekarang mana mungkin
seperti itu. Anak-anak
SD jaman sekarang mungkin sudah tidak mengenal petak umpet, beteng-betengan,
kelereng atau nggak tongpolo. Mereka
lebih mengenal internet, playstation atau game-game lain yang lebih modern. Jaman memang sudah
berganti. Lha
kok?
“Kalian ini apaan sih?” Bu Eka memandang
anak-anak belakang dengan dahi berkerut dalam. “Kayak anak SD saja. Kembalikan
buku milik Genta! Kita akan mulai pelajaran. Jangan buang-buang waktu!”
Segera saja, buku yang tadinya
disembunyikan oleh Ian sudah berpindah tangan kepada pemilik aslinya. Namun, sepertinya Bu Eka
tidak bisa begitu saja menyia-nyiakan kejadian tadi. Keluarlah pidato ala Bu
Eka, dimana beliau mengatakan bahwa menyembunyikan buku yang bukan miliknya
sendiri merupakan perbuatan tidak terpuji. Bahkan, Bu Eka dengan
jelas mengatakan bahwa hal ini sangat bertetangan denga sila-sila Pancasila.
Aku memutar kedua bola mataku bosan.
Merasa jengah sendiri dengan pidato Bu Eka yang paling tidak akan memakan waktu
kurang lebih setengah jam sendiri. Bu Eka attack!
Istirahat kedua aku gunakan untuk
merapikan catatan biologiku yang awut-awutan. Dengar-dengar dari kelas
sebelah sih, kemaren ada pemeriksaan catatan gitu, jadi aku mau tidak mau harus
merapikan catatanku. Untung
Elliot komplit banget catatannya. Rapi jali lagi. Lagi asyik-asyiknya
nyalin catatan Biologi milik Elliot, aku merasakan ada orang yang duduk
disampingku. Dan sedikit surprise saat tahu bahwa Denny lah yang duduk
disampingku.
“kamu sekarang kayak dulu lagi.
Iseng, pemales dan tukang bolos.” Aku sedikit terusik. Apa maksutnya tu
kata-kata Denny tadi? Dia mau mengingatkan aku atau gimana? Mengingatkan bahwa semasa
aku pacaran dengan dia, aku tidak sebandel sekarang begitu?
“aku kan udah bilang dulu, jangan deket-deket Beno.” Aku menghentikan
kegiatan menyalinku sebentar lalu menghadap Denny.
“mau kamu apa sih Den?” Denny
sepertinya agak tercekat mendengar nada bicaraku yang agak ketus.
“aku Cuma pengen kamu jadi anak yang
berprestasi. Itu saja!”
“otak kamu sama otakku tu beda.
Maaf, ini aku yang sekarang.” Kataku cuek sambil kembali nyalin catatan Biologi
milik Eliiot. Untung dikelas nggak ada bocah sama sekali.
“bukan disitu masalahnya! Kamu itu
beda tahu sekarang! Udah diapain aja kamu sama Beno? Kissing? Pitting? Atau
malah udah ngeseks?” Ya
Tuhan. Apa
separah itukah aku dimata Denny sekarang? Dia pikir aku semurah itu mengobral
tubuhku kemana saja?
“Den, kalau aku boleh bilang kamu
mending get away from me for a while! Ini hidup aku! Dan kamu bukan siapa-siapa
aku lagi sekarang.” Denny
menarik nafas panjang perlahan.
“Didn’t you remember the last time we had sex?” aku
tercekat. Aku tidak pernah lupa Den! Demi Tuhan! It’s my first time. Bahkan
sangat ingat tempat-tempat dimana kamu menyentuhku dan membuatku serasa orang
paling bahagia di dunia.Tapi itu dulu.Sekarang semua sudah berubah.
“aku masih ingat dengan jelas. Dan
aku masih berharap, suatu saat nanti kamu akan berada dipelukanku lagi.” Kata
Denny lirih sebelum akhirnya meninggalkanku yang terpekur sendiri.
Aku hampir bisa menghapusmu dari
hatiku Den! Kenapa sekarang kamu ingatkan aku lagi dengan kenangan itu? Niatku untuk menyalin
catatan Biologi milik Elliot jadi hilang. Persetan!
***
Aku ingin sekali meluapkan emosiku
dengan curhat.Tapi sepertinya itu juga tidak kesampaian. Radit tengah sibuk dengan
klub Rohisnya. Dan
mungin juga tengah sibuk dengan cem-cemannya si Risky. Aku bingung, curhat sama
siapa ya? Nggak mungkin sama Elliot. Gila, yang tahu aku maho kan Cuma Radit
sama Denny doang. Masa iya curhat sama Denny? Nggak deh! Orang yang mau
dicurhatin kan tentang dia!
