Aku masih terbaring lemas disisi
Rafky, sedangkan Rafky sendiri sudah tertidur lelap. Permainan yang luar biasa
dan aku baru tau ternyata kata orang memang benar, bercinta adalah surga dunia.
Aku menoleh kearah Rafky, wajahnya manis sekali saat tertidur. Tapi bukannya
aku jahat atau bagaimana, namun aku harus tetap membangunkannya. Aku harus pulang, besok
aku masih harus sekolah. Dan
membangunkan Rafky adalah hukum wajib. Kalau Rafky masih tertidur, bagaimana
aku akan pulang? Naik angkot? Sudah
aku katakan angkot tidakmelewati perumahan Rafky. Jalan kaki? Hmm, jarak
rumahku dan Rafky sekitar 30 menit dengan motor. Masih ingin jalan kaki?
Mungkin bagi kalian yang ingin kaki kalian indah seperti
pemain sepak bola, boleh dicoba!! Atau kalian ingin kaki kalian seperti
pentungan maling? Aku
sarankan untuk ngesot. Sudahlah,
aku terlalu merasa nikmat sehingga omonganku ngawur.
Pertama aku memandangi wajah dan
tubuh Rafky yang masih polos tanpa sehelai benang pun kecuali selimut yang
dipakainya. Kapan
lagi coba ada kesempatan melihat Rafky dalam kondisi telanjang selama ini? Sebenarnya aku ingin
mengabadikannya dengan ponsel, tapi setelah aku pikir pikir tak etis juga. Apalagi jika nanti
menyebar. Secara kan Rafky pacarku. Hehehe.
“Raf. . .”, aku sedikit menggoyang
goyangkan tubuhnya. Rafky hanya menggeliat sedikit, namun tidak ada tanda tanda
dia akan bangun. Aku menyibakkan selimut yang menutupi tubuh Rafky, lalu keluar
sebentar mengambil air dingin dari dispenser dan memercikkannya ke seluruh
tubuh Rafky. Efektif!!
“apa sih?”
“anterin gua”, aku menjawab dengan
sedikit jutek. Rafky menggeliat lalu turun dari ranjang.Tidak sadar jika tubuh
polosnya menimbulkan juga memancing getaran hasratku. Dan karena aku sadar ini
sudah malam aku harus menguatkan hatiku.
“pakai baju”, aku sedikit
mengabaikan kelelakianku yang mulai terusik melihat Rafky yang tak kunjung
berpakaian. Reaksi Rafky hanya menggaruk garuk kepalanya dengan gaya seksi.
“Raf? Udah jam 8. Come on?!”
“iya, bawel ah. Bentar gua pake baju
dulu”
“dari tadi kek”, perkataanku barusan
disambut tatap sinis ala Rafky. Aku hanya bisa meringis kaga jelas. Masalahnya tatapan sinis
Rafky ternyata masih bisa bikin aku salting, aku kira aku sudah terbiasa.
Kali ini aku memeluk pinggangnya
saat di bonceng Rafky. Bukan
karena aku tidak tau malu. Namun
selain karena ini sudah malam, keadaan juga cukup sepi. Jadi boleh dong kalau aku
sedikit ingin bermesraan dengan pacarku ini? Dan mungkin karena
terlalu asyik dengan punggung Rafky, aku tidak sadar kalau Rafky tidak
membawaku pulang. Aku
baru menyadarinya saat jalanan mulai ramai. Ini menuju alun alun kota. Rafky
mau apa sih? Dugaanku tepat, Rafky memarkirkan motornya di depan stand siomay.
“turun”, kata Rafky yang melihatku
sama sekali tidak ada niatan untuk turun dari motor.
“pengen pulang”
“turun”
“pulang”
“ya sudah pulang saja sendiri”, aku
melongo. Pulang sendiri? Rafky
tega amat sih? Akhirnya
dengan sedikit cemberut aku turun dari motor. Dan dengan cemberut juga aku
mengikutinya duduk di dalam stand siomay
(jujur, ini kalimat kaga enak banget dibaca).
