FOLLOW ME

Senin, 01 Juli 2013

CERITAKU 14


Aku masih terbaring lemas disisi Rafky, sedangkan Rafky sendiri sudah tertidur lelap. Permainan yang luar biasa dan aku baru tau ternyata kata orang memang benar, bercinta adalah surga dunia. Aku menoleh kearah Rafky, wajahnya manis sekali saat tertidur. Tapi bukannya aku jahat atau bagaimana, namun aku harus tetap membangunkannya. Aku harus pulang, besok aku masih harus sekolah. Dan membangunkan Rafky adalah hukum wajib. Kalau Rafky masih tertidur, bagaimana aku akan pulang? Naik angkot? Sudah aku katakan angkot tidakmelewati perumahan Rafky. Jalan kaki? Hmm, jarak rumahku dan Rafky sekitar 30 menit dengan motor. Masih ingin jalan kaki? Mungkin bagi kalian yang ingin kaki kalian indah seperti pemain sepak bola, boleh dicoba!! Atau kalian ingin kaki kalian seperti pentungan maling? Aku sarankan untuk ngesot. Sudahlah, aku terlalu merasa nikmat sehingga omonganku ngawur.
Pertama aku memandangi wajah dan tubuh Rafky yang masih polos tanpa sehelai benang pun kecuali selimut yang dipakainya. Kapan lagi coba ada kesempatan melihat Rafky dalam kondisi telanjang selama ini? Sebenarnya aku ingin mengabadikannya dengan ponsel, tapi setelah aku pikir pikir tak etis juga. Apalagi jika nanti menyebar. Secara kan Rafky pacarku. Hehehe.
“Raf. . .”, aku sedikit menggoyang goyangkan tubuhnya. Rafky hanya menggeliat sedikit, namun tidak ada tanda tanda dia akan bangun. Aku menyibakkan selimut yang menutupi tubuh Rafky, lalu keluar sebentar mengambil air dingin dari dispenser dan memercikkannya ke seluruh tubuh Rafky. Efektif!!
“apa sih?”
“anterin gua”, aku menjawab dengan sedikit jutek. Rafky menggeliat lalu turun dari ranjang.Tidak sadar jika tubuh polosnya menimbulkan juga memancing getaran hasratku. Dan karena aku sadar ini sudah malam aku harus menguatkan hatiku.
“pakai baju”, aku sedikit mengabaikan kelelakianku yang mulai terusik melihat Rafky yang tak kunjung berpakaian. Reaksi Rafky hanya menggaruk garuk kepalanya dengan gaya seksi.
“Raf? Udah jam 8. Come on?!”
“iya, bawel ah. Bentar gua pake baju dulu”
“dari tadi kek”, perkataanku barusan disambut tatap sinis ala Rafky. Aku hanya bisa meringis kaga jelas. Masalahnya tatapan sinis Rafky ternyata masih bisa bikin aku salting, aku kira aku sudah terbiasa.
Kali ini aku memeluk pinggangnya saat di bonceng Rafky. Bukan karena aku tidak tau malu. Namun selain karena ini sudah malam, keadaan juga cukup sepi. Jadi boleh dong kalau aku sedikit ingin bermesraan dengan pacarku ini? Dan mungkin karena terlalu asyik dengan punggung Rafky, aku tidak sadar kalau Rafky tidak membawaku pulang. Aku baru menyadarinya saat jalanan mulai ramai. Ini menuju alun alun kota. Rafky mau apa sih? Dugaanku tepat, Rafky memarkirkan motornya di depan stand siomay.
“turun”, kata Rafky yang melihatku sama sekali tidak ada niatan untuk turun dari motor.
“pengen pulang”
“turun”
“pulang”
“ya sudah pulang saja sendiri”, aku melongo. Pulang sendiri? Rafky tega amat sih? Akhirnya dengan sedikit cemberut aku turun dari motor. Dan dengan cemberut juga aku mengikutinya duduk  di dalam stand siomay (jujur, ini kalimat kaga enak banget dibaca).
“mang, siomaynya 2 ya? Sama jus mangga. 2 juga”, aku benar benar emosi sekarang. Lancang sekali Rafky memesankan jus mangga untukku. Okay, jus mangga memang favoritku namun bukan berarti Rafky dengan seenaknya memesankan jus mangga untukku kan? Siapa tau aku sedang ingin jus lainnya? Atau malah sedang ingin minum air kobokan? Seharusnya Rafky tanya pendapatku dulu. Itu intinya.
“makin ditekuk aja sih wajahnya? Yang tadi masih sakit ya?”, tanya Rafky tanpa dosa. Bukan hanya wajahku saja yang cemberut, mataku juga ikut melotot.
“don’t talk about it, okay?”, Rafky hanya terkikik.
“gua suka liat lu cemberut. Kayak ikan gembung tau”, sekarang aku memaksakan gigiku untuk memperlihatkan pesonanya. Aku meringis dengan gaya elegan. Rafky makin terkikik. Bahkan saat siomay pesananku dan Rafky datang pun Rafky masih terkikik. Baru setelah aku menginjak kakinya, Rafky baru mengurangi kikikannya. Menyebalkan!!
“makannya lahap juga”, perkataan dari Rafky barusan tidak aku hiraukan. Karena setelah aku pikir pikir, aku lapar juga. Jadi setelah aku melemparkan pandangan sinisku sebentar ke arah Rafky, aku melanjutkan makanku. Memang, Rafky pikir hanya dia yang bisa sinis? Harap dcatat, mungkin aku adalah kandidat kuat mengalahkan Rafky menjadi orang tersinis di sekolah. Halah!!
“dulu pernah ikut tari kecak ya?”
“kenapa?!”, aku masih mempertahankan sikap aku-ini-juga-bisa-sinis-lho.
“gak pa pa, asik juga pelototannya”, kata Rafky sambil mencondongkan tubuhnya ke arahku.
“bikin gua horny”, lanjut Rafky tepat di telingaku. Aku hampir tersedak.
“terima kasih”, jawabku sambil tersenyum ramah
“sama sama”, sambung Rafky tidak kalah ramah. Ternyata Rafky bisa menyebalkan juga. Benar benar bikin aku semakin jatuh cinta. Nah lho? Tapi memang benar, aku semakin tergila gila pada sifat menyebalkannya ini.
Aku tiba di rumah pukul setengah sepuluh lebih. Untung ibuku sudah tertidur jadi tidak ada sesi tanya jawab. Rafky langsung pulang setelah mengantarkan aku, walaupun aku sudah menawarinya untuk mampir. Namun sepertinya Rafky lebih dari tau jika tawaranku hanyalah basa basi saja. Tanpa mengacuhkan Reno yang kali ini lagi lagi tidur di kamarku, aku langsung terlelap.
***


