Aku agak meringis saat
menemukan Andi yang tengah bertelanjang dada. Bagaimanapun juga, Andi tetaplah
cowok manis berbadan yahud. Kenyataan bahwa aku sudah putus dengannya sama
sekali tidak mengubah fakta itu. Hari ini adalah hari pertama prakerin. Dan saat aku
bangun dari tidurku pagi ini aku sudah disuguhi pemandangan Andi sedang ganti
baju. Aku berusaha tenang, mengatur pandangan mataku sedemikian rupa agar
tidak terlihat oleh Andi jika aku hampir meneteskan air liurku. Entah
disengaja atau tidak, namun gerakan gerakan Andi sangat menggoda iman. Aku segera
beranjak dari ranjang dan berjalan keluar tanpa mengindahkan Andi. Jantungku
seperti berhenti berdetak saat aku berpapasan dengan cowok cute yang hanya
berbalutkan handuk. Asli!! Cute banget!! Nansa sadar!! Aku berusaha menyadarkan
diriku sendiri daripada nanti orang orang melihatku dengan pandangan tertahan. Aku mandi
secepat yang aku bisa, mengikuti Andi dan Reza sarapan di sebuah warung kecil. Dan
mendengarkan Andi dan Reza yang sibuk membicarakan politik. Entah kenapa
rasanya aku malas sekali untuk ikut berpendapat. Tidak sampai lima menit kita
sudah sampai di perusahaan tempat kita akan menimba ilmu baru. Yang menyambut
kita namanya mbak Suci, manager perusahaan tersebut.
Satu hal yang aku syukuri
adalah aku dan Andi yang di tempatkan di tempat yang berbeda. Aku berada di
bawah QA dan QC Department sedangkan Andi dan Reza berada dibawah RM & PM.
Aku enjoy saja, walaupun anak prakerin sepertiku ini hanya jadi pesuruh.
Disuruh inilah, itulah. Dan untuk sekedar menambah informasi kalian saja, mas Arif menjadi
mentorku langsung. Dan pendapatku tentang mas Arif diawal pertama bertemu dulu
tetap belum berubah, dia menyebalkan!!
“Nansa, kamu tahu kan
kalau analisa kadar protein itu harus sangat teliti saat kita titrasi”, ini
ocehan dia pertama saat aku dengan sengaja menambahkan pp terlalu banyak.
Walaupun apa yang dia bilang memang betul, tapi rasanya jengkel saja ditegur
didepan banyak orang begitu. Dan kenyataannya aku tidak sepenuhnya salah.
“Nansa, semua penimbangan
sample untuk MC dan pH harus teliti, itu bisa mempengaruhi hasil lho”, Hallo?
Aku ini anak sekolahan!! Dan untuk sekedar pengecekan MC dan pH aku jagonya!!
Hal ini mas Arif katakan padaku karena hasil yang aku dapat tidak sesuai dengan
standar yang sudah ditetapkan laboratorium. Kalau seperti ini kejadiannya
seharusnya itu barang di reject!! Bukannya si analis yang disalahkan!! Masak hasilnya
harus masuk standar terus!! Apa gunanya QA & QC coba? Tolol!! Kalau semua
barang kedatangan HARUS sesuai standar, manipulasi data saja, buat apa di cek
segala macam kalau hasilnya toh harus tetap masuk standar? Kalau analisa tidak
masuk standar jangan yang disalahkan analisnya!! Ya yang disalahin seharusnya
barangnya!! Berarti itu barang tidak sesuai standar!! Baiknya di reject!! Kan
gitu, dasar kepala Laboratorium abal abal.
“lu kenapa sih? Manyun
mulu tu bibir”, tanya Reza yang baru saja masuk kamar kost dan melihatku sedang
manyun sambil membaca komik di pojokan.
“gak papa, tumben lu udah
pulang?”
“kaga ada kedatangan
soalnya, lagipula Andi yang lembur ntar”
“owh”, ada nada sedikit
kecewa. Aku bilang SEDIKIT ya!! Kalau lembur begini Andi paling akan pulang jam
limaan. Aku segera mengambil dua kantong cemilanku dan segera beranjak ke
lantai dua. Disini ada tempat duduk enak. Dan ini adalah tempat
favoritku jika ingin membaca komik seperti sekarang. Anginnya enak dan walau
agak panas, namun cukup nyamanlah. Aku memasang headset di telingaku, berbaring
membaca komik dan sesekali tanganku merogoh kantong cemilanku. Kalau sudah
begini, aku suka lupa waktu. Ini sudah seperti surga dunia buatku. Tanpa terasa
akhirnya 5 komik sudah aku lalap, aku sedikit menggeliat dan baru menyadari ada
orang lain disini selain aku. Ahmad, ingat tidak pemuda yang dulu aku temui yang
aku bilang sangat cute? Yang hanya berbalutkan handuk? Ya namanya Ahmad. Nama
lengkapnya Ahmad Triyadi. Jawa banget ya? Namun orangnya cute mampus. Dia sedang
mengangkat jemurannya, memang lantai dua ini digunakan untuk mencuci baju
sekaligus tempat jemuran. Dan Ahmad hanya mengenakan boxer untuk sekedar kalian tahu. Selama aku
disini aku baru ngeh bahwa orang sini memang hobi shirtless, mungkin karena
cuaca yang panas kali. Ahmad tersenyum padaku saat mengetahui aku tengah menatapnya. Aku balas
tersenyum walau dengan sangat malu karena ketahuan sedang asyik menatapnya. Sebenarnya sih
tubuh Ahmad biasa biasa saja, namun karena wajahnya cute bisa dibilang itu sedikit
banyak mempengaruhi pendapatku.