Akhirnya aku membuka facebook lewat
ponselku. Berhubung aku pelajar yang uang kirimannya belum dikirim terpaksa aku
menggunakan zero facebook. Halah, ngeles banget! Langsung tanpa basa-basi aku
update,
Get
away from my mind!!
Berhubung hari ini juga Beno nggak
masuk, terpaksa lah aku naek bus.Tapi aku tidak sendiri, aku barengan Elliot
jalan ke terminalnya.
“lo langsung pulang Gan?” tanya
Elliot sambil menggigit batagor yang barusan kita beli didepan sekolah.
“he eh. Pengen molor gua.”
“bukannya hari ini lo jadwal fitness
ya? Masih sebulan lagi kan member lo abis.” Damn it! Aku lupa. Iya ya, mending fitness
aja lah daripada bengong di rumah. Yang ada ntar malah kepikiran sama
omongannya Denny.
Saat didalam bus, kebetulan bus yang
aku tumpangi dengan Elliot berbeda. Jadi kita tadi Cuma sampai terminal
doang jalan barengnya. Aku
kembali membuka akun facebook ku. Masih dengan zero facebook tentunya. Ternyata
sudah ada yang komen.
Maksutnya
aku ya?
Itu isi komen dari akun dengan nama
Beno D’ Junas. Aku sedikit berpikir. Ini akun punya Beno atau bukan ya?
Maklum sajalah, zero facebook itu kan nggak keliatan fotonya coy!
Bukan
kok, tapi my ex.
Langsung aku bales komennya. Sambil
nunggu, aku memasang earphone ke telingaku.
Owh,
emang udah ada mantan? Gimana
tadi sekolah?
Huft, berarti ini memang akun milik
Beno. Jelas
saja aku tadi ragu. Setahuku dulu dan itu baru sekitar seminggu yang lalu nama
akunnya masih Jonathan Beno Cullen. Ini anak satu emang maniak pengen menjadi
salah satu dari keluarga Cullen. Dan nama akunnya berubah-ubah setiap waktu.
Tipikal alay sepertinya. Aku langsung keluar dari facebook ku dan langsung
mengirim sms ke nomor Beno.
Asik bgt
td d skul. Lo gmna? Ud baekan?
Tanpa menunggu lama, Beno sudah
bales smsku
Blom ni.
Pgen drwat km. hhihi.
Mntan km
sp si?
Ini anak kena virus apa ya? Smsnya
kok bahasanya kayak sama pacar sendiri gini.
Bleh,
sklian gw jg mau cba obat bru.
Sp tau
mmpan d elo.
Mw tau
aj, kan elo mntan gw
Agak lama juga aku menunggu balasan
dari Beno. Mungkin
itu anak sudah molor lagi.Tiba-tiba ponselku bergetar lagi. Sedikit menginterupsi
Justin Timberlake yang tengah bernyanyi ‘cry me a river’ tepat di kupingku. Ya
iyalah, aku kan pake earphone.
Kok mntan
sih?
Aku kan
pcar km.
Hhihi,
obat cinta ya?
Ini anak sarap. Mungkin gara-gara panas
badannya kemaren dia terjangkit penyakit aneh. Aku memutuskan untuk
tidak membalas sms Beno. Selain
aneh, juga sedikit memberi efek kejut terhadap jantungku yang menjadi lebih
cepat berdetak. Please lah Gan! Ini kan Cuma sms dari Beno! Your ex enemie!
Kataku pada diri sendiri. Jadi
nggak penting banget buat deg-degan hanya karena Beno. Nggak penting! Lagian,
mungkin Beno lagi iseng. Atau
ini malah jangan-jangan Yoga yang ngebales? Buat ngejain aku? Tapi aku masih sangat
mengharapkan jika itu memang sms balasan dari Beno dan dilakukan dengan
kesadaran penuh tanpa paksaan. Jiah. Ngarep ceritanya.
***
Untuk merayakan kesembuhan Beno dan
ini juga paksaan dari dia sendiri, Beno mengajakku makan malam bareng. Aku
tidak akan menyebut ini romantic dinner. Karena pada dasarnya ini memang nggak romantic. Kita makan nasi goreng
harga ceban di pinggir jalan dekat rumah Beno. Walaupun ceban, tapi
enak. Sumpah!
