FOLLOW ME

Sabtu, 08 November 2014

BOTTOM 1

Peringatan keras!!
Cerita ini penuh dengan adegan fulgar dan seks juga pertumpahan darah. Cieileh!! Jadi kalo engga suka dengan tema seperti ini harap jangan dibaca. Thanks!
***

Joshua Daniel Pradipta
Aku kembali fokus dengan komputer didepanku. Email dari Pak Bos jelas masih nampang cantik disitu. Belum aku balas. Aku tahu Pak Bos jelas tidak akan melihat kalo aku sudah membaca emailnya, ini bukan BBM oke? Permintaan agar aku bisa ke Thailand. Sebenarnya bukan masalah yang besar, mengingat aku tidak ada acara di hari yang diminta Pak Bos. Hanya saja, aku sedang malas bersama Bosku itu. Apalagi jika harus menghabiskan banyak waktu bersamanya.
Oke, yang pergi ke Thailand memang tidak hanya kita berdua saja. Tapi kan tetap saja si Bos ikut.
Oya, aku bekerja di sebuah perusahaan Saviour sebuah perusahaan yang dilabeli ‘US company’. Haha, namanya saja yang US Company, tapi realitanya gak jauh beda dengan perusahaan lokal. Dan acara ke Thailand itu karena ada training teknologi coating untuk obat-obatan. Membuat obat-obatan terlihat menarik. Aku bilang terlihat ya, bukan terasa. Jadi ya, rasanya tetap saja pahit.
Dan kenapa aku diajak? Hhh, aku adalah salah satu technical Reach New Development untuk Sweet and Colour Division. Jadi ya, masuk akal sebenarnya kalau Pak Bos mengajakku. Hanya saja, bosku itu adalah. . .
Bagaimana aku mengatakannya?
Pacar? Bisa dibilang begitu.
Hanya saja dia laki-laki dan aku laki-laki.
Oh, itu belum seberapa.
Dia sudah mempunyai istri dan seorang anak.
Oke, aku gila! Aku sinting!
Tapi aku tidak akan meminta kalian untuk mengerti posisiku kok, tenang saja.
Aku butuh pekerjaan ini, serius. Dan yah, aku juga sedikit ada rasa dengan bosku itu. Pilihannya, jadi simpanannya atau aku out dari perusahaan. Hh, males banget. Mencari pekerjaan di Jakarta itu susah-susah gampang. Jadi ya, aku memilih bertahan untuk sementara.
Memecatku sebenarnya bukan perkara mudah. Karena pesangonku juga harus diperhitungkan, dan tidak bermaksud untuk sombong. Namun aku adalah salah satu orang yang selalu memunculkan ide-ide brilian untuk kantor ini. Misal saja, menciptakan produk baru ‘Diaryna’ salah satu produk yang berguna untuk memboosting aroma dan rasa susu. Mereduksi cost namun dengan kulaitas yang hampir sama.
Atau produk malt ‘imitasi’ yang jelas-jelas adalah mahakaryaku juga. I mean, yang lebih berpengalaman dariku pasti banyak tapi yang masih semuda dan semenarik diriku? Enough, semakin lama, aku malah semakin narsis. Aku menghembuskan nafas tertahan ketika melihat sesosok itu masuk kedalam laboratorium. Menyapa Andi –asistenku- lalu berjalan kearah ruanganku. Oke, tamat. Bosku sepertinya ingin mendengar balasan emailnya secara live dari mulutku.
***

