FOLLOW ME

Kamis, 20 Juni 2013

CERITAKU 13


CERITAKU 13





Aku menikmati moment ini, saat saat yang sangat intim bersama Rafky.Tak harus di atas ranjang dan dalam kondisi telanjang. Namun suasana ini sudah sangat membuatku serasa melayang terbang ke antariksa.
“lu sayang gua?”, pertanyaan konyol
“gua sayang sama lu”
“lu cinta gua?”, lagi lagi Rafky bertanya dengan pertanyaan yang tak kalah berbobot dari pertanyaan pertama.
“gua cinta lu”, aku meladeni pertanyaanya. Mungkin dia sedang ingin kepastian.
“Andi?”, aku terus terang agak tercengang dengan pertanyaan ini.  Andi? Kenapa Rafky membawa bawa nama Andi?
“ya? Kenapa Andi?”, aku balik bertanya
“lu masih sayang dia?”. Aku bergidik, pertanyaan ini kalau di jawab akan memancing pertanyaan selanjutnya yang ujung ujungnya pasti akan memojokkanku.
“jujur?”
“ya iyalah di jawab jujur!!”, aku mendongakkan kepalaku. Menatap mata Rafky yang dulu sempat aku juluki mata sinis.
“masih”
“kenapa?”. Betul kan? Dan kalau aku jawab lagi maka akan ada pertanyaan pertanyaan yang semakin menyulitkanku untuk menjawab.
“gua juga kaga tau. Emang segampang itu apa nglupain seseorang”, aku mulai sewot.
“sorry, gua cuman takut lu bakal pergi dari gua”. Aku menelusupkan wajahku kembali, menghirup aroma leher Rafky yang memabukkan. Aku tahu ketakutan semacam ini, aku sangat paham. Dulu saat Andi begitu terasa jauh dari jangkauanku.
“gua kaga bisa janji, tapi saat ini gua sayang sama lu. Gua cinta sama lu”, ini pengakuan jujurku. Aku memang tak kan pernah bisa memberi Rafky janji janji palsu bahwa kita akan bersama selamanya. Tidak. Tidak bisa, aku anak sulung dan aku tak mungkin mengecewakan ibuku. Ya, aku pasti menikah dengan wanita kelak. Membawa garis keturunan keluargaku. Aku melepaskan diri dari pelukan Rafky lalu duduk di atas ranjang.
“pertanyaan gua bikin lu bad mood?”, Rafky berlutut di antara kakiku. Aku menatapnya, menemukan kesungguhan cintanya.
“gak”
“iya”, Rafky ngotot
“gak!”
“iya kok, tu muka lu cemberut”, aku tersenyum.
“gua sayang lu Raf”, Rafky berdiri lalu menarik tanganku.
“apa gua uda bilang kalau lu itu manis? Gua suka gingsul lu?”, aku tertawa terbahak. Memeluk  Rafky semakin erat.
“miliki gua seutuhnya Raf”, Rafky mengangkat salah satu alisnya. Aku mengangguk, kemudian mencium bibirnya.Tadinya aku hanya menyentuhkan bibirku pada bibir Rafky sekilas, namun lidahnya menggodaku.Terjulur dengan seksi saat menjilati tepi bibirnya. Aku langsung menundukan kepala Rafky, menyerang bibirnya dengan ganas. Menggigiti tepi bibirnya, memasukkan lidahku untuk beradu dengan lidah Rafky. Untuk 5 menit awal aku yang memegang kendali, tapi selanjutnya keadaan berbalik. Rafky mendorongku hingga jatuh di atas ranjang.
“katanya baru ciuman 2 kali?”, kata Rafky sambil melepas celana pendeknya. Ketika Rafky berdiri lagi aku hanya bisa menahan nafas. Rafky berdiri dengan sangat seksi. Celana dalam putihnya tak cukup mampu menyembunyikan keindahan kejantanan Rafky. Bulu bulu halus berbaris rapi di garis perutnya. Rafky menyusulku naik ke atas ranjang.