“mang, siomaynya 2 ya? Sama jus
mangga. 2
juga”, aku benar benar emosi sekarang. Lancang sekali Rafky memesankan jus
mangga untukku. Okay, jus mangga memang favoritku namun bukan berarti Rafky
dengan seenaknya memesankan jus mangga untukku kan? Siapa tau aku sedang ingin
jus lainnya? Atau
malah sedang ingin minum air kobokan? Seharusnya Rafky tanya pendapatku dulu.
Itu intinya.
“makin ditekuk aja sih wajahnya?
Yang tadi masih sakit ya?”, tanya Rafky tanpa dosa. Bukan hanya wajahku saja
yang cemberut, mataku juga ikut melotot.
“don’t talk about it, okay?”, Rafky
hanya terkikik.
“gua suka liat lu cemberut. Kayak
ikan gembung tau”, sekarang aku memaksakan gigiku untuk memperlihatkan
pesonanya. Aku meringis dengan gaya elegan. Rafky makin terkikik. Bahkan saat
siomay pesananku dan Rafky datang pun Rafky masih terkikik. Baru setelah aku
menginjak kakinya, Rafky baru mengurangi kikikannya. Menyebalkan!!
“makannya lahap juga”, perkataan
dari Rafky barusan tidak aku hiraukan. Karena setelah aku pikir pikir, aku
lapar juga. Jadi
setelah aku melemparkan pandangan sinisku sebentar ke arah Rafky, aku
melanjutkan makanku. Memang,
Rafky pikir hanya dia yang bisa sinis? Harap dcatat, mungkin aku adalah
kandidat kuat mengalahkan Rafky menjadi orang tersinis di sekolah. Halah!!
“dulu pernah ikut tari kecak ya?”
“kenapa?!”, aku masih mempertahankan
sikap aku-ini-juga-bisa-sinis-lho.
“gak pa pa, asik juga pelototannya”,
kata Rafky sambil mencondongkan tubuhnya ke arahku.
“bikin gua horny”, lanjut Rafky
tepat di telingaku. Aku hampir tersedak.
“terima kasih”, jawabku sambil
tersenyum ramah
“sama sama”, sambung Rafky tidak
kalah ramah. Ternyata Rafky bisa menyebalkan juga. Benar benar bikin aku
semakin jatuh cinta. Nah
lho? Tapi
memang benar, aku semakin tergila gila pada sifat menyebalkannya ini.
Aku tiba di rumah pukul setengah
sepuluh lebih. Untung ibuku sudah tertidur jadi tidak ada sesi tanya jawab.
Rafky langsung pulang setelah mengantarkan aku, walaupun aku sudah menawarinya
untuk mampir. Namun
sepertinya Rafky lebih dari tau jika tawaranku hanyalah basa basi saja. Tanpa mengacuhkan Reno
yang kali ini lagi lagi tidur di kamarku, aku langsung terlelap.
***
Sekolah hari ini betul betul payah. Olahraga, adalah salah
satu mata pelajaran yang paling tidak aku suka. Dan mungkin jika
materinya adalah basket, volli atau berenang mungkin aku masih bisa mengikuti. Tapi kali ini materinya
adalah lari mengelilingi sekolah. Dan sekolahku cukup luas, ada
perkebunan kopi (tempat anak agro bereksperimen dengan cangkul, sabit dan benda
benda sejenisnya), ada juga laboratorium dan processing area. Dan aku akan
melewati mereka. Lari keliling sekolah bukanlah ide yang terlalu buruk untuk
anak basket seperti Rafky, namun untukku? Itu kenyataan pahit!!
Rafky sudah melesat jauh. Aku tidak tau dimana sosoknya
sekarang, disini hanya ada aku dan beberapa lelaki yang memang payah dalam hal
olahraga. Siswa
dan siswi dipisah rutenya, curang sekali kan? Maksudku, itu kan diskriminasi
gender. Bedakan, mereka payah dalam hal olahraga, sedangkan aku tidak suka olahraga.