Bimo Adiaguna
Gue sadar Daniel kurang menyukai kehadiran gue di ruangannya. Wajahnya yang langsung manyun dan ditekuk.
“Jadi gimana?” Gue gak perlu basa-basi. Yakin kalau cinta gelap gue itu tahu maksut pertanyaan gue barusan. Apa? Gue bilang ‘cinta gelap gue?’. Gue mulai enggak waras kayaknya. Tapi semenjak mahkluk ganteng satu ini masuk dan mulai bekerja di kantor ini, kewarasan gue emang mulai menipis.
“Saya enggak bisa bilang enggak kan Pak?” Formal kalau di kantor. Tapi gue tahu persis ini anak bakalan nyakar muka gue begitu nanti diluar kantor. Taruhan demi omset perusahaan bulan depan. Jangan ding, terlalu riskan.
“Lha memangnya kamu enggak pengen mempelajari tekhnologi baru? Di Indonesia masih jarang lho yang bisa coating obat-obatan. Rata-rata mereka masih ke China atau ke Australia.” Maksut gue ke Thailand jelas bukan cuman buat training doang sebenarnya. Bagaimanapun juga, disini gue harus backstreetan sama cinta gelap gue ntu. Aah, gue mulai terindikasi virus banci kayaknya.
Kalau di Thailand nanti, seenggaknya bisa sedikit bebas.
“Emang Bapak rencana mau beli mesin coatingnya? MAHAL lho itu.” Penekanan kata mahal itu sedikit banyak ganggu juga.
“Kalau kedepannya oke, kenapa enggak? Kita ada meeting paper plan  jam dua. Jadi hari ini sebelum pulang kantor saya harap kamu sudah bisa bales email saya tadi. ASAP.” Kali ini gue gantian yang menekankan kata. Gue melongok sebentar dan begitu melihat Andi sedang sibuk, gue memajukan tubuh gue tepat ke telinga Daniel.
“Ntar gue tunggu di Gold Gym.” Dan mencium bibirnya sekilas. Gegabah? Iya! Serampangan? Banget! Tapi bodo amat, seperti yang gue bilang tadi, kewarasan gue emang perlu dipertanyakan!! Mungkin gue harus ke psikiater.
Setelah puas melihat reaksi Daniel yang merona –he looks more cute- gue melangkah meninggalkan ruangannya.
***


Uki Bagus Walantaga
Meeting Paper Plan yang membosankan like always. Aku bahkan sudah menguap untuk ketiga kalinya. Atau akunya saja yang memang pelor? Sekarang giliran Sweet dan Colour, dan belum ada tanda-tanda Daniel bakal nongol. Ngapain aja sih itu anak? Make up an?
Lima menit kemudian wajahnya muncul –tanpa rasa bersalah, kalau aku boleh tambahkan- dan langsung duduk tanpa menyapaku atau aku melirik ke arah para BDM dan sales lainnya juga Pak Bimo sang big bos.
Aku jujur kurang menyukai Daniel, bukan karena dia salah satu anak kesayangan sang big bos. Bukan juga karena fisiknya yang nyaris sempurna itu. No bodies perfect right? Karena personalitynya buruk luar biasa!!
Namun, walau aku tidak suka aku harus jujur untuk mengangkat dua jempolku untuk ide-ide kreatifnya. Dari tiga divisi yang ada, Frgrance, Sweet dan Colour, hanya Colour&Sweet yang setiap quartal selalu melebihi achievment. Dan jelas salah satu faktornya adalah Daniel yang memegang divisi itu. Seperti kali ini, ketika dia mulai berbicara, sesekali melirik kami para sales dan beberapa sales dari distributor yang hadir. Mengingatkan kami bahwa ada beberapa project yang menggantung, terabaikan begitu saja padahal statusnya belum ‘closed’.
Aku menggeram pelan.
Dia tak menyalahkan, nadanya sangat datar tanpa emosi. Tapi tetap saja bikin sakit telinga. Dia pikir jadi sales gampang apa? Banyak yang harus kami kerjakan, dan yah banyak klien juga. Jadi jika ada satu atau dua project yang terbekelai aku harap dia bisa maklum bukannya . . .
Aah, moodku lagi buruk ternyata.
Atau efek karena aku memang sudah tidak menyukainya? Jadi apapun yang dia katakan serasa menyidirku. Entahlah.
***