“boleh?”, tanya Rafky dengan ekspresi lucu. Aku hanya bisa tergelak yang di ikuti anggukan kepalaku. Mendapat persetujuan dariku, Rafky langsung menyerang bibirku. Awalnya hanya ciuman lembut dan pelan. Saling menyesapi rasa dari pasangannya. Namun, nafsu semakin menguasai. Ciuman ini semakin buas, tak henti hentinya lidah Rafky menggelitik  titik titik sensitive di dalam mulutku yang bahkan tadinya pun aku tak tahu. Seragam putih atasku  sudah di tanggalkan, kini tangan Rafky sedang sibuk berkutat dengan kancing celana abu abuku. Tanganku sendiri memeluknya, mengusap punggungnya yang sudah mulai berkeringat. Sedangkan bibir kami masih bertaut. Sekarang bagian terintim dari tubuhku terbuka sudah, celana abu abu dan celana dalamku di pelorotkan Rafky sebatas paha. Rafky melepaskan ciumannya, melongokan kepalanya ke bawah.
“bentuknya bagus”, aku hanya bisa memalingkan wajahku dengan wajah memerah. Aku malu abis, belum pernah aku merasa setelanjang ini di depan orang lain. Aku pernah mandi bareng dengan banyak teman temanku dan aku biasa biasa saja.Tapi kali ini aku merasa berbeda. Bayangkan saja, kalian telanjang dan pacar kalian sedang memandangi kalian dengan pandangan yang-kalian-tau-maksutku-kan?
“gua suka”, wajahku semakin memerah. Kenapa di saat situasi seperti ini pun Rafky masih sempat sempatnya mengajakku bercakap cakap? Talk less do more!! Ingin sekali aku teriakkan seperti itu. Rafky menundukkan kepalanya mencium pipiku berlanjut turun hingga pangkal leherku. Bermain agak lama di dadaku.
“Raf”, desahku ketika lidah Rafky dengan ahli bermain di puncak dadaku. Damn it!! Rafky professional sekali. Ya Tuhan, inikah yang di sebut surga dunia? Jangan sebut nama Tuhan dulu, aku sedang berbuat maksiat. Lidah Rafky mengikuti alur lurus hingga sampai di pusarku.Dan aku baru menyadarinya, pusarku pun bisa membuat ku merinding disko di bibir Rafky. Kini sampailah sudah bibir Rafky pada pusat kelelakianku. Anehnya, daya rangsang oral di area penisku ternyata tidak semantap di putingku. Dan karena aku merasa lelah mendesah desah dari tadi, aku menarik tangan Rafky hingga Rafky berdiri dengan lutut yang di tekuk. Penisnya yang masih di bungkus celana dalam terpampang di depanku, menggembung dan kepalanya sudah mencuat dari sarangnya. Aku langsung memelorotkannya, membuat benda menarik itu berdiri tegak layaknya tiang bendera. Awalnya aku agak sedikit risih, ingat? Ini adalah kali pertama aku menghisap kemaluan pria.
Selang beberapa waktu Rafky mulai menyodok nyodokan batangnya seolah olah bibirku adalah vagina. Mungkin Rafky sedang dilanda kenikmatan sehingga lupa bahwa aku yang bibirnya sedang di rojok rojoknya hampir tersedak.Yang membuatku hampir bergidik adalah ketika Rafky memposisikan tubuhku agar terlentang kemudian mengangkat kedua kakiku di bahunya. Aku sangat mengerti adegan ini akan terjadi dan aku juga sudah memikirkanya tadi. Beberapa kali bibir Rafky mencium bibirku, mengecup pipi dan leherku secara bergantian. Aku terlena, bibir Rafky memang bisa memberikan kenikmatan yang luar biasa. Namun saat ada benda tumpul yang ingin ‘say hallo’ dengan cincin keperawananku aku melonjak. Perih rasanya.