Aku yang tadi memang sengaja memesan
yang pedas, agak kewalahan sekarang. Kayaknya ini penjual harus di
training dulu agar bisa bedain antara pedas dengan pedas banget. Aku mengambil es batu
kecil yang mengapung dengan indahnya diatas es tehku lalu mengunyahnya perlahan
agar rasa pedasku agak berkurang.
“Don’t you know how hot you look
when you’re all hot the chilli and chewing ice like that?” aku sukses hampir
menyemburkan es yang sedang aku kunyah mendengarkan perkataan Beno barusan.
“Haha, serius nih?” tanyaku yang
langsung disahut dengan anggukan cepat Beno.
“you are so funny.” Kataku lirih
sambil kembali meminum es teh ku.
“one of my many admirable
qualities.” Aku sukses tertawa lagi. Apakah Beno sedang menggodaku? Kalau iya, dia berhasil. Maksutku, aku jadi
berharap lebih tentangnya.Tentang perasaannya. Padahal, bukankah dulu
aku yang meyakinkan diriku sendiri bahwa Yonathan Beno Wicaksono adalah lelaki
straight dan aku pantang jatuh cinta dengannya? Lalu kenapa sepertinya
aku mulai melanggar sendiri keyakinanku itu? Sedikit demi sedkit aku
yang mulai bergantung padanya. Selalu
merepotkannya. Kalau
aku boleh melibatkan seseorang yang terlibat dalam hal ini, aku bisa menunjuk
seorang Raditya Putra. Coba saja dia tidak sok sibuk dengan Rohisnya, mungkin
aku tidak akan sedekat ini dengan Beno.
“kamu besok ada acara apa?” tanya
Beno sambil melap bibirnya dengan tissue. Aku menggeleng pelan. Besok hari
Minggu, lagipula tante Wasti (mamanya Radit) sedang keluar kota. Jadi mungkin
besok aku hanya akan menghabiskan hari Mingguku dengan bermalas-malasan.
“mau ikut aku futsal nggak besok
sore?” aku pura-pura berpikir sebentar. Padahal sudah pasti aku akan menolak. Hallo?
Masih ingatkah Beno bahwa aku nggak bisa olahraga?
“nggak kayaknya.”
“kok gitu? Ayolah! Temenin aku! Ya? Ya? Ntar aku traktir
wes.” Sepertinya semua orang tau bahwa kelemahanku adalah mendengarkan kata
traktir.Tidak Beno tidak Radit selalu saja menggunakan kata ‘traktir’ agar aku
memenuhi keinginan mereka. Dan
sejauh ini masih berfungsi.
“okay.”
“sip, besok sore aku jemput.” Aku
mengangguk malas. Demi
traktiran, demi traktiran.
Sama seperti Denny, Beno adalah tipe
cowok yang tepat waktu. Haruskah
aku membandingkan cowok manapun dengan Denny? Sepertinya sadar tidak
sadar aku memang melakukannya. Denny
itu pacar pertamaku, jadi mungkin wajar saja.
Feelingku sudah mengatakan bahwa
lapangan futsal adalah tempat yang tidak sesuai denganku begitu aku tiba di
tempat. Dan
ternyata dugaanku benar. Saat aku mengedarkan pandanganku, aku menemukan dia
yang tengah bermain-main bola dengan kakinya. Ternyata selain jago basket, dia
juga jago sepak bola.Tapi kenapa harus dia?
Dan sepertinya dia menyadari
kehadiranku, sebelum dia yang menhampiriku duluan aku berjalan ke arahnya
dengan senyum kecut.
“So, yo’re stalking me now?” Tanyanya begitu aku sudah dihadapannya. Denny masih memainkan
bola di lututnya. Katakan padaku, apa sih namanya? Drible bolakah? Atau apa?
Maaf saja, bukan hanya skill olahragaku yang payah. Pengetahuanku juga tidak
bisa diharapkan tentang olahraga.
“bukannya kamu ada pertandingan
basket hari ini?” tanyaku berusaha mengalihkan topic pembicaraan dan juga
mengalihkan pikiranku dari kenyataan bahwa Denny terlihat sangat seksi dengan
pakaian informalnya hari ini.
“kenapa? Kangen lihat aku maen ya?”
tanya Denny sambil tersenyum menggoda. Tidakkah Denny takut ada yang mendengar
perkataannya? Aku
memutar kedua bola mataku sebelum akhirnya aku merasakan sebuah benda menghantam
kepalaku.
Shit! I knew going to the futsal
place was a bad idea! Dan pendangan di sekitarku pun menjadi buram sebelum
akhirnya gelap.
Tbc. . .
See you in chapter 12,.
As soon as possible,.
Tapi nggak janji,.
Hhehe,.
banyakin donk.....
BalasHapus