Kalian tau bedanya kan? Terimakasih, aku hanya tidak ingin kalian mencapku
sebagai lelaki yang tidak bisa berolahraga.
“haus?”, tiba tiba Andi sudah ada
disampingku. Sebenarnya, minum adalah pelanggaran berat. Namun apa daya? Aku
memang kekeringan, kerongkonganku butuh minuman. Dengan sedikit cuek aku
mengambil sebotol air mineral dari tangan Andi, meneguknya hampir habis lalu
aku kembalikan pada si empunya pemilik botol.
“thanks”
“sama sama, haus banget kayaknya”,
Andi menyindirku. Aku tau itu, diliat dari isi air di botol minuman itu yang
hampir ludes. Aku
memang sengaja menyisakannya, demi kesopanan.
“iya, tumben kamu lari ada di
belakang?”, ganti aku yang bertanya.
“mau nemenin mantanku yang beberapa
hari ini wajahnya hilir mudik di kepalaku”, aku tersenyum ringan sambil menowel
pinggangnya.
“boleh boleh, tapi belom berhasil”,
aku menjawabnya dengan santai
“oh ya? Mungkin itu sebabnya kamu
kurang fit lari kali ini. Kan kemaren kamu udah kecapekkan lari lari di
hatiku”, sekarang aku tertawa. Usahanya
boleh juga. Tapi
memang sudah lama aku dan Andi tidak ngobrol seakrab ini.
“nanti Rika bakal mencakar cakar
wajahku”, aku balas menggodanya.
“kita sudah putus”, aku berhenti
berlari. Tepatnya aku berhenti berjalan, sudah dari beberapa menit yang lalu
aku mengubah lariku kedalam bentuk berjalan. Lebih tidak menguras
tenaga.
“kok?”, aku hanya seperti orang
bodoh.
“karena orang yang benar benar aku
sayang ada di depan aku sekarang”, Andi berbicara kalem. Oh, Gosh!! Not now!!
Aku hanya bisa tersipu. Apalagi
yang bisa aku lakukan? Aku pernah bilang kan kalau aku juga masih menyayangi
Andi? Jadi sekarang secara tidak langsung dia sedang menembakku lagi. Gak, aku gak bisa.
“thanks, but sorry”, kataku akhirnya
sambil melanjutkan lariku. Atau jika kalian yang melihat aku tidak ubahnya
seperti orang yang sedang berjalan cepat.
“waduh, asik banget nih. Teman teman
kalian sudah sampai kalian masih disini?!”, itu suara pak Heri. Eng ing eng,
bencana telah datang.
“iya pak, tadi bantuin nenek nenek
nyebrang jalan”, kataku berusaha mencari ide brilliant. Dan menyebrangkan nenek
nenek di jalan sepertinya tidak masuk dalam kategori ide brilliant. Ini bisa di lihat dari
ekspresi pak Heri yang tidak melembut.
“halah!! Alasan!! Cepat lari, gossip
mulu kayak cewek!!”, jujur aku sedikit tersinggung dengan kalimat pak Heri yang
terakhir. Namun, aku mengurungkan niat untuk
menggunakan praduga tak bersalahku. Karena dalam kasus ini nyata
nyatanya aku salah. Tanpa
banyak bacot lagi akupun menambah kecepatanku. Pak Heri sudah tidak
keliatan lagi dibelakang. Humm,
pasti Pak Heri sendiri sudah mau ke kantin. Dasar guru payah, dia kan tidak
ikut lari tadi. Setibanya di garis finish aku disambut Rafky dengan air
mineralnya.
“nih minum!! Lelet amat sih”, aku
langsung meminum air mineral yang diberikan Rafky tanpa memprotes ucapannya
yang menyebutku lelet. Karena
aku sadar, aku memang lelet. Jadi untuk apa berdebat yang jelas jelas aku pasti
kalah? Membuang
tenaga.