“sendiri aja dek?”, sapa
Ahmad yang tanpa kuduga duduk disampingku. Selama hampir sebulan aku disini,
belum ada kejadian tuh Ahmad nyamperin aku dan bertanya. Paling banter
itu Cuma melempar senyum. Bahkan mungkin dia belum tahu namaku. Kalian pasti bertanya tanya,
lalu darimana lu tau namanya Nan? Itu gampang, karena didepan kamarnya ada
tulisan segede gajah, AHMAD TRIYADI ROOM. Orang yang kebetulan lewat juga pasti
tahu jika sang pemilik kamar sangat bangga dengan namanya.
“iya mas, temenku lembur
soalnya”, jawabku singkat. Rasanya salting salting gimana gitu. Ahmad tersenyum
manis padaku. Ya Tuhan, cute banget.
“duluan ya?”, kata Ahmad
sambil berlalu menuruni tangga. Aku hanya tersenyum sambil menganggukan
kepalaku.
Komunikasiku dengan Rafky
memang agak terganggu. Kita hanya smsan atau teleponan di malam hari saja, itupun tidak
setiap hari. Sejauh ini sih, hubunganku dengan Rafky masih bisa dibilang baik
baik saja. Dan jujur aku kangen gila. Kangen jahilnya, kangen bahu lebarnya dan kangen
tusukannya. Yang terakhir ini aku berusaha jujur. Setelah membereskan komik
dan bungkus bekas cemilanku, aku turun menuju kamar kost ku. Sedikit
bernafas lega karena ternyata Andi belum pulang. Bukan apa apa sih, hanya saja
selama sebulan disini aku selalu berusaha untuk menjauhi Andi semampuku.
Bagaimanapun juga, perasaan sayang itu bisa kembali kapan saja dan aku ingin
berusaha meminimalkan perasaan tersebut timbul kembali.
“Za, nyari makan yok!! Lapar sangat
ne gua”, ajakku pada Reza yang tengah sangat serius membuat jurnal harian.
“iye bentar lagi kelar ni”
“lanjutin ntar aja lha.
Makan dulu!!”, aku menghentak hentakkan kakiku. Aku hanya berpikir bahwa
semakin lama ditunda, ada kemungkinan Andi akan pulang dan bisa jadi ikut
gabung makan.
“ya udah lu duluan”, aku
mendesis pelan sebelum akhirnya meninggalkan Reza bersama jurnalnya. Aku
melangkah dengan gontai kedepan. Ada warung kecil tidak jauh dari tempat kostku. Makanannya
enak, banyak dan murah.
Aku melangkahkan kakiku
memasuki warung tersebut. Setelah memesan makan aku pun mengambil tempat duduk
menghadap tv yang ada didalam warung. Aku mengambil ponselku, mengetik pesan
untuk Rafky walaupun aku tahu tidak akan ada balasan. Balasannya
mungkin nanti malam atau bahkan malam selanjutnya. Aku tidak tahu apakah
Rafky disana benar benar sibuk? Tidak ada sinyal? Ataukah ada yang lain? Hanya
saja aku merasa Rafky sudah tidak seperhatian dulu lagi. Tapi tak
apalah, yang penting aku sudah selalu memberi kabar dari sini.
“ini mas makanannya,
teh anget kan minumnya?”, aku hanya
mengangguk dan tersenyum. Tak perlu waktu lama untukku menghabiskan makanan
yang ada didepanku ini. Seperti yang aku bilang didepan, makanan disini enak, banyak dan
murah lagi. Aku tidak langsung pulang setelah selesai menyantap habis isi
piringku. Aku memilih untuk disini dulu beberapa saat biar nasinya turun ke
perut dulu. Aku tengah mengutak atik ponselku dengan harapan bahwa Rafky akan
membalas smsku saat ada tangan yang menepuk punggungku.
“sendirian dek?”, sapa
seseorang yang langsung duduk disampingku. Lagi dan lagi sapaan yang sama
dilafalkan oleh orang yang sama.
“eh mas Ahmad, tumben mas
makan di warung”. Balasku sambil tersenyum ramah.
“he em, malas masak tadi.
Lu udah selesai makannya?”, aku mengangguk
“wah kecewa nih, padahal
sebenarnya gua mau traktir lu”, aku tergelak mendengar pengakuan mas Ahmad
barusan.
“besok aja mas”, kataku
sambil lalu. Aku kemudian pura pura mengaduk aduk teh angetku yang masih ada
separuh. Terlalu berharga jika waktu ini dilewatkan begitu saja. Bisa duduk
bersama mas Ahmad ini adalah suatu kelangkaan yang amat sangat.
“kapan mau pulang kampung?
Uda sebulan lebih gak pulang kampung kan?”, tanya Ahmad tiba tiba. Aku yang
sedang meminum teh angetku agak tersedak.