Sekolah hari ini betul betul payah. Olahraga, adalah salah satu mata pelajaran yang paling tidak aku suka. Dan mungkin jika materinya adalah basket, volli atau berenang mungkin aku masih bisa mengikuti. Tapi kali ini materinya adalah lari mengelilingi sekolah. Dan sekolahku cukup luas, ada perkebunan kopi (tempat anak agro bereksperimen dengan cangkul, sabit dan benda benda sejenisnya), ada juga laboratorium dan processing area. Dan aku akan melewati mereka. Lari keliling sekolah bukanlah ide yang terlalu buruk untuk anak basket seperti Rafky, namun untukku? Itu kenyataan pahit!!
Rafky sudah melesat jauh. Aku tidak tau dimana sosoknya sekarang, disini hanya ada aku dan beberapa lelaki yang memang payah dalam hal olahraga. Siswa dan siswi dipisah rutenya, curang sekali kan? Maksudku, itu kan diskriminasi gender. Bedakan, mereka payah dalam hal olahraga, sedangkan aku tidak suka olahraga. Kalian tau bedanya kan? Terimakasih, aku hanya tidak ingin kalian mencapku sebagai lelaki yang tidak bisa berolahraga.
“haus?”, tiba tiba Andi sudah ada disampingku. Sebenarnya, minum adalah pelanggaran berat. Namun apa daya? Aku memang kekeringan, kerongkonganku butuh minuman. Dengan sedikit cuek aku mengambil sebotol air mineral dari tangan Andi, meneguknya hampir habis lalu aku kembalikan pada si empunya pemilik botol.
“thanks”
“sama sama, haus banget kayaknya”, Andi menyindirku. Aku tau itu, diliat dari isi air di botol minuman itu yang hampir ludes. Aku memang sengaja menyisakannya, demi kesopanan.
“iya, tumben kamu lari ada di belakang?”, ganti aku yang bertanya.
“mau nemenin mantanku yang beberapa hari ini wajahnya hilir mudik di kepalaku”, aku tersenyum ringan sambil menowel pinggangnya.
“boleh boleh, tapi belom berhasil”, aku menjawabnya dengan santai
“oh ya? Mungkin itu sebabnya kamu kurang fit lari kali ini. Kan kemaren kamu udah kecapekkan lari lari di hatiku”, sekarang aku tertawa. Usahanya boleh juga. Tapi memang sudah lama aku dan Andi tidak ngobrol seakrab ini.
“nanti Rika bakal mencakar cakar wajahku”, aku balas menggodanya.
“kita sudah putus”, aku berhenti berlari. Tepatnya aku berhenti berjalan, sudah dari beberapa menit yang lalu aku mengubah lariku kedalam bentuk berjalan. Lebih tidak menguras tenaga.
“kok?”, aku hanya seperti orang bodoh.
“karena orang yang benar benar aku sayang ada di depan aku sekarang”, Andi berbicara kalem. Oh, Gosh!! Not now!! Aku hanya bisa tersipu. Apalagi yang bisa aku lakukan? Aku pernah bilang kan kalau aku juga masih menyayangi Andi? Jadi sekarang secara tidak langsung dia sedang menembakku lagi. Gak, aku gak bisa.
“thanks, but sorry”, kataku akhirnya sambil melanjutkan lariku. Atau jika kalian yang melihat aku tidak ubahnya seperti orang yang sedang berjalan cepat.
“waduh, asik banget nih. Teman teman kalian sudah sampai kalian masih disini?!”, itu suara pak Heri. Eng ing eng, bencana telah datang.
“iya pak, tadi bantuin nenek nenek nyebrang jalan”, kataku berusaha mencari ide brilliant. Dan menyebrangkan nenek nenek di jalan sepertinya tidak masuk dalam kategori ide brilliant. Ini bisa di lihat dari ekspresi pak Heri yang tidak melembut.
“halah!! Alasan!! Cepat lari, gossip mulu kayak cewek!!”, jujur aku sedikit tersinggung dengan kalimat pak Heri yang terakhir. Namun, aku mengurungkan niat untuk  menggunakan praduga tak bersalahku. Karena dalam kasus ini nyata nyatanya aku salah. Tanpa banyak bacot lagi akupun menambah kecepatanku. Pak Heri sudah tidak keliatan lagi dibelakang. Humm, pasti Pak Heri sendiri sudah mau ke kantin. Dasar guru payah, dia kan tidak ikut lari tadi. Setibanya di garis finish aku disambut Rafky dengan air mineralnya.