“thanks, pinjem kaosnya”, Rafky
memang sudah melepas kaos olahraganya. Jika dipikir pikir, mungkin Rafky
mempunyai bakat ekshibis. Suka
sekali Rafky memamerkan bentuk tubuhnya yang ‘wow’ sehabis olahraga. Seharusnya yang boleh
melihat tubuh itu hanya aku seorang. Sudah lupakan, aku jadi mirip cewek
kalau kayak gini. Aku menggunakan kaos Rafky untuk melap keringatku, dan
sepertinya Rafky suka tu. Terbukti karena dia tidak mengajukan protes atas
perbuatanku yang telah memperlakukan kaosnya dengan biadab.
“kantin?”, tanya Rafky setelah kita
habis ganti seragam.
“hemm, bentar”, aku memasukkan
kaosku kedalam tas dahulu lalu menyusul Rafky yang sudah stand by di depan
pintu kelas. Setibanya di kantin aku langsung memesan jus mangga dan es buah. Rafky hanya memesan es
teh.
“lu makannya banyak juga ya? Tapi
kaga gemuk gemuk”, dulu aku pernah mengatakan bahwa aku mulai terbiasa dengan
ucapan Rafky yang memang sedikit menusuk hati. Mungkin sudah bawaan orok
kali. Jadi Rafky kurang bisa melembutkan apa yang dia ucapkan. Coba tadi
diganti dengan;
“lu makannya lahap yank, pantes aja
montok”, itu lebih baik. Atau;
“kalau lagi makan banyak gini, lu
manis banget”, setidaknya kalimat ini masih ada kata manisnya. Dan menanggapi
pujian Rafky tadi tentang makanku yang banyak, aku hanya melemparkan senyum
ringan. Banyak
senyum, banyak rejeki.
“thanks”, Rafky hanya meringis sambil menikmati es
tehnya.
“mas, ini siomaynya”. Kata Mang
Udin, si penjaga kantin sambil menyerahkan semangkuk siomay.
“aku kaga mesen kok mang”
“emang mas Nansa gak mesen. Tu dari
mas Andi”, kata mang Udin sambil menunjuk Andi yang duduk di pojokan. Aku menoleh ke arah Andi
dan Andi hanya tersenyum. Andi masih manis, aku sadar itu. Tapi aku juga sadar
dia bukan milikku lagi. Aku
memperhatikan Rafky mengkerucutkan bibirnya, tanda kalau dia mulai ngambek.
“okay, makasih yang mang”
“iya mas, saya permisi dulu”, aku
tersenyum pada mang Udin sebelum aku melihat semangkok simay didepanku dengan
pandangan penuh nafsu.
“masih kuat makan?”, tanya Rafky
heran
“hu um”, jawabku santai sambil mulai
menyantap siomay gratisku.
“karena lapar atau karena sang
pemberi siomay?”, aku mengangkat wajahku ketika mendengar pertanyaan Rafky
barusan.
“karena mang Udin maksut lu?”, aku
masih ingin sedikit bercanda
“lu tau maksut gua?!”, well, jelas
sekarang Rafky cemburu. Hanya karena semangkuk siomay? Ya Tuhan, so childish!!
“Raf, please? Not now? Okay?”
“okay”, Rafky berkata sambil
berdiri. Membayar pesananya dan pesananku tadi lalu langsung berlalu begitu
saja.
“shit!!”, aku menghempaskan sendok
yang tadi aku pakai untuk memakan siomayku. Aku suka siomay, namun setelah
kemarahan Rafky yang kekanakan tadi aku jadi tidak nafsu lagi. Aku segera berlalu dari
kantin dan menuju kelas tepat saat bell pergantian pelajaran berbunyi. Rafky tidak ada di kelas. Kemana dia? Masa hanya karena
semangkuk siomay dia marah seperti ini? Dikit dikit ngambek!! Dikit dikit
ngambek!! Ngambek kok dikit dikit!!
