FOLLOW ME

Rabu, 10 Juli 2013

CERITAKU 16

Rafky masih menyunggingkan senyum mesumnya sambil menghampiriku yang sudah rebahan diatas ranjang.Tubuh polosnya yang sudah tidak tertutupi sehelai benangpun memperlihatkan kejantanannya. Lalu tanpa sungkan sungkan Rafky menciumku. Ciuman yang sangat dalam sambil mengarahkan tanganku untuk membelai kejantanannya yang sudah tegak mengacung. Sedangkan tangan lainnya berusaha menelanjangiku. Kini aku tak ingin pasrah, ingat? Aku sama sekali belum pernah ‘menembak’ Rafky. Dia melulu yang selalu menembakku. Kali ini ceritanya lain!! Sambil menyeringai licik aku membalikkan tubuh Rafky agar dibawahku.

Tok tok tok
“Ri, lu didalam kan? Gua mau ngomong!!”, shit!! Kenapa kalau jatahku yang jadi top selalu ada gangguan? Dengan lesu aku menyingkir dari atas tubuh Rafky. Rafky mengenakan celana pendeknya sekenanya langsung menuju pintu.
“kenapa An?”, tanya Rafky begitu membuka pintu kamarnya. Sepertinya Andi bisa mengambil kesimpulan tanpa harus aku koar koar jika aku baru saja menghabiskan waktu yang sangat luar biasa dengan saudara tirinya. Bibirku bengkak akibat lumatan Rafky, pakaianku berantakan. Jadi apa yang bisa Andi simpulkan?
Apakah Andi berpikir bahwa aku baru saja disiksa oleh Rafky? Disetrika mungkin? Disetrika dengan lidah Rafky maksudku. Atau aku nampak seperti anak perawan yang habis diperkosa oleh berandalan? Sudahlah, yang pasti wajah Andi sedikit memucat melihat keadaanku. Cemburukah? Atau prihatin? Aku kurang yakin.
“gua mau ngomong sebentar  bisa?”, tanya Andi sambil melirikku sekilas.
“okay, bentar ya yank”, kata Rafky sambil menekankan kata ‘yank’ saat berbicara denganku. Aku hanya mengangguk. Setelah Rafky keluar dengan Andi, aku memutuskan untuk merapikan bajuku lagi. Beberapa kancing seragamku copot, kejadian ini sudah sering terjadi. Aku yakin, ibuku pasti bertanya tanya kenapa baju seragamku kancingnya selalu saja copot. Mudah mudahan tidak ada didalam benak ibuku jika anak lelakinya ini sering ditelanjangi sedikit paksa –diluar fakta bahwa aku sangat menyukai ditelanjangi oleh RAFKY tentunya- oleh seseorang. Aku merebahkan tubuhku diatas ranjang Rafky, sedikit berpikir tentang masa depanku. Apakah aku akan pacaran selamanya dengan Rafky? Bagaimana jika aku nantinya harus menikah? Bisakah aku terangsang nantinya? Ya Tuhan, pusing sekali aku memikirkan masa yang akan datang.
“lama ya?”, tanya Rafky setelah dia masuk dan menutup pintu. Aku hanya tersenyum ringan.
***