“nih minum!! Lelet amat sih”, aku langsung meminum air mineral yang diberikan Rafky tanpa memprotes ucapannya yang menyebutku lelet. Karena aku sadar, aku memang lelet. Jadi untuk apa berdebat yang jelas jelas aku pasti kalah? Membuang tenaga.
“thanks, pinjem kaosnya”, Rafky memang sudah melepas kaos olahraganya. Jika dipikir pikir, mungkin Rafky mempunyai bakat ekshibis. Suka sekali Rafky memamerkan bentuk tubuhnya yang ‘wow’ sehabis olahraga. Seharusnya yang boleh melihat tubuh itu hanya aku seorang. Sudah lupakan, aku jadi mirip cewek kalau kayak gini. Aku menggunakan kaos Rafky untuk melap keringatku, dan sepertinya Rafky suka tu. Terbukti karena dia tidak mengajukan protes atas perbuatanku yang telah memperlakukan kaosnya dengan biadab.
“kantin?”, tanya Rafky setelah kita habis ganti seragam.
“hemm, bentar”, aku memasukkan kaosku kedalam tas dahulu lalu menyusul Rafky yang sudah stand by di depan pintu kelas. Setibanya di kantin aku langsung memesan jus mangga dan es buah. Rafky hanya memesan es teh.
“lu makannya banyak juga ya? Tapi kaga gemuk gemuk”, dulu aku pernah mengatakan bahwa aku mulai terbiasa dengan ucapan Rafky yang memang sedikit menusuk hati. Mungkin sudah bawaan orok kali. Jadi Rafky kurang bisa melembutkan apa yang dia ucapkan. Coba tadi diganti dengan;
“lu makannya lahap yank, pantes aja montok”, itu lebih baik. Atau;
“kalau lagi makan banyak gini, lu manis banget”, setidaknya kalimat ini masih ada kata manisnya. Dan menanggapi pujian Rafky tadi tentang makanku yang banyak, aku hanya melemparkan senyum ringan. Banyak senyum, banyak rejeki.
“thanks”,  Rafky hanya meringis sambil menikmati es tehnya.
“mas, ini siomaynya”. Kata Mang Udin, si penjaga kantin sambil menyerahkan semangkuk siomay.
“aku kaga mesen kok mang”
“emang mas Nansa gak mesen. Tu dari mas Andi”, kata mang Udin sambil menunjuk Andi yang duduk di pojokan. Aku menoleh ke arah Andi dan Andi hanya tersenyum. Andi masih manis, aku sadar itu. Tapi aku juga sadar dia bukan milikku lagi. Aku memperhatikan Rafky mengkerucutkan bibirnya, tanda kalau dia mulai ngambek.
“okay, makasih yang mang”
“iya mas, saya permisi dulu”, aku tersenyum pada mang Udin sebelum aku melihat semangkok simay didepanku dengan pandangan penuh nafsu.
“masih kuat makan?”, tanya Rafky heran
“hu um”, jawabku santai sambil mulai menyantap siomay gratisku.
“karena lapar atau karena sang pemberi siomay?”, aku mengangkat wajahku ketika mendengar pertanyaan Rafky barusan.
“karena mang Udin maksut lu?”, aku masih ingin sedikit bercanda
“lu tau maksut gua?!”, well, jelas sekarang Rafky cemburu. Hanya karena semangkuk siomay? Ya Tuhan, so childish!!
“Raf, please? Not now? Okay?”
“okay”, Rafky berkata sambil berdiri. Membayar pesananya dan pesananku tadi lalu langsung berlalu begitu saja.
“shit!!”, aku menghempaskan sendok yang tadi aku pakai untuk memakan siomayku. Aku suka siomay, namun setelah kemarahan Rafky yang kekanakan tadi aku jadi tidak nafsu lagi. Aku segera berlalu dari kantin dan menuju kelas tepat saat bell pergantian pelajaran berbunyi. Rafky tidak ada di kelas. Kemana dia? Masa hanya karena semangkuk siomay dia marah seperti ini? Dikit dikit ngambek!! Dikit dikit ngambek!! Ngambek kok dikit dikit!!
Baru setelah jam istirahat kedua Rafky masuk kelas. Dan wajahnya kembali jutek seperti dulu. Sekarang aku sudah malas untuk meminta maaf. Ini jelas bukan salahku, seharusnya Rafky bersikap lebih dewasa!! Sepanjang pelajaran terakhir Rafky hanya diam, akupun tak kalah diam. Jangan pikir hanya dia saja yang bisa ngambek!! Namun keadaan ini tidak berlangsung lama, mana mungkin aku kuat diem dieman seperti ini dengan pacar tercinta? Aku tidak kuat.