“iya mas. Lha nanggung
kok”
“nanggung gimana? 2 jam
kan nyampe tho? Sabtu minggu libur, kenapa gak pulang? Gak kangen rumah?”,
Ahmad bertanya bertubi tubi.
“kangen sih kangen mas,
sabtu besok deh aku pulang mas”, kataku akhirnya. Iya ya? Kenapa tidak
pernah terpikirkan olehku untuk pulang? Bego banget gak sih?
“mau bareng?”, aku agak
sedikit melongo. Bareng? Aku gak salah denger ni? Bareng? Maksudnya
pulang bareng kemana nih?
“bareng? Bareng kemana
mas?”, aku bertanya pelan pelan. Untuk memastikan bahwa telingaku masih dalam
fungsi yang sebenarnya.
“ya pulang kampung lha!
Rumah kamu di parakan kan?”
“gak tu! Hhehehe”, aku
sedikit cengengesan.
“lha?”
“yang parakan itu Reza
mas, aku mah di deket maron naik sedikit”, aku masih saja pura pura mengaduk
teh angetku, padahal kenyataannya teh angetku sudah habis.
“ya sama aja kan? Masih
satu arah ini. Besok gua mau pulang ni, mau bareng gak?”
“iya deh mas”
“tenang aja gratis kok, lu
Cuma duduk manis aja di boncengan. Kalau capek ya nanti istirahat”, aku hanya
mampu mengangguk sambil tersenyum kecil. Entah ini hanya perasaanku saja atau
apa, namun sepertinya Ahmad mempunyai perhatian yang cukup khusus denganku.
“mbak, punya saya digabung
sama anak ini jadi berapa?”, suara Ahmad mengagetkanku.
“mas, gak usah mas”, aku
berusaha menolak Ahmad yang akan membayarkan makananku.
“udahlah gak papa, kan
tadi gua uda ngomong gua mau traktir. Ya kan?”
“tapi mas. . .”
“udah udah. Shh shh”, ya
sudahlah. Daripada berantem gak jelas disini dan diliatin banyak orang? Mendingan aku
ngalah aja dulu. Ntar kapan kapan gantian aku yang bayar. Kapan kapan? Emang mau
ngrencanain makan bareng Ahmad lagi?
Aku dan Ahmad tidak pulang
bersama, kata Ahmad sih dia punya rencana buat keluar jadi tidak balik ke kost. Sewaktu aku
sampai di kamar kostku, aku tidak menemukan Andi ataupun Reza. Mungkin mereka
baru saja mencari makanan untuk makan malam. Aku merebahkan diriku di
ranjang. Hingga saat ini belum ada balasan sms dari Rafky. Aku tahu
mungkin dia kecapekkan. Apalagi dia prakerin di perusahaan kelapa sawit. Aku yang
ditempatkan di laboratorium saja capek minta ampun. Masa masa sekolah memang
menyenangkan. Mau itu ada ulangan kek, test semester kek tetep aja lebih
menyenangkan daripada bekerja. Aku sudah merasakannya. Aku jujur. Aku mengambil
ponselku, memasang headset lalu memutar mp3. Bersiap siap untuk tidur.
Alunan lagu mellow yang sudah aku setting lama lama semakin membuai mataku
untuk terpejam. Hmm, jika aku rasa rasa, hidupku selama sebulan ini hambar sekali. Karena tidak
ada Rafky kah? Atau karena memang mood ku saja yang semakin memburuk? Entahlah,
yang paling aku inginkan adalah aku ingin bisa tidur secepatnya dan berharap 6
bulan ini akan cepat berlalu.
Aku terbangun ketika aku
merasakan ada tangan yang memelukku. Aku hanya mengguman tak jelas. Paling juga
Andi atau Reza yang mencuri curi kesempatan memeluk tubuh sintalku. Hahaha,
koreksi-sinting maksudku. Tangan itu aku rasakan sekarang mulai menelusup dibalik kaos
oblongku. Andi kah? Lancang sekali!! Maksudku kita kan sudah tidak berpacaran
lagi dan kalaupun kita berpacaran apa iya hal ini etis karena ada Reza juga
disini? Sinting!!
Dengan gaya sedikit dibuat
buat seperti masih tertidur aku melepaskan diri dari tangan-asusila-itu. Dan
mungkin si-tangan-asusila menyadari jika aku kurang senang dengan perbuatannya
sehingga dia menarik tangannya kembali. Pasti Andi!! Siapa lagi coba? Masa
Reza? Kan itu gak mungkin banget. Lagipula jika itu Reza aku juga kurang menyukai
jika tangannya menggerayangi tubuhku. Maksudku, pemikiran bahwa itu tangan Reza yang menggerayangiku
lebih menyeramkan daripada itu adalah tangan milik Andi. Bukan!! Bukan karena
wajah Reza buruk, sama sekali bukan!! Hanya saja dia bukan tipeku. Itu terdengar
lebih sopan. Aku memusatkan diri untuk tidur kembali saat ponselku bergetar. Ya Tuhan
panggilan masuk dari Rafky.
“hi”, jawabku sambil
berusaha berjalan sepelan mungkin keluar dari kamar menuju ruang teras depan.
“apa kabar sayang? Maaf
baru kasih kabar, hand phone gua mati tadi”, ya Tuhan aku kangen sekali dengan
suara ini. Rafky!!