Semuanya berjalan normal dan cepat. Pada waktu UN kelas 3, atau detik detik pengumuman kelulusan. Aku memang tidak lagi menduduki posisi pertama saat UN, namun setidaknya aku masih masuk dalam 20 besar. Aku diurutan 20 untuk lebih jelasnya. Mungkin kebanyakan pacaran. Hubunganku dan Rafky juga berjalan sewajarnya. Hingga sekarang aku bahkan tidak tahu apakah Rehan sudah tahu jika aku adalah kekasih Rafky atau dia belom tahu sama sekali. Yang jelas, Rehan beberapa kali meminta bantuanku untuk mendekatkan dirinya dengan Rafky. Bodoh sekali dia, mana aku mau coba?
Aku kelas 4 sekarang. Di kelas 4 ini ada yang bebeda. Semester awal digunakan untuk prakerin sedangkan semester berikutnya digunakan untuk fokus dengan uji kompetensi dan uji kejuruan. Aku mulai takut dengan apa yang akan terjadi denganku dan Rafky setelah kita benar benar dinyatakan lulus dari sekolah ini nanti. Bukan saja lulus UN. Namun sepertinya ketakutanku dimulai dari sekarang saat pengumuman pembagian Prakerin. Aku, Andi, Reza dan Anis prakerin disalah satu perusahaan minuman di Semarang. Kalian tahu Rafky ditempatkan dimana? Kalimantan!! Disebuah perusahaan kelapa sawit. Aku nyaris histeris!! Selama 6 bulan aku tidak akan ada kontak dengannya. Apa yang bisa aku lakukan coba? Memohon kepada Pak Kuwat Widodo agar aku dan Rafky disatukan dalam satu tempat prakerin karena kita adalah sepasang kekasih? Kalau begitu, tampar saja aku. Itu sama saja dengan bunuh diri.
“lu berangkat kapan?”, tanya Rafky. Tangan kanannya sibuk mengaduk aduk sop buah yang ada dihadapannya.
“minggu depan. Lu?”, miris sekali aku bertanya jika mengingat bahwa tidak ada sebulan lagi kita akan terpisah jarak dan ruang.
“9 hari lagi”, Rafky tersenyum menatapku.
“gua mau ngajak lu kesuatu tempat, mau?”. Sambung Rafky kemudian. Aku hanya mengangguk.
Aku diam saja tidak bertanya saat Rafky membawaku ke jalanan yang tidak pernah kukenali bahkan aku tidak tahu ada jalan semacam ini di kota kelahiranku sendiri selama 18 tahun usiaku. Cukup lama perjalanan yang kami tempuh dan cukup sukses membuat pantatku panas. Rafky masuk kedalam jalan sepetak. Sedikit memaksa dengan motornya. Aku hanya pasrah, bahkan beberapa kali ranting pepohonan mengenaiku. Dengan tiba tiba Rafky memberhentikan motornya.
“look”, aku membuka mataku yang sedari terpejam dan berlindung dibalik punggung tegap Rafky. Ada sungai jernih yang mengalir, pepohonan yang sangat rindang dengan persawahan diatasnya.
“wow”
“gua nemuin tempat ini beberapa waktu yang lalu, ini di daerah kledung yank”, entah kenapa rasanya aku ingin menangis. Membayangkan bahwa punggung ini tidak bisa aku peluk untuk waktu yang sangat lama. Bahwa tidak akan ada lagi yang menjahiliku untuk waktu 6 bulan ke depan.
“turun”, kata Rafky singkat. Aku tersenyum tertahan. Pacar terjutekku. Muhammad Rafky Ulinnuha. Aku turun dari atas motor lalu berjalan perlahan menuju sebuah bongkahan batu dan duduk disana. Tidak berapa lama, Rafky menyusul duduk disampingku.
“kalau kita pulang prakerin nanti, hubungan kita genap 3 tahun”, perkataan Rafky barusan membuatku meringis. Ternyata sudah sangat lama waktu yang aku habiskan bersama Rafky.