Jangan ngambek please?

Aku mengulurkan kertas yang sudah aku gambari wajahnya yang sedang cemberut. Ini adalah usaha terakhir karena smsku sama sekali tidak dibalas. Rafky hanya melihat handphonenya saat benda itu bergetar, lalu mengantonginya lagi saat tau itu adalah sms dariku.

Gua gak ngambek

Rafky menyerahkan kertas itu kembali kepadaku. Di dalam kertas itu disertai gambar gambar hati dengan tinta merah.

Really?

Aku membalasnya lagi. Kali ini aku menyertainya dengan wajah orang orang tersenyum. Kali ini Rafky tidak lagi menulis di kertas itu, Rafky langsung menoleh ke arahku. Bibirnya di gerak gerakkan. Dan aku mengerti apa yang dia ucapkan. Kurang lebih seperti, ‘gua yang salah. Jadi gua yang minta maaf. Gua sayang lu’. Kurang lebih seperti itu bahasa bibirnya tadi. Di akhiri dengan senyumnya yang manis. Apa yang bisa aku lakukan? Aku benar benar menyayangi Rafky!!
Saat pulang sekolah kita kembali berbaikan. Walau tetap saja, aku dan Rafky tidak bisa pamer kemesraan di depan umum. Aku masih ingin umur panjang, jadi sebisa mungkin menghindari dari hukum rajam. Kurang enak dilihat saja jika nanti aku dan Rafky dihukum rajam. Terlalu manis. Aku masih menunggu Rafky yang masih berusaha mengeluarkan motornya dari lautan motor lainnya. Tepat saat motor Rafky ada didepanku, Rehan melintas. Entah dia sengaja atau tidak, namun bagiku itu sangat mengganggu.
“hy Raf”, sapa Rehan.
“yo, pulang lu?”, balas Rafky. Dan aku cukup tau diri, sehingga aku menganggap diriku sendiri seolah olah tidak ada diantara mereka. Menyedihkan.
“iya ni Raf. By the way, thanks banget tadi malem uda nemenin gua. Semaleman lagi. Thanks banget!! Lu pasti kecapekkan ya?”, kalimat dari Rehan barusan sukses membuat mataku melotot.  Semalem Rafky mengantarkanku  setengah sepuluh. Setelah itu? Apa iya Rafky langsung pulang? Okay, kelihatannya aku berlebihan. Tapi kecurigaanku wajar saja sepertinya. Kalimat seperti ini mungkin terdengar biasa saja bagi sebagian orang, namun aku tau yang sebenarnya!! Rafky itu pacarku, dan Rehan itu menyukai pacarku. Walaupun sepertinya Rehan belum tau kalau aku adalah pacar Rafky. Dan menanggapi ucapan Rehan barusan Rafky hanya tersenyum. Senyum misterius. Ya Tuhan, kita baru saja berbaikan. Shit!!
Tbc. . .



Ardhinansa

3 komentar:

  1. Anonim7/01/2013

    tambah seruuuuu

    BalasHapus
  2. Anonim7/03/2013

    cepet apdetnya yaa, pnasaran ni. Ganbatte!

    BalasHapus
    Balasan
    1. bsok kamis kalo engga Jum'at updatenya.

      Hapus

leave comment please.