“baek, Cuma bosen aja gak
ada lu disini”, terdengar suara tawa rendah dari Rafky disana. Aku hanya
tersenyum sambil memutar anak kunci untuk membuka pintu depan. Setelah terbuka
aku langsung duduk diatas ayunan pohon didepan rumah kost.
“so what’s up? Baek baek
kah disana?”, tanyaku kemudian setelah mencari posisi yang nyaman diatas
ayunan.
“fine, just miss you so
much”, kali ini giliranku yang tergelak pelan. Masih ada 5 bulan kedepan
sebelum kita akhirnya bertemu lagi. Dan itupun kalau semuanya lancar. Aku berharap
semuanya akan lancar.
“gimana prakerin disitu
sayang?”, tanya Rafky kemudian.
“so bad!! Mentorku kayak
anjing abis beranak. Sadis gila!!”, aku mendengar Rafky tertawa lepas. Oh
shit!! Aku kangen mampus.
“Ri. . .”, panggilku pelan
lewat ponselku. Walaupun komunikasi ini tidak langsung namun aku malu untuk
mengatakan bahwa aku merindukannya.
“ya sayang?”, kata kata
aku kangen masih sulit keluar dari bibirku. Padahal itu yang aku rasakan sejak
sebulan yang lalu.
“kangen”, damn!! Aku
mengatakannya juga!!
“ya, gua juga kangen.
Disini Cuma bisa onani yank”
“bangsat!!”
“hhehehe, tapi gua serius.
Gua kangen banget sama lu. Andi gimana?”, aku tahu arah pertanyaan ini, namun
aku berusaha mengacuhkannya.
“he is fine”, jawabku
singkat. Entah kenapa moodku selalu ngedrop jika Rafky menanyakan Andi. Seakan
akan dia menganggap aku masih mempunyai hubungan yang special dengan saudara
tirinya itu.
“jangan ngambek gitu. Gua
kan Cuma nanyain Andi doang kok. Sewot amat sih.Gua makan dulu ya? Lu udah
makan?”, aku melirik jam dinding yang terletak di atas daun pintu kamar Ahmad.
Jam 2 dini hari. Dan Rafky mau makan? Dia pikir dia sedang berada di Los
Angeles apa?
“uda tadi malam, pagi pagi
gini kok mau makan sih?”
“laper!! Ni mie rebusnya
hampir mateng”
“ya udah. Jangan telat
makan Ri”
“iya sayang. Good nite, I
love you. Kalungnya masih lu pake kan?”
“masih. I love you too”,
aku mengakhiri panggilan Rafky. Namun masih belum beranjak dari ayunan tempat aku
duduk. Aku berpikir bahwa, ini hanya perpisahan selama 6 bulan namun baru
sebulan saja aku sudah sangat nelangsa seperti ini. Bagaimana jika nanti kita
lulus dan harus berpisah dalam waktu yang cukup lama? Mungkin aku bisa gila!!
Membayangkan Rafky disana bersama siapa, ngapain aja sudah bisa membuat
pikiranku tidak tenang. Apa aku tipe orang yang tidak bisa percaya dengan seseorang ya?
Acara melamunku terganggu saat aku
merasakan ada tangan yang menepuk bahuku pelan. Sedikit bergidik juga, apalagi
ini masih jam sibuknya setan berkeliaran.
“belom tidur dek?”, suara
Ahmad terdengar jelas. Pertanyaanya adalah, kenapa Ahmad selalu muncul disaat
saat tidak terduga seperti ini? Setankah dia?
“udah mas, tadi kebangun.
Kebelet pipis soalnya”, jawabku sepintas.
“mas, aku masuk dulu ya?
Ngantuk”, sambungku kemudian yang diikuti dengan anggukan Ahmad dan senyum
manisnya. Aku berjalan dan kembali masuk kedalam kamar kostku. Sepelan
mungkin berjalan menuju ranjang dan sedikit terkejut saat menyadari ternyata
Reza tadi yang tidur disampingku. Dan Andi tidur disebelah Reza. Masa Reza yang
grepe grepe aku tadi? Aku bergidik ngeri membayangkan bahwa Reza tadi yang tangannya
menelusup dibalik kaos oblongku. No way!! Gak ikhlas banget!! Sumpah!!
Akhirnya aku memutuskan
untuk tidur disebelah Andi. Bukan ada maksut apa apa lho, hanya saja jika digrepe
grepe oleh Andi itu masih bisa diterima oleh akal sehatku daripada digerayangi
oleh Reza. Alam dibawah sadarku saja tidak ikhlas jika aku digrepe grepe
Reza.Tidak butuh waktu lama untukku langsung terlelap. Rafky, aku sangat ingin
bertemu. Walaupun itu hanya dalam mimpi.
***
Aku dan Ahmad semakin
dekat dan anehnya hal ini berbanding terbalik dengan hubunganku dan Rafky yang
semakin menjauh. Bahkan sudah sebulan terakhir ini sms dariku, telepon
dariku tidak pernah digubris. Entah apa yang terjadi dengan Rafky disana, aku
tidak pernah tahu. Hanya saja Andi bilang jika Rafky baik baik saja. Dia tidak
sakit dan sehat sehat saja. Lalu kenapa Rafky seperti mengacuhkan aku? Kalung
yang Rafky beri masih aku pakai dan aku berharap hal yang sama pun dilakukan oleh
Rafky. Entah kenapa hatiku masih sangat yakin jika Rafky masih mencintaiku. Aku masih
yakin. Aku tidak bisa menjelaskan kenapa dan bagaimana. Keyakinan itu
begitu kuat saja didalam hatiku.