“Selesai juga akhirnya, oh ya Ki tolong dong ntar gue kirimin harga Tea flavor yang kemaren lo tawarkan buat Indofood itu.” Hita, customer service perusahaan ini. Mungil dan cukup manis. Gaya berpakaiannya juga selalu sopan. Calon istri ideal.
“Mereka open PO?” Tanyaku lumayan antusias. Yah, berarti masukkan tambahan lagi buat Sweet&Color tapi kalau beneran open PO, ini berarti masuk New Bussines. Bisa nambah bonus akhir tahun ini!
“Iya rencananya. Tapi mereka masih nanya harga. Lumayan juga sih value nya.”
“Oke, ntar gue kirim ke elo. Thanks ya Hit.”
“Hahaha, lo itu yang perlu dikasih apresiasi! Gak mubasir dong ya lembur-lembur lo di kantor.” Aku tertawa ringan. Lumayan membooster moodku setelah tadi bertemu Daniel di ruang meeting.
“Boleh kalau lo mau mengapresiasi. Gue gak nolak.”
“Starsbuck, shall we?”
“Ntar pulang ngantor ya?” Sambil masih tersenyum aku kembali ke kubikelku. Mengerjakan beberapa laporan termasuk memberi konfirmasi ke Daniel beberapa project yang memang harus di close. Tapi hari ini pulang on time dong. Ngopi-ngopi bareng Hita? Kenapa harus ditolak?
***

Joshua Daniel Pradipta
Aku masuk ke studio XXI sendirian, mencari tempat duduk tanpa celingukkan. Aku menghela nafas, partner nontonku itu sudah duduk sambil tangannya memegang popcorn dan mulutnya sibuk mengunyah. Aku duduk disampingnya dengan kesal yang tidak aku sembunyikan.
Kalian tahu resiko menjadi selingkuhan? Kalian tidak bisa terang-terangan ngedate di tempat umum. Apalagi ditambah fakta bahwa hubungan kita berdua yang sesama lelaki. Tambah mustahil lagi. Anehnya, pacarku ini kadang berani kadang terlalu paranoid.
Seperti beberapa waktu yang lalu dia menciumku di kantor. KANTOR ya, tapi sekarang? Kita benar-benar umpet-umpetan. Dia masuk gedung bioskop duluan, baru kemudian aku menyusul.
“Kok lama?” Rasanya aku ingin menyumpalkan kaos kaki yang sudah lima hari tidak dicuci, apakah dia lupa kalau dia sendiri yang tadi memintaku bersabar hingga film mau diputar baru aku masuk? Mungkin dia terkena Alzheimer. Atau apalah itu, tulisannya susah.
“Hmm, uda mau mulai filmnya. Diem.” Ini salah satu film yang sudah lama aku tunggu-tunggu. Tadinya aku mau nonton bareng Evan dan Andry tapi tiba-tiba si kunyuk ini dateng dan membatalkan semuanya. Menyuruh Andry dan Evan mengerjakan beberapa hal sehingga terpaksa lembur. Dasar bos picik!!
Sepanjang film diputar, aku mengabaikan Bimo. Termasuk mengabaikan tangannya yang sedari tadi nempel dipaha atasku.
Tentang filmnya? Agak kecewa. Ekspetasi aku untuk film ini lumayan tinggi waktu aku sudah membaca novelnya. Nyatanya? Good tapi ya itu gak sampai seperti yang sudah aku ekspetasikan.
“Gue mampir apartemen lo bentar. Pake mobil lo aja ya?” Kita ada di parkiran sekarang.
“Jadi ntar gue mesti nganterin lo kesini lagi gitu Mas?” Aku memang memanggilnya mas kalau diluar kantor.
“Gak papa kan? Pake mobil ini. Tinggal weng.” Aku diam saja sambil membuka autolock mobilku.
***

“Sini gue sabunin yang belakang mas.” Bimo langsung memutar tubuhnya memunggungiku. Selalu, setelah berhungan seks, maka sifatku jadi manis. Entah, aku juga kurang paham. Untuk usia 35 tahun, tubuh Bimo bisa dibilang seksi. Bahkan tidak kalah dengan yang masih berusia dua puluhan. Wajah maskulinnya yang dulu sempat menggetarkan hatiku waktu aku pertama kali melihatnya. Pertama kali dia mewawancaraiku. Pertama kali dia secara terang-terangan bilang kalau dia tertarik padaku. Kapan itu? Oh ya, dua tahun yang lalu.
Belum selesai aku dengan punggungnya, Bimo sudah berbalik dan mendorongku kedinding. Tubuhnya memerangkapku kedalam pelukannya. Jari-jarinya mengusap pelan putingku, terkadang memelintirnya lembut. Aku mengerang.
Tanpa buang waktu aku memagut bibirnya. Melumat habis aroma mint bercampur rokok dari bibirnya. Aku tidak suka rokok dan sama sekali tidak merokok. Karena, ya aku harus menjaga agar lidahku tetap sensitif terhadap rasa.
Bimo meremas bokongku lembut. Ujung jari tengahnya yang masih belepotan busa digunakan untuk menusuk-nusuk lubang anusku. Satu jari, kemudian dua jari. Bibirku masih bersarang di bibir Bimo, tanganku sibuk mengocok kontol Bimo yang sudah tidak sabar ingin memporak-porandakan pertahananku.
Setelah dirasa siap, Bimo mendorongku agar sedikit membungkuk. Dia sendiri memulai penitrasi.
“Aah, Fuck! Your hole is damn!! Gila!!”
“Berisik! Buruan goyang mas!!”
“Engga sabar ya?” Dan tanpa perasaan, batang keras itu mulai menggempurku. Mengalirkan nyeri namun nikmat dalam waktu yang bersamaan. Shit!!
***