“gua gak bisa janji bisa menggenapi waktu 3 tahun itu yank”, Rafky mengatakannya dengan perlahan namun aku masih dapat mendengarnya dan tercekat karenanya.
“maksud lu Ri?”
“kita bakal terpisah lama”
“6 bulan itu sebentar”, potongku cepat. Bagaimana mungkin Rafky berpikiran bahwa mungkin akan memutuskan hubungan ini?
“oh ya? Buat gua 6 bulan itu sangat lama. Cukup lama untuk membangkitkan kembali perasaan lu terhadap Andi”, deg. Aku baru ingat kalau aku dan Andi satu tempat prakerin.
“kalian bakal satu kost, satu tempat kerja. Tiap hari ketemu, apa yang bisa gua lakukan karena gua berada di pulau yang berbeda?”, aku memeluknya. Perpisahan ini ternyata juga menyiksanya.
“mungkin lu bakalan janji kalau lu kaga akan berpaling, namun perasaan manusia siapa yang tau? Gua gak pengen naïf Nan”
“jadi?”, tanyaku takut takut. Rafky mengeluarkan sesuatu dari saku kantongnya. 2 buah kalung. Rafky mengulurkannya satu untukku, ada huruf R di tengah tengahnya.
“saat lu pulang prakerin nanti dan kalung itu masih lu pakai, berarti lu masih jadi milik gua. Tapi kalau kalung itu gak lu pakai, berarti gua harus relain lu. Hal yang sama juga berlaku buat gua”, kata Rafky sambil memakai kalung yang satunya di lehernya. Ada huruf A disana. Aku juga memakai kalungku, tanpa menyadari bahwa air mataku turun. Membayangkan saat saat aku jatuh bangun mengejar Rafky. Lalu jatuh kepelukan Andi karena aku begitu tak sabaran. Sekarang? Memang perpisahan ini sementara, namun jika ternyata Rafky menemukan sosok lain di prakerin ini yang bisa mengganti posisiku di hatinya. Memikirkan itu membuat hatiku sedikit terkoyak, merelakan Rafky untuk orang lain? Bisakah aku?
“hi, you okay?”
“pulang”, kataku tertahan. Rasanya Rafky jahat sekali bisa merelakan aku begitu saja seandainya waktu pulang prakerin nanti kalung itu tak aku kenakan. Rasanya ini seperti perpisahan yang direncanakan. Entahlah, aku kacau sekali. Bahkan melucu pun aku tak sempat. Rasanya aku ingin menghabiskan sisa waktu yang ada sebelum keberangkatan prakerin ini dengan sebaik baiknya.
“thanks”, kataku setelah Rafky benar benar mengabulkan permintaanku dengan membawaku pulang. Rafky tersenyum manis, dan itu membuat aku tidak tahan. Aku ingin memeluknya.
“gua pulang ya?”, kata Rafky berpamitan. Aku memegang lengannya sebelum Rafky sempat menstater motornya.
“nginep disini aja gimana?”, Rafky agak tertegun mendengar permintaanku. Selama ini Rafky sudah sering untuk meminta ijin supaya boleh menginap di rumahku namun aku selalu menolak. Dan sekarang malah gantian aku yang memintanya dengan sukarela. Aku berpikir bahwa saat ini aku hanya ingin menghabiskan waktuku sebanyak mungkin dengan Rafky.
“yakin?”, kata Rafky sambil menatapku tajam. Aku hanya mengangguk. Tinggal 7 hari lagi sebelum aku berangkat prakerin. Itu waktu kotornya, belum dikurangi waktu tidur dan waktu waktu lain yang tidak dihabiskan bersama Rafky. Setelah berkata kepada ibuku bahwa Rafky akan menginap aku langsung mengajak Rafky ke kamarku.
“kunci kamarnya udah bener kan yank?”