“woey, jalan yuk? Mumpung
cerah nih!!”, Ahmad melongokkan kepalanya lewat pintu kostku yang terbuka
sedikit.
“kemana mas? Sore sore
gini?”, jawabku masih tidak bergeming dari tempat pembaringanku.
“pantai marina utara!!
Belom pernah kesana kan? Yok!!”, aku menimbang nimbang sebentar sebelum
mengangguk dan bangkit dari ranjang.
Ternyata lumayan juga view
disini, udara juga hangat. Walaupun tidak seindah parang tritis. Aku tidak
ingin membandingkannya dengan Bali karena aku belum pernah kesana. Ahmad berjalan
dibelakangku, beberapa kali dia memotretku tanpa sepengetahuanku.
“duduk disitu dulu yok,
capek gua”, ajakan Ahmad aku jawab dengan anggukan. Aku juga merasa sangat
lelah. Untung aku memakai celana pendek. Apa hubungannya celana
pendek dengan capek?
“sebentar lagi prakerin lu
bakal udahan”, aku hanya tersenyum ringan mendengar ucapan yang keluar dari
bibir Ahmad. Seminggu lagi prakerinku bakal berakhir. Senang rasanya, karena
sebentar lagi aku akan kembali bertemu dengan Rafky. Walaupun sampai sekarang
dia masih belum mengabariku. Namun aku percaya dia masih milikku, aku percaya.
“bakal jauh”
“lagakmu mas!! Mas kan
asli parakan tuh!! Deket kali”, aku mencolek pinggangnya pelan. Ahmad hanya
tertawa ringan. Tapi matanya menatapku tajam. Aku memang tidak ingin
sok suci, aku pernah ciuman dengan Ahmad dan menyesali mati matian setelahnya.
“gua sayang sama lu. Gua
mau kita pacaran”, kalimat ini pun sudah aku duga akan dikatakan oleh Ahmad
cepat atau lambat. Jujur aku juga menyayanginya. Aku menyukai Ahmad, hanya saja
jika aku menerima cintanya perjuanganku selama 5 bulan lebih ini mempertahankan
Rafky akan sia sia. Aku menghela nafas pelan.
“Nan?”
“iya mas?”
“gimana?”
“aku tidak bisa”, aku
menjawab dengan suara lirih. Aku benar benar tidak bisa, rasa sukaku terhadap
Ahmad tidak jauh lebih besar dari cintaku terhadap Rafky.
“Rafky ya?”, aku
mengangguk pelan. Aku mendengar Ahmad menghembuskan nafasnya perlahan.
“masih mengharapkannya?”,
kembali aku hanya mengangguk pelan. Aku ragu, apakah pengorbananku ini nantinya
akan ada hasilnya? Namun entah mengapa hati kecilku begitu yakin.Yakin bahwa
aku dan Rafky masih ditakdirkan bersama. Naïf sekali pikiranku,
ditakdirkan bersama? Pernahkah takdir salah sehingga membuat 2 orang pria saling jatuh
cinta? Namun aku dan Rafky mengalaminya? Suratan takdirkah? Atau pilihan
hidup? Aku menggeleng pelan.
“aku masih sayang Rafky
mas”
“ya, gua tahu. Andi pernah
bilang”, aku tertegun sesaat. Andi? Telingaku tidak salah dengar kan? Andi? Setahuku Ahmad jarang sekali terlihat perbincangan yang asyik dengan
Andi.
“dia mantan lu kan? Dulu
dia pernah ngingetin gua buat kaga deketin lu. Dia masih sayang banget sama lu
kayaknya”, otakku berputar pelan. Kapan Andi melakukan itu? Kenapa?
“kapan mas?”, tanyaku
penasaran.
“udah cukup lama”, Ahmad
hanya menjawab dengan sangat pelan. Tiba tiba Ahmad berdiri dari tempat duduk
disampingku.
“pulang yok, uda hampir
malam ni”, kata Ahmad sambil menarik tanganku untuk bangkit berdiri. Ahmad
mengajakku untuk makan malam dulu baru pulang. Aku tidak keberatan,
pikiranku seperti melayang. Berpikir ulang dengan keputusanku tadi menolak
Ahmad. Benarkah sudah tepat keputusanku? Atau aku justru memilih
pilihan hidup yang salah? Mengharapkan sesuatu yang ternyata sudah diluar jangkauanku? Sekali lagi
aku hanya bisa meyakinkan diriku sendiri bahwa pilihanku sudah tepat.
***
Hari ini hari Senin, semua
siswa kelas empat sudah pulang dari prakerin. Sebenarnya aku, Andi dan
Reza sudah pulang dari kemaren Jum’at. Hanya saja belum semua siswa kelas empat sudah
pulang sehingga membuat aku malas untuk masuk di hari Sabtu kemaren. Mungkin hari
ini aku juga terlalu bersemangat, selain karena aku bisa menemui Rafky aku juga
bisa menumpahkan kekesalanku padanya karena tidak menghubungiku hampir sebulan
lebih. Atau mungkin Rafky bakalan menjemputku? Nyatanya harapanku bahwa
Rafky akan menjemputku terlalu tinggi. Bahkan saat upacara penyambutan selamat
datang kembali oleh kepala sekolah Rafky pun tidak tampak. Memang hari
ini belum ada pembelajaran dan siswa kelas empat bisa pulang lebih awal, namun
dimana Rafky? Kenapa dia tak kunjung muncul? Dia sakitkah? Atau kenapa?
