CERITAKU 5
Andi hanya menoleh
sesaat, sedangkan aku merasa malu sendiri. Yang tadi batuk di buat
buat itu seorang kakek. Andi
kembali merangkulku, aku terpaksa melepasnya. Bukan apa apa, tapi hey di sini
kan ada kakek kakek? Well, mungkin ada kemungkinan kakek ini rabun atau
sebagainya. Tapi tetap saja, bermesraan sambil diliatin banyak (koreksi satu)
orang itu malu banget.Karena maaf saja aku bukan eksibis.
“kenapa sih?”, tanya Andi
yang kaga terima pelukannya aku lepas. Aku hanya menganggukkan kepalaku ke arah
kakek itu yang sekarang duduk di depanku dan Andi.Kening Andi mengkerut.
Bingung, “trus?”.Ingat, hobby Andi yang suka mencontek PR ku? Ditunjang kalimat
yang di ucapkan Andi barusan mungkin akan membuat kalian tau seberapa besar
daya tangkap otak pacar pertamaku ini.
“malu lha?!”, kataku agak
sedikit emosi.
“kenapa?”. OMG!! Terbuat
dari apa otak cowok baruku ini?
“sesama cowok saling
gelendotan!?”. Andi meringis.
“iya, aku paham.”
Aku dan Andi hanya
ngobrol biasa. Sumpah!! Ini bikin aku gondok setengah mati, kenapa kakek yang
tidak diketahui namanya ini stay cool di depanku dan Andi? Tidak adakah niat
mulia dari hatinya untuk membiarkan aku dan Andi sedikit merajut tali kemesraan?
Halah! Bahasane uis mulai lebbe kiey.
***
Sehabis Isya Andi sudah
mengantar aku sampai di depan teras rumahku.
“thanks”, kataku setelah
turun dari motornya Andi, “masuk dulu yok?”, tambahku.
“kapan kapan aja, uda di
smsin mama suruh cepet pulang.”
“mmm, ati ati di jalan”.
Asli, aku grogi berat.Bayangin aja, Andi pacar pertamaku. Bener bener pertama
karena akupun belum pernah pacaran sama yang namanya perempuan.
“iya, sini bentar”, Andi
menyuruhku agak mendekat.
“apaan?”, tanyaku
penasaran.
“kupingnya siniin dong”.
Aku mendekatkan telingaku tepat di bibirnya.
“sebenernya aku pengen
meluk kamu malam ini”, bisik Andi lalu mencium pipiku sekilas. Kontan, wajahku
langsung memerah.Andi hanya nyengir lalu tancap gas.Meninggalkan aku yang masih
merona seperti gadis pingitan.Haha. .
***
Hari ini tidak seperti
biasanya, aku benar benar kesiangan. Biasanya aku bangun jam 5 pagi, yah
walaupun ntar tidur lagi dan baru bangun jam enam. Tapi setidaknya aku jam lima
selalu bangun. Sekarang berbeda, aku baru bangun setengah tujuh. Setengah
tujuh!! Itu artinya, aku bakalan telat.Andi sudah sms semalam bahwa hari ini
tidak menjemput. Berarti benar benar akan terlambat. Aku tidak mandi, tidak
‘setor’ ke belakang, pokoknya benar benar membuang semua agenda yang akan
semakin membuatku lebih terlambat. Aku gosok gigi, cuci muka, semprot parfum,
lalu sarapan.Maaf, dibandingkan mandi sepertinya sarapan lebih penting.Jadi
sarapan tidak menjadi agenda yang aku buang hari ini. Menyambar tas lalu
berlari lari kecil ke depan gang sambil berdoa semoga para sopir angkot tidak
sedang mengikuti rapat rutin mingguan.
Sehebat apapun rencanaku,
Tuhan lah yang berkehendak.Aku tetap terlambat. Pak Roni sudah tersenyum
beringas di depan gerbang. Senang sekali dapat mangsa yang bisa di hukum.Aku
melirik ke kanan kekiri, lalu tersenyum kecil saat melihat ada satu anak lagi
yang lebih terlambat daripada aku.Senyumku mulai sirna saat anak itu semakin
mendekat, itu Rafky. Damn it!!
“maaf pak, saya
terlambat”, kataku sedikit ekspresi sedih di depan pak Roni.