“he em, udah dibenerin lama kok”, kataku menjawab pertanyaan Rafky barusan. Aku membuka almariku memilih milih baju yang mungkin cocok untuk dipakai Rafky. Namun aku harus kecewa, ukuran tubuh Rafky tidak hanya lebih tinggi dariku tapi juga lebih besar. Ternyata degradasi daya tangkapku mulai menua di usia semuda ini. Aku mengumpat pelan.
“kenapa yank?”
“gua punya kabar buruk buat lu dan kabar baek buat gua”, Rafky mengkerutkan keningnya sambil menatapku lama.
“what?”
“gua gak punya baju ganti buat lu”, Rafky sukses meringis.
“menurut gua itu kabar baek juga buat gua. Gua suka kok tidur telanjang sambil meluk lu”, wajahku sukses merona. Membayangkan bahwa aku nanti akan dipeluk oleh tubuh telanjang Rafky sudah membangkitkan satu organ dibawah pusarku. Aku mengganti seragamku dengan boxer dan kaos oblong, sengaja melewatkan makan malam karena tadi sudah makan sebelum pulang (adakah yang bisa membuat kalimat ini lebih baik?). Setelah mencuci wajahku, aku segera merebahkan diri.
“good night”, kataku sambil berusaha tidak menatap Rafky.
“ya, met bobo my prince”, aku tersenyum. Akhir akhir ini memang Rafky semakin romantic. Aku tidur memunggungi Rafky dan sedari tadi berusaha tidak melihat Rafky walaupun aku dengan sangat jelas mendengarkan suara suara seperti sedang melepas baju. Aku merasakannya saat Rafky naik ke ranjang dan tangannya memelukku. Menarikku untuk menempel di tubuhnya dan menarik selimut untuk menutupi tubuhku dan tubuhnya. Aku juga merasakannya, sangat jelas terasa jika Rafky tidak mengenakan sehelai benangpun.
“belum bobo ya?”, Rafky agak mendesah di bibirku. Aku hanya diam, pura pura tertidur.
“kalau uda bobo, gua perkosa ya?”, aku masih mempertahankan sikap –gua- ini-sudah-tidur-berisik-amat-sih-lu. Tangan Rafky secara demonstratif  membelai belai bokongku lalu secara perlahan menurunkan boxerku. Setelah sukses melorotkan boxerku sampai selutut, tangan Rafky menelusup di balik kaos oblongku.Tangannya sekarang dengan sangat lembut membelai belai putingku. Aku sudah tidak tahan, Rafky benar benar menggodaku.
“stop, gua lom tidur Ri!!”, kataku sambil membalikkan tubuhku menghadap Rafky. Rafky menyentil hidungku pelan.
“enak nih!! Memperkosa orang yang sadar lebih asik daripada yang lagi tidur”, Rafky berkata sambil memegang kedua tanganku lalu diletakkan diatas kepalaku.
“apaan?”
“sst, coba meronta”, Rafky sepertinya bakal menggila. Satu tangannya tetap menahan kedua tanganku agar tetap berada diatas kepalaku, sedangkan tangan yang lainnya menyingkap kaosku. Kepala Rafky menunduk, melumat, menghisap pelan, lidahnya menjilat jilat putingku. Aku hanya bisa mengerang tertahan. Aku benar benar terangsang parah. Rafky melepaskan tanganku. Dan tiba tiba langsung mengambil posisi tidur membelakangiku. Aku agak terkejut untuk sesaat. Lalu kemudian aku membalikkan tubuh Rafky agar terlentang, duduk diatas tubuhnya dan mulai aksiku.
“lu harus tanggung jawab”
“gua kaga keberatan kalau lu yang minta”, sekarang gentian aku yang tersenyum mesum.
“you make me horny babe”, kataku sambil berbisik di telinganya.
***