“hey, are you okay?”, wajah Rafky Nampak khawatir.
“ya, gak papa. Lanjutin aja”. Rafky mengangguk, lalu kembali membalurkan cairan bening di penisnya dan di sekitar lubang keperawananku. Rasanya dingin. Lagi lagi aku hanya bisa meringis saat benda tumpul itu kembali ingin menjajah daerah yang aku sendiri pun belum pernah melihatnya. Sulit, bahkan beberapa menit pun benda pusaka milik Rafky belum bisa masuk. Wajahku Nampak kelelahan, bahkan penisku sudah kembali ke keadaan normal. Kami sama sama pemula, ini adalah pertama kalinya bagiku dan Rafky.
“gua kira bakal segampang yang di video”, kata Rafky akhirnya. Dia kemudian rebahan di sampingku.
“kita lakukan pelan pelan Raf”
“jangan sekarang. Ceritakan tentang keluarga lu Nan”, kata Rafky perlahan sambil menghadapkan wajahnya ke arahku. Maafkan aku, aku merasa sangat gagal menuliskan adegan bercinta. Sangat tidak panas dan membosankan. Padahal aku sudah mencoba.Haduh.
“keluarga gua?”
“iya”, aku termenung sebentar lalu menjadikan lengan Rafky sebagai bantal. Aku menceritakan tentang keluargaku.Tentang perceraian ayah ibuku, tentang Reno. Semuanya. Sesekali jariku mengusap dada Rafky dengan perlahan.
“gua gak tahan, pengen coba lagi!”, kata Rafky sambil menindihku
“gua menantikannya dari tadi”
Belajar dari pengalaman, adegan bercintanya kita skip aja. Siap siap bakal dapat protes ni.
***



Pantatku masih agak perih, menilik betapa keras usaha Rafky kemarin malam aku sah sah saja. Aku belum sempat menggagahi Rafky kemaren, namun bukan berarti aku tidak akan mencobanya. Suatu saat aku pasti akan minta jatah.
“bang, ada temennya tu”, kepala Reno nongol di pintu kamarku.
“siapa?”
“tuh liat sendiri”, Reno berlalu tepat sebelum bantal kesayanganku menyambar kepalanya. Dengan bersungut sungut aku ke depan dan sedikit terkesiap melihat siapa yang datang.
“hei”, sapa tamu tak di undang itu (kalimat ini dulu sering aku gunakan saat SMP)
“hei juga, ada apa An?”, kataku sambil berdiri di sampingnya. Udara malam ini cukup dingin yang membuatku sedikit bergidik.
“Cuma pengen main aja Nan, ngobrol sama kamu”, aku hanya bisa tersenyum ringan sedikit menebak nebak apa yang akan di lakukan Andi malam ini.
“eh, nak Andi. Yok ke dalam ikut makan malam”, ibuku yang baru saja muncul dari depan mempersilakan Andi untuk masuk sekalian mengajaknya makan malam.
“gak bu, uda tadi di rumah”
“hush!! Temenin Nansa, Reno sama ibu lha. Ayo nak Andi! Jangan bikin ibu marah lho”. See? Ibuku tidak pernah terima kata tidak. Ini pengalamanku selama 17 tahun hidup bersama beliau.
“ayo Nansa”, kata ibuku yang melihatku diam saja. Aku tetap tidak bergeming, diam di tempat. Rasanya makan malam bersama Andi bukanlah moment yang tepat untuk saat ini.