Uki Bagus Walantaga
Hampir jam sepuluh malam. Aku berjalan bersisian dengan Hita, tadi setelah ngopi-ngopi kita sempatkan untuk ke Gramedia sebentar. Hita mau mencari buku apa itu tadi, aku lupa. Aku membukakan pintu mobilku untuk Hita dan berniat masuk mobil ketika aku melihat mobil Honda Jazz warna putih keluaran terbaru itu memasuki halaman parkir.
Aku tahu itu mobil siapa, hapal diluar kepala. Sayang karena warna kacanya terlalu gelap aku tidak bisa mengintip kedalam.
Aku memutuskan masuk kedalam mobil, namun tak kunjung menstater mobilku. Masih mengamati mobil milik Daniel yang jelas-jelas tidak kunjung  mencari tempat parkir kosong.
Ada yang turun dari mobil itu.
Pak Bimo?
Ya Pak Bimo, dan begitu Pak Bimo turun, mobil itu langsung tancap gas. Aku memperhatikan Pak Bimo yang menuju mobilnya sendiri. Aku baru sadar ada mobil Pak Bimo di parkiran yang sama denganku.
“Hei Ki! Lo kenapa sih? Diem aja?” Hita membuyarkan konsentrasiku.
“Oh, enggak kok. Sorry, sorry.”
Sepanjang mengantar Hita pulang aku lebih banyak diam. Hanya menanggapinya sekedarnya. Kaca mobil milik Daniel memang gelap, tapi aku yakin yang didalam mobil itu pasti Daniel, siapa lagi? Kan itu mobilnya. Mobil miliknya.
Lalu kenapa ada Pak Bimo? Kenapa harus bareng Daniel? Bukannya Pak Bimo membawa mobil sendiri? Aku menepiskan beberapa kemungkinan skenario terburuk dari otakku. Masa sih mereka?
Ah ngaco lo Ki!! Pak Bimo kan uda punya bini sama anak. Mereka kelihatan bahagia kok. Aku melihat serukun apa keluarga bosku itu. Karena jika ada acara di kantor, seperti ulang tahun perusahaan, Pak Bimo selalu membawa serta kelurganya. Dan mereka tipe kelurga yang enviable.
Masa iya?
Ah, lo terlalu ngaco Ki!! Mungkin gak sengaja bareng, jangan negthing lah!!
***