“baik saya maafkan, tapi
baris di sini dulu sampai upacara selesai. Kamu juga!!”.Tunjuk pak Roni ke arah
Rafky yang dengan PDnya tetap melangkah memasuki gerbang.Rafky terlihat kesal,
namun akhirnya ikut berbaris juga di sampingku.Hanya aku dan Rafky yang terlambat.
Sial! Mungkin kejadian buruk bakal terjadi, sekarang aku jadi bertanya tanya
kenapa dulu aku begitu buta oleh aura ketampanan dan kejantananya? Padahal
sifatnya minus semua?Akhirnya, upacara selesai. Aku menghembuskan nafas lega,
lalu dengan santai mengambil tas ranselku. Senyumku sirna saat melihat pak
Roni, satpam satu ini tak mungkin membiarkan aku masuk kelas begitu saja. Aku
tau, sangat tau bahwa hukuman sudah menanti di depan mata.
“kenapa kamu terlambat?”,
tanya pak Roni sambil menunjuk Rafky. Wajahnya ramah sekali.
“ban motor saya kempes
pak”, jawab Rafky singkat. Humpt, alasan yang cukup kuat di bandingkan
denganku.
“kenapa bisa?”, tanya pak
Roni. Aku memutar bola mataku, ini satpam mungkin otaknya sudah mengkerut.
“tertusuk paku pak”, Rafky
menjawab dengan kalem. Aku agak tertegun, Rafky bisa sopan juga ya?Aku baru
ngeh.
“kalo kamu?” kali ini pak
Roni menunjukku. Aku berpikir sejenak, sangat tidak tepat kalau aku mengatakan
bahwa aku bangun kesiangan. Selain alasan itu klise, juga sama sekali tidak
membantu.
“angkot yang saya
tumpangi kecelakaan pak”. Ampuni aku Tuhan, ini bohong demi kebaikan.
“kamu tidak apa apa?”,
tanya pak Roni sedikit khawatir.
“iya pak, saya baik baik
saja kok.”
“pembohong”, desis Rafky
pelan, sangat pelan sehingga kalau saja aku sedang tidakfokus mungkin aku tidak
mendengarnya.
“ya sudah, bapak jadi
tidak tega. Ini surat ijin masuk kelas, minta tanda tangan guru piket dan wali
kelas.” Kata pak Roni kemudian.
Aku menghembuskan
nafas.Lega rasanya, tapi tunggu dulu. Guru piket hari ini kan bu Ella? Oh,
shit!!
“surat ijinnya satu saja
buat berdua ya?”, pak Roni membuyarkan lamunanku.
“iya pak, trimakasih”,
jawabku lemas. Lepas dari kandang macan masuk kandang singa.Aku mengikuti Rafky
dari belakang. Punggung yang kokoh, mungkin akan nyaman jika bersandar di sana
kataku dalam hati saat memandang sosok Rafky dari belakang. Hush!! Buang jauh
pikiran itu Nansa, buang!!
“mana surat ijinnya?”,
kata Rafky jutek. Sudah bawaan orok kali sifatnya yang satu ini. Tanpa
menjawab, aku mengulurkan surat ijin yang di beri oleh pak Roni tadi. Rafky
mengambilnya lalu mengeluarkan bolpen dari tasnya, mencorat coret surat ijin naas tersebut lalu menyerahkannya
lagi padaku. Aku melongo, tanda tangan palsu.Apa iya, Rafky sering terlambat
sehingga hafal tanda tangan wali kelas dan guru piket? Atau ini bakat
terpendam?
“kok?”, tanyaku agak
melongo
“kenapa? Kaga suka? Mau
menghadap bu Ella?”.Aku mengkeret.Bu Ella adalah salah satu guru yang masuk
daftar hitam.Sebisa mungkin jangan sampai bertemu denganya.Dulu ada siswi yang
di jemur di lapangan hanya karena ketahuan sedang makan permen di kelas.Apalagi
kalau terlambat? Mungkin akan di panggang di tiang bendera.
“mau masuk kelas atau
jadi patung selamat datang di situ?”, suara jutek itu kembali bersua. Aku
mandengus kesal lalu mengikuti Rafky yang sudah berjalan di depanku.Dia
mempesona, batinku. Sex appealnya kuat, bahunya lebar, badan yang bagus. Hush,
hush, hush.Tolak.Tolak.Tolak. Jauhkan pikiran mesum ini dari hambamu yang manis
ini ya Tuhan. Pikiranku ngaco.