“kamu mau masakan yang sudah ibu masak susah payah di buang begitu aja?”, aku speechless. Ibuku emang jagonya, seharusnya beliau ikut menjadi tim sukses kampanye. Akhirnya dengan langkah di seret seret aku ikut makan malam juga. Padahal biasanya tidak ada tuh agenda makan malam bareng. Dan beberapa kali aku menangkap tatapan Andi ke arahku.Ya Tuhan, kalau seperti ini terus, hatiku bisa terbagi dua lagi. Dan sepertinya takdir berkata lain, tepat saat makan malam berakhir dan aku berharap Andi segera pulang juga hujan deras turun. Kali ini ibuku juga tak kalah heboh untuk memaksa Andi menginap. Dengan alasan yang memang cukup masuk akal;
1.   Andi datang dengan motor, jadi kasian jika harus pulang. Takut kehujanan plus basah kuyup.
2.   Besok hari minggu, otomatis bakal libur.
3.   Kamarku cukup luas untuk di isi berdua.


Jadi dengan terpaksa aku akan seranjang dengan Andi malam ini. Dulu mungkin aku akan jejingkrakan, namun sekarang jangan harap!! Apalagi jika di ingat bahwa Andi sudah pacaran dengan Rika. Okay, ini memang kaga adil. Aku sendiri sudah pacaran dengan Rafky dan malah kesal kaga jelas saat mengetahui bahwa Andi pacaran dengan Rika.Tapi aku merasa seperti dikhianati, itu lebih membuktikan kalau memang Andi masih menyimpan rasa terhadap Rika. Well, kalian jangan protes aku juga masih menyimpan rasa terhadap Andi. Itu sebabnya, aku kurang menyukai ide ibuku untuk mengajak Andi menginap. Dan anehnya, kenapa ibuku malah menganjurkan Andi untuk tidur di kamarku? Kenapa tidak di kamar ibuku saja? Toh ibuku ini yang mengajak Andi menginap!! Tanggung jawab donk, betul kaga?
“emm, sorry ya Nan”, kata Andi kikuk. Dia melihat seisi kamarku dengan malu malu.
“gak pa pa, selimut?”
“ya, thanks”. Andi menerima selimut dariku masih dengan canggung. Aku segera naik ke atas ranjang.
“good night An”, kataku sambil memejamkan mataku. Walau sebenarnya aku tidak benar benar terpejam. Mataku masih mengintip apa yang akan dilakukan Andi jika aku tertidur. Aku melihat Andi berdiri lalu melepas kaosnya. Oh Gosh!! Don’t do it!! Jangan godai aku!! Tidak cukup puas pamer dengan bertelanjang dada, Andi melepas celana jeans panjangnya. Lalu hanya dengan berboxer ria, Andi naik ke atas ranjang. Aku belum tidur, ingat? Jadi beberapa kali gesekan lenganku dengan perutnya membuatku, apa yang harus aku katakan? Terangsang?
Tapi itulah kenyataanya, aku terangsang. Aku ini lelaki gay yang normal, jadi jika ada lelaki ganteng, bertelanjang dada dan dia adalah mantanku tidur di sampingku. Apa yang bisa aku lakukan? Tetap berusaha pura pura tertidur. Ini menyiksaku!! Serius!! Bahkan aku berharap ini cepat berlalu, aku sangat takut jika aku akan terseret ke dalam godaan ini. Cowok putih tinggi ini menggodaku. Sangat menggodaku. Walaupun pada kenyataannya Andi sama sekali tak berusaha untuk menyentuhku. Akhirnya karena mungkin kelelahan aku pun tertidur. Dan kalian jangan tanya bagaimana posisi saat aku bangun. Karena hal itu akan membuat wajahku tersipu. Aku bilang jangan tanya!! Aku hanya terbangun dalam pelukan Andi, okay? Forget it.
***


Hari Senin ini aku tidak terlambat. Hahaha, aku boleh berbangga diri dong. Sayangnya, moment bahagia ini harus dirusak oleh moodnya Rafky. Dia kembali seperti dulu, jutek gila!! Dan aku sama sekali tidak tau apa penyebabnya. Menjawab singkat apa yang aku tanyakan, kadang kadang malah pura pura tidak mendengar jika aku sedang bertanya. Ada apa dengan Rafky? Padahal seharusnya yang marah itu adalah aku, kemaren malam minggu tidak apel (yang datang malah Andi) dan minggunya juga absen mengujungiku.Tapi sewaktu tadi aku ingin protes, wajah Rafky sudah cemberut duluan. Aku jadi mengurungkan niatku untuk unjuk rasa. Dan sekarang aku benar benar merasa di acuhkan.