Aku mencari Andi, berharap
akan mendapatkan informasi darinya. Namun Andi pun tidak tampak. Kalau meminjam
istilah dari teman satu labku dia pasti bilang, apa apaan sih? Linda
Puspitasari, where are you? I miss you so much (maaf jadi curcol). Akhirnya aku
memutuskan untuk pulang ke rumah. Masih ada hari esok, mungkin Rafky terlalu
capek jadi dia tidak masuk tadi. Sesaat aku terpikirkan alun alun kota, tempat
dimana aku dan Rafky biasanya menghabiskan waktu berssama. Setelah aku pikir
pikir sejenak, aku memutuskan untuk pergi ke alun alun kota. Anggap saja aku
sedang melakukan moment pengenangan kembali (ada ya istilah pengenangan? Masuk
dalam daftar kosakata yang benar kaga sih?). Aku berjalan menuju stand siomay tempat biasa aku
dan Rafky menghabiskan waktu setelah pulang sekolah. Lalu aku melihatnya, itu
Rafky. Ya Rafky, walaupun
sekarang dia tambah hitam. Tapi kenapa ada Andi juga?
Aku mendekati mereka tanpa mereka sadari, sangat penasaran dengan apa yang
sedang dibicarakan oleh kedua saudara tiri yang jarang berbicara satu sama lain
itu.
“lu udah berhasil dapetin
Nansa, lu yang menang!!”, deg. Kata kata yang keluar dari mulut Andi itu
berhasil membuat semua indraku waspada.
“sesuai janji, lu bakal
keluar dari hidup gua dan keluarga gua. Lu harus kuliah diluar negeri. Jauh dari
sini”, Rafky berbicara santai seperti tidak ada dosa. Sandiwarakah selama ini? Semua itu
sudah di setting?
“belom tentu, bisa saja
Nansa bakal balik lagi ke gua!!”, perkataan Andi langsung disambut tawa sinis
Rafky.
“fakatanya apa? Selama 6
bulan lu bahkan gak bisa dapetin dia kembali kan? Menggelikan!! Jadi lu kalah
telak!! Jauhi bokap!! Itu perjanjian kita kan?”
“gua juga ngeh kali!!”,
apa yang bisa aku lakukan sekarang? Menangis? Tidak akan!! Ra sudi!! Menangis
hanya akan membuat mereka tambah tertawa. Perhatian Rafky, sikapnya yang agak
melunak, semua itu hanya sandiwara? Agar dia bisa mendapatkan perhatian ayahnya
utuh tanpa dibagi dengan Andi? Kejam sekali!! Tidak!! Tidak!! Aku menggelengkan kepalaku kuat kuat,
mereka tidak kejam, hanya aku yang cukup bodoh. Bagaimana mungkin lelaki
yang begitu terlihat manly mengaku dirinya menyayangiku? Naïf sekali
pemikiranku. Benar benar bodoh? Lalu percintaan itu? Halah, mungkin itu hanyalah sex pengalaman baru untuk
Rafky. Ya Tuhan, so stupid!!
Aku memilih berlalu dari
tempat itu daripada semakin makan hati. Sekarang aku baru bisa berpikir
mengapa kejadian itu terjadi secara kebetulan. Karena itu memang sudah
di setting sedemikian rupa. Aku sedang dilanda krisis kepercayaan hubunganku
dengan Andi dan tiba tiba Rafky mendekatiku. Dan tanpa diduga dia
mengatakan bahwa dia telah jatuh cinta padaku sejak kelas satu? Dan bodohnya
aku percaya begitu saja. Sedemikian bodohnyakah aku? Aku menyesal!! Benar benar menyesal hari
ini. Begitu mudah membuka hatiku untuk dipermainkan!! Sampai aku di rumah aku
langsung merebahkan diri di ranjang. Lebih baik tidur siang. Siapa tahu perasaanku akan
jadi lebih baik nantinya. Walaupun aku benar benar ingin menangis rasanya. Sebentar, aku
melupakan hal yang sangat penting. Sebaiknya aku makan dulu. Baru aku tidur siang. Hmm, ide itu
terdengar lebih baik.
Aku merasakan ada tangan
yang membelai belai rambutku. Aku menggeliat pelan. Siapa yang berani
mengganggu tidurku.
“lu kalo bobo manis banget
sih”, pendengaranku langsung menajam begitu mendengar suara serak serak sengau
brengsek itu.
“ngapain?”, tanyaku sadis.
Buat apa beramah tamah dengan ular bermuka dua?
“ngambek? Sebulan ini gua
kaga bisa hubungin lu bukan karena gua lupa. Ponsel gua ilang. Disana susah
cari ponsel”, susah cari ponsel? Alasan yang sangat berbobot sekali ya? Mengapa dia
tidak mengatakan sekalian jika handphonenya dimakan buaya? Siapa tahu aku
malah lebih percaya? Iya kan?