Tok tok tok. . .
“ya, masuk”, kata pak
Imam guru bahasa inggris yang sedang mengajar di kelasku dari dalam. Aku dan
Rafky melangkah masuk di iringi tatapan dari satu kelas.Di mata mereka seperti
ada ungkapan terima kasih karena mungkin dengan kedatanganku dan Rafky,
pelajaran agak terhambat.
“maaf pak kami
terlambat”, kata Rafky tanpa rasa berdosa. Barusan dia menyebut nama kami bukan
aku. Hmmm. . .
Pak Imam membaca surat
ijin tersebut lalu mengangguk, “oke, please sit down”
“thank you sir”, jawabku
perlahan lalu mengedarkan pandanganku ke penjuru kelas. Sial, duduk sebangku
dengan Rafky again.Dengan wajah tidak sehat, aku terpaksa menghempaskan
pantatku di bangku sebelah Rafky.Bayangkan saja, kalian pernah mengalami masa
masa buruk dan kalian disuruh mengulanginya lagi?Mau?Kalau aku sih ogah,
trimakasih.
Aku mengedarkan
pandanganku sekali lagi dan tepat saat itu pandanganku bertemu dengan mata
Andi, bibirnya bergerak.Kalau tidak salah seperti mengucapkan, “kenapa telat
bareng Rafky?” aku hanya menggeleng dan menggerakkan bibirku mengucapkan
‘nanti’.Andi sepertinya mengerti.
***
“kenapa telat? Kok bisa
bareng Rafky? Pasti kaga mandi ya?”, Andi bertanya bertubi tubi. Aku agak
melongo, masih sempat ya dia menanyakan aku mandi atau kaga?
“tadi bangun kesiangan
dan maaf aku kaga bareng Rafky telatnya”.
“owh. Tapi masih sempet
mandi kan?”.Aku diam sejenak.
“penting ya?”, aku
bertanya agak kesal.
“penting lha, soalnya aku
suka aroma kamu yang ini”. Aku melotot, ini di kantin!! Dan ramai!! Walau tak
urung juga perkataan Andi barusan sukses membuat wajahku kembali merona.
“hehe, maaf tadi kaga
jemput”, terlihat guratan penyesalan di wajah manisnya.
“bukan salah kamu ko”.
“emang bukan, kan kamu
yang pelor”. Aku manyun, dasar pacar tak tau diri.Hibur kek, kasih support kek,
kasih duit kek, hehe.
“Nan, ntar maen bentar ya
sehabis pulang sekolah”.Aku yang sedang makan mie bakso mendongak, “kemana?”
“ada tempat yang pengen
aku kunjungi sama kamu”. Aku berpikir sejenak, “bukan makam kan?”
Andi cekikikan, “emang
mau pacaran di makam?”
“ssstt, ini kantin!!!”
kataku dengan mata melotot.
“hehe, mau kan ntar jalan?”, sepertinya Andi tidak menggubris
ucapanku.
“ya”, jawabku singkat.Aku
kembali fokus pada mie baksoku.Dan tanpa aku sadari, Rafky sedari tadi menatap
ke arahku dan Andi.
“An?”, panggilku pelan.
Andi mendongak, membatalkan suapan kedua
siomay yang hampir saja hilang di bibirnya.
“apa?”
“kamu bisa tukar tempat
duduk dengan Rafky kan?”
“ha? Kenapa
emangnya?”.Aku memutar bola mataku.
“aku kurang nyaman An”.
Andi diam sejenak.
“oke, ntar aku ngomong ke
Rafky”. Aku tersenyum, membayangkan kejadian kejadian indah seandainya nanti
aku duduk sebangku dengan Andi.Andi kembali menyantap siomaynya yang tadi
sempat tertunda. Aku memperhatikan seraut wajah manis di depanku, kekasihku.
Aku tersenyum sendiri, seakan tak percaya kalau Andi sudah menjadi milikku.
“baksonya kaga dimakan?”,
tanya Andi perlahan. Lagi lagi wajahku memerah, ketangkap basah sedang
memandangi Andi dengan wajah mesum pula.
“eeh, dimakan kok. Bentar
lagi”, jawabku agak gugup.
“cepetan, hampir bel ni.