Hari ini aku sedang meninjau lokasi tempat prakerinku diantar oleh om Bimo bersama Andi dan Reza. Aku sedari tadi diam, hanya bersuara saat ditanya oleh om Bimo. Rasanya begitu malas sekali harus ke Semarang. Seharusnya aku bisa menghabiskan waktu yang tinggal sedikit ini bersama Rafky. Bukannya menjelajah tidak jelas seperti ini. Semarang panas gila, hal ini aku tahu setelah keluar dari mobil. Kedatangan kita berempat (sebentar aku hitung dulu, aku, Andi, Reza dan om Bimo. Bener kan? Ternyata otakku masih bisa berfungsi), sudah disambut oleh Mas Arif senior kita yang sudah menjabat sebagai Section Head Laboratory di perusahaan ini. Andi yang sudah sering kontak dengan mas Arif, guna meminta bantuannya. Mas Arif sebenarnya memiliki wajah yang menarik, namun aku kurang sreg dengan tingkah sok tahunya. Yaelah, dia memang secthead, tapi tidak usah segitunya juga kali mengumbar kesuksesannya. Norak!! Atau jangan jangan suasana hatiku saja yang sedang tidak bagus, tak tahulah.
“saya udah nyari tempat kostnya, tapi kalau kalian ntar tidak cocok kita bisa cari lagi”, aku hanya diam. Melangkah mengikuti mas Arif yang berjalan didepan. Kira kira 10 menit kita sampai di sebuah rumah lumayan mewah. Mas Arif mempersilakan aku dan rombongan masuk (rombongan? Please deh Nan!! Kaga punya bahan buat melucu ya?).Ternyata ini adalah tempat kost yang tadi diceritakan mas Arif. Sepintas, ini nampak seperti rumah mewah biasa. Ada 5 kamar dan 4 kamar sudah ditempati. Aku, Andi dan Reza akan menempati satu kamar di rumah ini. Rumah ini memang khusus untuk tempat kost, sedangkan pemiliknya ada di rumah yang berbeda. Anis sendiri bakalan tinggal di tempat pamannya.
“ini kamarnya, jadi saya pikir muat untuk ditempati kalian bertiga”, aku memandang berkeliling ke seluruh ruangan. Wow, itu yang bisa aku ucapkan. Ada dua tempat tidur besar. Aku rasa cukup untuk tidur 5 orang, meja kecil dan almari. Walaupun almarinya biasa saja, namun kamar ini sudah sangat wow jika mengingat harga sewanya yang hanya 200 ribu rupiah per bulan. Kamar mandi ada 2 buah diluar. Dapur dan ruang tamu.
“dari sini Cuma jalan 5 menitan ke pabrik”, jelas mas Arif lagi. Aku masih diam, sekarang aku malah berpikir kenapa sang pemilik kost tidak ada disini? Menemani kita mengobrak abrik tempat kostnya? Mengapa malah mas Arif yang menemani? Jangan jangan ini kost kostan milik mas Arif lagi. Aku harus bersyukur karena pabrik ini ternyata tidak berada di area perindustrian.
“bagaimana?”, tanya mas Arif. Om Bimo memandangku, Reza dan Andi bergantian. Aku mengangguk, begitu juga dengan Reza dan Andi. Aku ingin cepat cepat pulang.
“kita ambil mas, oh ya, ini uang sewa untuk satu bulan ke depan”, kata om Bimo sambil memberikan 2 lembar uang seratus ribu. Setelah kesepakatan yang sudah dicapai dan aku semakin kuat menduga jika kost kostan ini memang milik mas Arif, buktinya om Bimo bayarnya di mas Arif.
Sayangnya om Bimo tidak langsung membawa kita pulang. Aku masih tetap diam, entah kenapa moodku sangat luar biasa buruk.
“gimana kalau kita main main dulu di simpang lima?”, aku memutar kedua bola mataku. Amplaz jauh lebih baik dari simpang lima. Namun aku tidak mungkin memisahkan diri dari mereka dan pulang sendiri. Itu option lebih buruk dan terdengar sangat bodoh juga konyol. Kita jalan jalan sebentar dan kemudian memutuskan untuk menonton Harry Potter and The Deathly Hollow part 1. Awalnya aku kurang setuju dengan ide Reza ini, tapi karena aku menyukai Harry Potter, maka ide ini dapat aku maklumi.
Aku pulang saat jarum jam menunjukkan pukul tujuh malam. Dan dibuat sedikit terkejut saat melihat Rafky ada di kamarku.
“aku menginap disini”, kata kata Rafky sedikit banyak membuatku terkejut. Pasalnya, aku kurang tahu jika Rafky sudah menungguku. Dia sama sekali tidak mengatakannya, dan satu lagi dia akan menginap? Apa yang dapat aku katakan? Aku sangat bahagia.
“dua hari lagi lu bakal berangkat”, aku mengerti perasaanya karena aku juga merasakannya. Perpisahan ini begitu berat walau hanya 6 bulan. Aku di Semarang sedangkan Rafky di Kalimantan. Kenapa Rafky tidak dapat tempat yang dekat saja, Jogja misalnya? Kita kan masih ada kemungkinan bertemu. Aku menghampirinya diatas ranjang dan berbaring disampingnya.
“everything will be fine”, kataku sedikit berbisik. Tanpa tahu jika prakerin ini akan sedikit menjadi mimpi buruk di dalam hidupku.
Tbc. . .


Next part will be the last part. Enjoy.
Search twitter, facebook, manjam, skype  atau apapun dengan ID Ardhinansa. Pasti ketemu. See you.

Ardhinansa Adiatama.

2 komentar:

  1. Anonim7/12/2013

    wooohooo! makin kesini makin seruuu
    btw, mereka tinggal di kota mana sih?

    BalasHapus

leave comment please.