Di lapangan upacara, aku sengaja berbaris di samping Rafky. Beberapa kali aku menjahilinya, Rafky sama sekali tak tergerak hatinya untuk menanggapi kejahilanku. Dia seolah olah menikmati sekali jalannya upacara yang sangat khidmat. Sebodoh.
Di kelas pun seperti itu. Kalian masih ingat saat aku dan Rafky dulu duduk bareng untuk pertama kalinya karena aku terlambat? Kejadiannya hampir sama persis seperti itu. Aku benar benar marah. Dan puncaknya saat istirahat kedua, jadi aku menyeretnya ke toilet. Ironis jika mengingat toilet yang aku gunakan sekarang adalah toilet dekat lapangan volley dulu.
“salah gua apa?”, serangku langsung. Rafky hanya mengangkat bahunya perlahan.
“gua tanya, jawab dong!!” aku semakin emosi
“ini di sekolah Nan, bukan di rumah”
“tapi salah gua apa Raf? Gua pacar lu!! Kenapa lu anggurin gua dari tadi? Seolah olah gua kaga ada?”
“nanti ya? Hampir masuk ni”, kata Rafky sambil keluar. Bangsat!! Apa yang bisa aku lakukan sekarang? Dan Rafky, ya Tuhan apa susahnya sih tinggal jawab salahku apa? Ngambeknya kayak anak kecil, keterlaluan. Iya kalau aku tahu aku salahnya apa? Lha ini? Boro boro dah, ngomong aja Rafky irit banget.
Waktu pulang sekolah juga. Aku dan Indra kebagian tugas buat ngumpulin task yang tadi anak anak kerjakan. Aku sudah bilang pada Rafky untuk nungguin aku, lalu apa yang aku dapatkan? He leaves me. Rafky meninggalkan aku. Saat aku balik ke kelas, Rafky sudah pulang. Di lapangan parkir pun motornya sudah raib. Benar benar sialan. Sekelebat aku melihat Andi melintas, rumah mereka kan sama? Nansa wake up!! Masa lu kaga tahu malu banget? Tapi ternyata keinginanku mengalahkan harga diriku saat ini.
“mau pulang An?”, sapaku dengan ekspresi seperti eh-kita-tidak-sengaja-ketemu-disini.
“iya Nan, mau bareng?”. Aku sedikit menimbang nimbang keputusan yang sudah aku buat tadi. Rasanya aku jahat sekali, tapi apa boleh buat? Kompleks perumahan milik Rafky tidak ada angkot yang lewat.
“kaga. Mau maen ke rumah kamu boleh?”.Aku mengucapkannya. Ya Tuhan, aku mengucapkannya. Aku benar benar tak punya harga diri dan tak punya hati. Apa yang bisa aku katakan? Aku kan hanya manusia biasa yang sedang di mabuk cinta. Halah alasan!!
Wajah Andi nampak sumringah. Aku benar benar merasa berdosa. Andi menstater motornya.
“yok naik”, tak butuh waktu lama untuk pantatku segera hijrah tepat di atas jok motor Andi. Andi tersenyum sekilas lalu melajukan motornya. Sepanjang jalan aku benar benar bingung mau ngobrol apa, jadi aku memilih untuk menutup rapat rapat mulut bandelku. Aku tengah memikirkan cara gimana enaknya untuk nanti bilang ke Andi bahwa sebenarnya kedatanganku adalah untuk menemui saudara tirinya bukan dirinya. Beberapa ide sempat terlintas, seperti;
1.   Berkata secara langsung pada Andi;
“An, aku rasa Rafky lebih menarik dari kamu. Jadi sorry ya, aku mau nemuin dia aja daripada kamu”. Aku yakin jika kalimat ini benar benar aku ucapkan aku harus menyiapkan leherku untuk di gorok. Jadi ide ini aku urungkan.