Pake acara ngelamun lagi tadi.”
“sapa yang ngelamun?
Ngarang banget dah”, aku berusaha ngeles.
“haha, ketauan jelas ko.
Kaga usah ngeles ah.Ngelamunin aku ya? Pas tempo dulu aku di gambar bugil?”.Wajahku
memerah.Andi cekikikan.
“iya kan?”, Andi kembali
bertanya.
“kaga”
“iya ah. Ayo ngaku! Pasti
ngelamun yang jorok jorok”, Andi semakin mendesakku.Untungnya bel masuk
berbunyi, itu menyelamatkanku dari keharusan aku menjelaskan kepada Andi bahwa
aku sedang berkhayal duduk di atas kejantananya.Hihi >.<
***
Aku sedang berada di
tempat parkir, menunggu Andi yang masih ada sedikit urusan dengan pak
Miftah.Cukup ngeselin tadi. Rafky tidak mau tukar tempat duduk dengan Andi. Jadi rencana indahku untuk sedikit
bermesraan saat aku dan Andi duduk sebangku tadi tidak dapat di
realisasikan.Misalnya saja saat saat aku sedikit meraba celana bagian depannya
harus kandas. Ada apa sih dengan Rafky? Toh dia duduk sebangku denganku pun dia
tidak dapat manfaat apa apa. Aku dan Rafky hampir tidak mengobrol sama sekali
saat duduk sebangku tadi. Lupakan, Rafky kan emang aneh. Masih tak percaya
kalau Rafky dan Andi adalah saudara satu ayah.
Aku menoleh ke kanan,
melihat Andi yang sedang berlari lari kecil ke arahku. Aku tersenyum, senyum
manis yang ku punya. Hehe, secara kan dia pacarku.
“lama ya?”, tanya Andi
sambil menstater motornya.
“lumayan”. Aku menjawab
singkat.Andi hanya tersenyum simpul, lalu menyuruhku untuk naik ke atas
motornya.Tidak seperti biasanya, Andi melajukan motornya layaknya orang
kebanyakan.Aku tidak memeluk pinggangya, ini siang hari dan aku cukup tau diri
untuk tidak mengundang pandangan aneh dari orang orang di sekitarku.Andi
membawaku ke sebuah bukit.Di tempatku bukit ini di namakan bukit cinta, bukan karena
tempat ini adalah tempat yang mempertemukan dua hati jadi satu.Tapi karena
tempat ini tersohor sebagai tempat persinggahan orang orang yang tidak
mempunyai cukup uang untuk menyewa hotel. Keningku mengkernyit, untuk apa Andi
mengajakku ke tempat seperti ini? Bercinta?Maaf saja, kalau tujuan Andi ke
tempat ini untuk mengajakkku bercinta, dia harus gigit jari.
Tempat ini memang indah
sebetulnya, ada kebun kopi jika kita mau turun sedikit dan menemukan tempat
tempat khusus untuk bercinta.Kalau yang ini aku pernah memergokinya sekali dulu
saat aku masih SMP. Dan aku mendapatkan uang 5 ribu rupiah dari sang pria agar
aku tak bercerita pada siapa siapa. Dan dari sini juga aku mengetahui bahwa aku
sedikit menyimpang, begitu senang saat melihat ‘perkakas’ sang pria agak
sedikit mengintip dari celananya yang belum tertutup sempurna. Sejak itu aku
selalu penasaran dengan bentuk ‘barang’ cowok lain.
“oey”, Andi menepuk
bahuku pelan.
“e eh, ya?”. Aku tidak
bisa menutupi rasa kagetku.
“ngelamunin apa sih? Asik
banget kayaknya”
“kaga kok”, aku agak
tersipu.
“bener ni? Yok ikut aku
sini”, Andi menggandeng tanganku dan aku membiarkannya.Tidak ada orang dan aku
pun sekarang sedang tidak peduli dengan pendapat orang.Andi mengajakku melewati
jalan kecil, tapi untungnya karena banyak pohon jadi tidak terasa
panas.Menerobos semak semak, melompati parit kecil.Tapi ini tidak menuju kebon
kopi, aku tau itu.
“mau kemana sih?”, aku
bertanya akhirnya. Penasaran banget.
“ke hatimu. Hihi”.
“aku serius ni”.