“leave me alone please?”
“why?”, Rafky masih bertanya
‘why?’. Oh ya, mungkin dia belom tahu alasannya.
“kaga usah sok sayang sama
gua kalau itu Cuma pura pura. Bukannya tujuan lu udah tercapai? Gua udah kaga
ada fungsinya buat lu kan? Sekarang lu bisa menjadi satu satunya pusat
perhatian buat bokap lu. Andi bakal hilang dari hidup lu kan? Bukan hilang,
tapi dipaksa pergi jauh. Kalian berdua sama saja. Bangsat!! Dan brengsek!!
Pergi atau gua bakal ngiris ngiris kontol lu terus gua goreng?!”, kataku
panjang lebar penuh emosi. Hanya saja bila aku boleh mengkoreksi aku ingin
sekali mengkoreksi kata kata menggoreng kontol tadi. Sepertinya ancaman itu
kurang bisa dinalar oleh otak. Mengerikan sih iya, tapi untuk merealisasikannya
itu ribet. Belum lagi proses memotongnya, hiiiey!! Kaga kebayang dah!!
“darimana lu tau?”
“bukan urusan lu!! Leave
me now!!”, kataku agak sedikit berteriak. Reno muncul di ambang pintu kamarku.
“kenapa bang?”, tanya Reno
yang sudah berdiri disamping ranjangku.
“it’s okay. Lu bisa pergi
kan Raf?”, Rafky mengangguk pelan sebelum akhirnya pergi. Aku menatap
punggungnya pelan sebelum akhirnya aku memejamkan mataku kembali. Istirahat yang
cukup adalah salah satu obat paling mujarab saat patah hati. Teori menurut
Ardhinansa Adiatama, kebenaran dan keberhasilannya masih diragukan.
“ngapain lu masih disini?
Gua mau molor!!”
“buset dah lu!! Molor mulu
kayak perawan!!”, kata Reno sambil keluar dari kamarku. Aku sedikit
mengkernyitkan keningku. Seperti perawan? Memangnya perawan doyan molor? Teori barukah?
Mungkin akan aku selidiki nanti, sekarang waktunya bobo. Urusan Rafky nanti
saja setelah bobo siang.
Sudah seminggu ini aku
tidak melihat Rafky dan Andi di sekolah. Awalnya aku menganggap bagus juga,
karena dengan begitu aku akan lebih mudah melupakan dua bersaudara brengsek
itu.
“Nan, bisa bicara sebentar
gak?”, aku menoleh.
“owh, lu Muh!! Ada apaan?”
“lu bisa ikut kita naek
Sumbing gak?”, hha? Tumben banget Muhadi
nawarin aku buat naik Sumbing? Baru kali ini selama 4 tahun aku sekolah disini
dia mengajakku berbicara duluan.
“gua kaga biasa naek
gunung. Yang ada ntar gua ngrepotin lu lagi”
“ye daripada lu
bengong di rumah? Mending ikut!! Rame acaranya!! Dijamin seru!! Ya? Ya? Ya? Ikut ya?”,
kenapa Muhadi seperti ini? Merengek rengek seperti anak kecil? Seberpengaruhnyakah
bila aku tidak ikut?
“okay, kapan?”, kataku
akhirnya.
“Sabtu besok, kita ngumpul
di rumahnya Linda di kledung. Tahu kan?”, aku hanya mengangguk ringan.
“okay, kalo gitu gua
duluan ya?”, kataku sambil mengangguk pelan ke arah Muhadi. Naik gunung? Ya lumayan lah
buat refreshing. Daripada mikirin kedua saudara yang sudah memporak porandakan hatiku
dengan sangat sukses? Dan sekarang mereka dengan seenaknya tidak pernah masuk sekolah. Terpuji sekali
perbuatan mereka. Kompak lagi!! Salut!! Sebenarnya sih pelajaran efektif itu
masih bulan depan. Selain Rafky dan Andi sebenarnya juga banyak yang belum
masuk, tapi hallo? Mereka berdua itu kan punya urusan penting sama aku!!
Seenaknya saja lari dari tanggung jawab!!
***
“lu mau kemana bang?”,
tanya Reno yang melihatku tengah siap siap buat berangkat ke kledung. Tempat
berkumpulnya anak anak. Sebenarnya aku cukup bodoh juga, karena hanya sedikit
anak yang kukenal yang akan ikut naek gunung sumbing ini. Apa sih istilahnya?
Hiking ya? Sebenarnya aku tahu istilah naik gunung yang sebenarnya, namun aku
pura pura tidak tahu supaya terdengar lucu.
“maen bentar”, jawabku
singkat sambil mengambil jaket hangat berkulit tebal.
“maen apa pindahan lu bang?
Banyak amat barang bawaan lu!”, aku menatap Reno dengan pandangan
gak-usah-koment-lagi-atau-gua-cincang-lu-jadi-perkedel. Dan efektif, Reno
langsung diam.
Seperti dugaanku hanya
beberapa anak yang aku kenal. Sebenarnya aku tahu nama semua anak yang ada
disini, namun hanya beberapa yang memang ‘kenal’ denganku.
“seneng gua lu bisa dateng
Nan”, aku hanya tersenyum ringan dan menyambut uluran tangan Muhadi.