2.   Pura pura pingsan? Selanjutnya? Masih dalam pemikiran. Jadi ide ini juga aku skip
3.   Menaburkan obat tidur di minuman Andi. Saat Andi tertidur aku akan menyelinap ke kamar Rafky. Pertanyaannya, dimana aku bisa mendapatkan obat itu? Sayangnya ini bukan sinetron. Buang ide ini jauh jauh, kesannya sinetron banget.
4.   Saat Andi ke toilet, aku harus bergegas ke kamar Rafky? Ini juga kurang cemerlang. Tapi ini yang paling masuk akal. Dan paling tidak sopan.

Jadi ide mana yang harus aku pakai? Ini semua karena Rafky terlalu kekanakan! Dasar merepotkan. Karena terlalu pusing dengan ide mana yang akan aku pakai nanti, aku tak sadar kalau sudah berada di dalam halaman rumah Rafky.
“udah sampe lho Nan”, perkataan Andi sedikit banyak membantuku kembali ke alam nyata. Aku tertegun sesaat lalu turun dari motor Andi. Masih mematung di depan rumah Rafky. Lalu aku melihat Rafky melintas sekilas, ingin aku mengejar. Tapi apa daya? Aku tak mungkin kurang ajar dengan meninggalkan Andi di sini. Aku masih di ajari sopan santun.
“yok masuk”, Andi menepuk bahuku
“iya An”, aku melangkah mengikuti Andi ke kamarnya. Mau tidak mau aku jadi teringat saat aku menginjakkan kakiku untuk pertama kalinya di kamar Andi. Bayangan saat Andi tanpa busana melintas di pikiranku. Ya Tuhan, itu sudah lama sekali. Tolak! Tolak pikiran kotor ini!
“mau minum apa Nan?”
“terserah dah An, yang penting dingin”
“okay, tunggu bentar ya?”. Ternyata mencoba untuk berteman dengan mantan pacar itu sangat sulit bagiku. Canggung dan sedikit tidak enak hati. Aku dan Andi sama sama kikuk, walaupun lebih banyak Andi yang bertanya dan aku menjawab seadanya. Otakku benar benar berputar untuk mencari alasan agar aku bisa lepas dari Andi dan bisa menemui Rafky. Niat yang tulus memang selalu di beri jalan, terbukti setelah setengah jam aku berleha leha di kamar Andi, om Bimo memanggil anak kesayanganya ini. Wajah Andi nampak sedikit lesu saat masuk kembali ke dalam kamar.
“kenapa An?”, aku bertanya melihat ekspresinya yang mengenaskan.
“Risky minta jemput”, yes yes yes. Aku hanya bisa bersorak dalam hati. Risky, lu emang calon adik ipar yang baik. Hahahaha.
“lha kenapa?”
“dia jatuh, kakinya terkilir”, aku memutar kedua bola mataku. Tiga kakak beradik ini emang manja sepertinya. Hanya saja mungkin porsinya yang berbeda beda.
“oh, parah banget?”
“gak tau. Kamu mau ikut?”, tawar Andi. aku menggeleng.
“aku tunggu di sini aja”, Andi tersenyum.
“aku berangkat dulu ya? Kalau minumannya mau nambah ambil aja di belakang, okay?”
“siap bos”
Andi berlalu dan aku mulai menjalankan misiku, menginterogasi Rafky. Enak aja dia bisa nyuekkin aku sepanjang jam sekolah tadi. Aku mengendap endap menuju kamar Rafky, mungkin sedikit mirip maling yang kurang professional. Untungnya kamarnya tidak di kunci, aku langsung masuk dan pemandangan di depanku membuatku sedikit ternganga. Aku benar benar tak percaya dengan apa yang kulihat. Mungkin kalian berpikir yang aku lihat adalah adegan Rafky dan Rehan yang sedang bergumul, kalian salah. Walau kalau boleh jujur, aku sempat ingin memasukkan adegan itu. Lalu aku jadi stress dan mati bunuh diri. Tapi sepertinya aku tidak di bayar cukup tinggi untuk adegan mati jadi ide itu aku urungkan. Maaf kalau membuat kalian kecewa.