“udah, ikutin aja. Okey?”.Aku
diam, tapi kemudian mulutku ternganga.Andi membawaku ke tempat yang begitu
damai.Sungai yang jernih, dari sebuah air terjun, bukan air terjun.Curug
mungkin?Atau air terjun mini?Mengingat ukurannya yang tidak bisa di katakan air
terjun.Tidak ada kesan angker, karena sinar matahari bisa masuk dengan leluasa.
“bagus kaga?”, Andi
bertanya seolah olah dia yang membuat tempat ini.
“hehe, amazing”. Aku
menjawab jujur.
“itu, di sana”. Andi
menunjuk sebuah tempat, “adalah tempat kelahiranku Nan.Aku sempat tinggal di
desa ini selama 10 tahun sebelum akhirnya pindah ke rumah ayah.”
Ada nada sedih dalam
suara Andi.Aku hanya diam, membisu. Tak tau harus ngomong apa.
“sini”, Andi merangkulku,
merebahkan kepalaku di pundaknya. “boleh aku cerita?”. Aku hanya mengangguk.
“di sini ayahku pertama
kali bertemu dengan ibu. Waktu itu ayah sedang berkemah di atas bukit sana, tau
kan?” aku hanya menggangguk. Andi menghela nafas perlahan. “tapi sejak
pertemuan itu, ayah sering main kesini secara sengaja, hanya ingi bertemu ibu.
Romantis ya?”.Lagi lagi aku mendengar nada sedih itu. “saat ayah sudah bekerja,
dia ingin melamar ibu. Tapi saat itu masalah datang.Orang tua ayah menolak,
tapi ayah nekad”.Andi tersenyum getir. “akhirnya mereka menikah di desa ini,
itu membuat kakek marah. Kakek juga yang menyebabkan ayah di pecat dari
pekerjaannya waktu itu. Ayahku akhirnya jadi petani, bisa kebayang?”.Andi
sedikit tertawa tipis.Aku pernah bertemu dengan pak Bimo, ayah Andi.Pria tampan
berkulit putih bersih yang berhasil menurunkan ketampanannya pada Rafky dan
Risky.Sulit untuk membayangkan pak Bimo pernah menjadi petani.
“masalah menjadi semakin
rumit saat aku lahir Nan”. Aku bisa mendengar nada sedih itu. “pendarahan ibuku
tidak mau berhenti bahkan saat aku sudah lahir. Ayah panik, akhirnya ayah
menghubungi kakek. Kakek mau membantu membawa ibu ke rumah sakit yang lebih
besar asal ayah mau menikahi Melissa, mamanya Rafky.” Alisku bertaut,
bingung.Berarti Andi lebih tua dari Rafky? Lalu kenapa mereka bisa satu kelas?.
“ayah yang kalut waktu itu langsung setuju, setelah operasi ibuku berjalan lancar,
ayah pulang ke rumah kakek. Menikahi Melissa”. Sekarang aku tidak hanya
mendengar nada sedih dalam suara Andi, aku juga mendengar isak yang tertahan.
Andi menoleh ke arahku,
mengecup lembut keningku sebelum dia bercerita kembali, “ sejak pernikahan itu,
ayah hanya beberapa minggu sekali berkunjung kesini. Sampai kejadian naas 9
tahun yang lalu itu terjadi.Melissa bermaksut datang ke sini, menyuruh ibu
untuk menggugat cerai ayah.Tapi itu tak pernah terlaksana, mobil Melissa
tergelincir dan masuk jurang.Melissa meninggal seketika.Setahun kemudian, baru
aku dan ibuku pindah ke rumah ayah.”
Andi tersenyum miris,
“aku iri pada Rafky Nan, dia hampir setiap hari bisa bertemu ayah.Di terima
oleh keluarga besar ayah, sedangkan aku?Aku dan ibuku selalu di pandang sebelah
mata”.Akhirnya air mata Andi jebol.Aku hanya bisa memeluknya.Sesuram inikah
masa lalunya?Lalu darimana Andi mendapatkan binar jenaka di
matanya?Keceriaannya?Semenderita inikah orang yang aku sayangi. Air mataku pun
jebol juga melihat Andi yang sesenggukan di pelukakanku. Aku menangis
bersamanya, hanya bisa bertekad di hatiku bahwa aku tak akan mengecewakannya.
Tak akan pernah.
Tbc. . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
leave comment please.