“pengen suasana baru aja”,
kataku berusaha sehangat mungkin. Karena jika mengingat suasana hatiku sekarang
mungkin aku sudah membakar semua orang yang ada disini. Aku melihat sekeliling
dan hampir semua anak anak sudah akan berangkat menuju pos 1.
“kita nyusul aja Nan”,
kata Muhadi yang duduk disampingku. Aku hanya mengangguk, lagipula jika aku
mengikuti mereka aku pasti akan jadi garing sendiri karena tidak tahu harus
berbicara apa dan dengan siapa.
“bentar ya Nan, gua
kebelakang dulu. Kebelet kencing gua”
“jangan kencing di
sembarang pohon lu!!”
“hhehe”, Muhadi berlalu
sambil meringis. Aku menggosok goskkan kedua tanganku. Rasanya semakin dingin
saja.
“cowok manis sendirian
saja ni?”, aku sangat hapal dengan suara itu. Ngapain bedebah itu berada disini?
“ngapain lu?”
“coba liat gua baik baik”,
aku menfokuskan untuk melihatnya lebih lekat dan aku melihat Rafky mengenakan
kalung itu. Tapi
apa sekarang masih ada artinya? Nothing!! Sama sekali tak ada!!
“dulu, waktu lu lagi
berantem dengan Andi, Andi cerita ke gua. Dan secara bercanda dia bilang kalau
dia bakal ngejauh lagi dari kehidupan gua kayak dulu kalau gua berhasil buat lu
jatuh cinta sama gua”, aku memutar kedua bola mataku. Fakta unik bahwa ternyata
Andi dan Rafky suka bercanda. Wow sekali dan sangat sesuatu.
“gua setuju, karena dengan
begitu gua sama Risky akan hidup tenang”
“bagus, kalau begitu
keinginan lu sekarang terwujud”
“Andi tidak bakal jadi
kuliah di luar negeri, gua yang minta. Sebagai bukti kalau gua beneran sayang
sama lu. Gua rela hidup gua diganggu Andi lagi asal gua hadepin itu semua sama
lu!!”, aku melengos. Masih belum percaya dengan apa yang telah dikatakan oleh
Rafky.
“dan gua siap buat
berubah. Lebih romantic, lebih perhatian. Emm, lebih hebat diatas ranjang dan
juga lebih. . .”
“lebih sayang ke Andi.
Demi Tuhan, dia kakak lu!!”
“jadi kita baikan?”
“masih banyak yang ingin
gua tanyakan, seperti mengapa sebulan terakhir saat prakerin lu tidak pernah
ngasih kabar dan kenapa lu selalu bisa mencairkan hati gua? Hmm, padahal
sebelum ini gua benci banget sama lu yang sudah mengkhianati gua. Tapi itu bisa
dibicarakan nanti, by the way kemana Muhadi?”, tanyaku sambil menengok kanan
kiri.
“dia sudah ikut naik ke
post satu”
“gua kangen. . .”
“I know”
***
Ponsel Rafky hilang, ini
beneran!! Ternyata Rafky tidak berbohong.Selain itu alasan yang lebih mendasar
dia ingin menguji kesetiaanku. Karena Ahmad!! Andi menceritakan tentang Ahmad
kepada Rafky. Harus dicatat dan digarisbawahi bahwa ternyata Andi adalah mata
matanya Rafky. Sebenarnya masih banyak pertanyaan di kepalaku, hanya saja kadang
perasaan mengalahkan segalanya. Mengalahkan logika. Mungkin cinta ini salah,
namun aku hanya ingin menjalaninya. Menjalaninya apa adanya. Cinta seperti ini
tidak bisa berlangsung selamanya. Tapi saat ini aku hanya ingin merasakan cinta ini
bersama orang yang benar benar aku sayangi. Entah sampai kapan aku
tidak tahu. Aku hanya ingin menjalaninya saja.
Kisah ini memang belum
berakhir.
Akan ada
kisah bersambung lagi tentang mereka berdua namun dengan judul yang berbeda.
Setelah ini aku bakalan kasih cerbung baru berjudul SMA!!!
Kisah
baru dengan tokoh baru dan agak mistis-mistis gitu. Wow, bondage?
Ardhinansa
Dicari kenalan pria gay / biseksual di indonesia. Dimanapun? Siapapun?
BalasHapusDiutamakan pria dewasa, baik single ataupun sudah menikah, bukan masalah!
Asal anda bukan pria kemayu? Bukan feminim? Apalagi banci...! Saya anti.
Disini saya harapkan kenalan yg sehat. Anda bisa komunikasi yg baik! Bukan sekedar bertujuan Sex! Bukan pula unsur free / just fun, saya tidak pernah setuju.
Bagi saya, sex terjadi hanya sekedar pelampiasan nafsu, itu tidak akan pernah bertahan lama. Itu hanya kebiasaan yg berpetualang, yg sudah biasa bergonta-ganti pasangan. Apa ada nilai steril???
Saya harapkan anda bisa memberikan solusi yg tepat, hubungan yg seperti apa yg baik, yg mana bisa menjaga privacy masing". Nyaman & tidak terkesan egois.
Saya tunggu pendapat serius anda.
Dg logika. & pemikiran yg matang. Silahkan kontak saya : O85664600785 atau BBM ; 219ac6dc