Baru setelah jam istirahat kedua
Rafky masuk kelas. Dan wajahnya kembali jutek seperti dulu. Sekarang aku sudah malas
untuk meminta maaf. Ini jelas bukan salahku, seharusnya Rafky bersikap lebih
dewasa!! Sepanjang pelajaran terakhir Rafky hanya diam, akupun tak kalah diam.
Jangan pikir hanya dia saja yang bisa ngambek!! Namun keadaan ini tidak
berlangsung lama, mana mungkin aku kuat diem dieman seperti ini dengan pacar
tercinta? Aku tidak kuat.
Jangan
ngambek please?
Aku mengulurkan kertas yang sudah
aku gambari wajahnya yang sedang cemberut. Ini adalah usaha terakhir karena
smsku sama sekali tidak dibalas. Rafky hanya melihat handphonenya saat benda
itu bergetar, lalu mengantonginya lagi saat tau itu adalah sms dariku.
Gua
gak ngambek
Rafky menyerahkan kertas itu kembali
kepadaku. Di
dalam kertas itu disertai gambar gambar hati dengan tinta merah.
Really?
Aku membalasnya lagi. Kali ini aku menyertainya
dengan wajah orang orang tersenyum. Kali ini Rafky tidak lagi menulis di
kertas itu, Rafky langsung menoleh ke arahku. Bibirnya di gerak
gerakkan. Dan aku mengerti apa yang dia ucapkan. Kurang lebih seperti, ‘gua
yang salah. Jadi
gua yang minta maaf. Gua sayang lu’. Kurang lebih seperti itu bahasa bibirnya
tadi. Di akhiri dengan senyumnya yang manis. Apa yang bisa aku lakukan? Aku
benar benar menyayangi Rafky!!
Saat pulang sekolah kita kembali
berbaikan. Walau tetap saja, aku dan Rafky tidak bisa pamer kemesraan di depan
umum. Aku masih ingin umur panjang, jadi sebisa mungkin menghindari dari hukum
rajam. Kurang
enak dilihat saja jika nanti aku dan Rafky dihukum rajam. Terlalu manis. Aku
masih menunggu Rafky yang masih berusaha mengeluarkan motornya dari lautan
motor lainnya. Tepat
saat motor Rafky ada didepanku, Rehan melintas. Entah dia sengaja atau
tidak, namun bagiku itu sangat mengganggu.
“hy Raf”, sapa Rehan.
“yo, pulang lu?”, balas Rafky. Dan
aku cukup tau diri, sehingga aku menganggap diriku sendiri seolah olah tidak
ada diantara mereka. Menyedihkan.
“iya ni Raf. By the way, thanks
banget tadi malem uda nemenin gua. Semaleman lagi. Thanks banget!! Lu pasti
kecapekkan ya?”, kalimat dari Rehan barusan sukses membuat mataku melotot. Semalem Rafky mengantarkanku setengah sepuluh. Setelah itu? Apa iya Rafky langsung pulang?
Okay, kelihatannya aku berlebihan. Tapi kecurigaanku wajar saja sepertinya.
Kalimat seperti ini mungkin terdengar biasa saja bagi sebagian orang, namun aku
tau yang sebenarnya!! Rafky itu pacarku, dan Rehan itu menyukai pacarku. Walaupun sepertinya Rehan
belum tau kalau aku adalah pacar Rafky. Dan menanggapi ucapan
Rehan barusan Rafky hanya tersenyum. Senyum misterius. Ya Tuhan, kita baru saja
berbaikan. Shit!!
Tbc. . .
Ardhinansa
tambah seruuuuu
BalasHapuscepet apdetnya yaa, pnasaran ni. Ganbatte!
BalasHapusbsok kamis kalo engga Jum'at updatenya.
Hapus