Rafky sedang membuka situs bokep di laptopnya. Sebuah video sedang di download. Ternyata, cowok sekeren Rafky doyan bokep juga (kaga ada hubungannya mas).
“ngapain?”, tanya Rafky jutek saat mengetahui kehadiranku. Dengan tanpa sepengetahuan Rafky aku mengunci pintu kamarnya dan mengantongi anak kuncinya. Jangan pikir bisa lolos dariku Rafky sayang, kataku dalam hati sambil memperlihatkan seringaian manisku. Mana ada seringaian manis? Dilarang protes!!
“kita perlu banget bicara Riri”
“apaan?”, aku mendekatinya, gemas sendiri melihat bibirnya yang dikerucutkan. Sepertinya sih Rafky kaga sadar kalau ekspresinya saat ini membuatku gregetan.
“kenapa tadi lu nyuekkin gua?”. Rafky diam sesaat lalu mengeluarkan ponselnya. Ini anak mungkin kekurangan daging saat dulu di lahirkan, apa hubungannya coba ponsel dengan ekspresi cemberutnya? Lalu terlintas di pikiranku beberapa kemungkinan terburuk. Ada yang mengirimkan fotoku yang sedang ehm ehm dengan Andi dulu mungkin? Atau jangan jangan Rafky ingin berbagi bokep denganku?  Ngaco!!
“what the hell? Ponsel?”
“buka di panggilan keluar”
Aku membukanya masih dengan kening berkerut. Namun saat menemukan ‘my dear’ dan nomorku yang terpampang di sana, waktu panggilanya kemaren malam jam 3 pagi.
“Andi yang ngangkat. Kok bisa? Kenapa? Karena gua kaga datang ngapelin lu trus lu jalan sama Andi? di golin berapa lu?”, jika aku sedang tidak bahagia mungkin pernyataan Rafky barusan bisa nyinggung perasaanku. Tapi aku terlalu senang, ya Tuhan!! Rafky cemburu!! Pacarku cemburu!!
“kenapa lu malah ngakak? Gila lu ya?”
“ya, gua gila karena lu Raf!! Ada ada aja sih lu”, kataku sambil mendekatinya.
“kaga usah mengalihkan perhatian. Kenapa bisa Andi yang ngangkat?”
“nyokap gua yang nyuruh Andi nginep di rumah. Dan kalau lu beranggapan bahwa Andi memperkosaku atau aku yang memperkosanya. Kemungkinan terburuk kita saling memperkosa, lu harus kecewa. Lu bisa tanya nyokap gua, karena kenyataanya pintu kamar tetap gua buka”
Rafky memandangku tak percaya, seakan akan dia ingin bilang ngibul-aja-sih-kerjaan-lu.
“lu boleh tanya Andi juga. Emang lu ngobrol ma Andi?”
“kaga, langsung gua matiin”
“dan lu langsung menyimpulkan yang kaga kaga?”, aku sedikit mendramatisir keadaan. Ekspresiku persis seperti seseorang yang baru saja kehilangan harga dirinya karena di perkosa rame rame.
“maaf?”, kata Rafky perlahan.
“okay, asal jangan di ulangi. Seperti anak kecil”. Rafky langsung merengut, aku memeluknya. Pria satu ini benar benar membuatku gila.
“dan ngomong ngomong soal pemerkosaan, aku sepertinya punya ide menarik”, Rafky tersenyum mesum. Aku tak tau idenya, tapi aku yakin aku pasti akan menyukainya.

Tbc. . .


Ardhinansa

1 komentar:

leave comment please.