“Keatas gih, gue pengen lo evaluasi.” Telepon dari Daniel.
“Evaluasi yang mana? Kayaknya gue belom ada project yang aktif deh.” Aku memeriksa emailku. Kali saja, aku memang pernah meminta Daniel trial sesuatu dan aku lupa.
“Varian Vanilla Milk for Frisian Flag, Gosh!! Don’t say, you forget it? Kalau lo pelupa gini, gue heran kenapa lo bisa jadi sales.” Nyelekit like always.
“Shut up, gue naik sekarang.” Aku menutup teleponku. Ah, aku beneran lupa.
Aku naik ke lantai tiga. Markasnya Daniel, laboratorium Sweet dan colour sekaligus ruangannya bersama beberapa asisten dan juga quality control. Aku masuk dan mendapati Daniel sudah berada di laboratorium. Dia hari ini mengenakan kemeja warna biru muda dengan lengan digulung hingga siku. Tanpa Dasi –Aku melihat dasinya sudah tersampir di kursi didalam ruangannya- , dua kancing atas dibiarkan terbuka, membuat kulit putih bersihnya terkspos, shit!! What happen to me? Dan tanpa jas lab. Padahal dua asistennya Andi dan Herman selalu memakai Jas Lab dan perlengkapan savety lainnya. Hah, lupa, Daniel jarang berada di lab. Dia hanya memberi instruksi untuk asistennya dari dalam ruangannya. Hanya berada di lab jika ada evaluasi dengan para sales atau Pak Bimo.
“So?” Aku mencoba senetral mungkin.
“Oke, yang paling kiri itu target yang customer minta.” Daniel berhenti sebentar, menatapku sesaat. Damn! Dia itu malaikat atau apa sih?
“Lalu sebelahnya itu base yang lo kasih kemaren. Nah, dua yang terakhir ini improve dari gue.”
“Pakai apa aja nih?” Tanyaku sambil mulai mengambil testing cup untuk memulai evaluasi rasa.
“Try and you tell me.” Aku diam.
“. . .”
“. . .”
“Good, dua-duanya sama dengan target. So, now tell me.” Walau aku tidak suka dengan Daniel, tapi aku memang memujinya untuk urusan menjiplak produk lain sama persis. Warna, tekstur dan rasa!
“Ini formulanya, Dan costnya lebih murah ketimbang target. Mau lo bawa kapan ke customer?” Aku menerima lembaran kertas yang diberi oleh Daniel barusan, membacanya dengan seksama.
“Eh, yang ini bukannya sertifikat halalnya masih belum keluar?” Aku menunjuk salah satu raw material. Daniel mengangguk menjawab pertanyaanku.
“Bentar lagi juga halal. Uda diajukan ke MUI, paling lambat minggu depan resultnya.”
“Lo sinting! Gak mungkin gue bawa yang gak halal gini buat dipromote ke customer.”
“Oke, kalau gitu bawa satu aja yang ini.” Aku menghela nafas tertahan. Bawa satu varian itu nanggung banget. Customer terpaksa dihadapkan pada kondisi tidak bisa memilih. Bisa-bisa mereka beralih ke lain suplier lagi.
“Yakin sertifikat halalnya minggu depan keluar?”
“Ya.”
“Oke, gue bawa dua-duanya lusa. Lo bisa siapin kan?” Daniel meraih bukunya, membuka dan membacanya sebentar.
“Oke, bisa. Mau dibawa pagi atau siang?”
“Siang sebelum lunch aja.”
“Oke,”
“Thanks ya Dan.” Daniel bengong sesaat lalu tersenyum. Shit! Gak heran semua cewek di kantor ini obsesi banget sama ini cowok!
***


Evan Sutedjo
“I hate you.” Gue berkata pada Daniel begitu teman dari masa SD gue itu menelpon gue dari line nomornya.
“Oh come on! It’s Friday night, bitch!”
“Gue sebenarnya mau ngabisin malam ini dengan nongkrong indah di kostan.”
“I am in!”
“Hah? Jangan gila lo! Terakhir kali lo ke kostan gue, lo ngebuat tetangga kost sebelah langsung ill feel sama gue. Dia sangka gue gay!”
“And you are absolutely gay!” Aku agak menjauhkan teleponku. Daniel gak pernah menjaga bicaranya. He is really, really bitch!! Unlucky, I am friend with him. Best friend lebih tepatnya.
“Oke, ntar pulang kantor kita mampir beli makan dulu.”
“See you there.” Daniel langsung menutup teleponnya. Aku melirik kiri kanan, memastikan bahwa di ruangan ini tidak ada yang memperhatikan percakapan gue barusan dengan Daniel. Memanfaatkan fasilitas kantor untuk urusan pribadi? Bodo lah ya, toh sumbang sih gue buat kantor ini juga gede. Hahaha.
***

“I fucking hate Bimo now!” Daniel meraih botol Jack Daniel dari kulkas dan bergabung dengan gue di balkon.
“You already said that in so many times darling.” Gue selalu dihadapkan dengan curhat yang pasti topiknya sama. Bimo. Oke, sang GM kantor itu memang totally hot! Tapi –Aku melirik Daniel sebentar- dengan potongan wajah dan tubuh model kayak Daniel, dia bisa dapetin yang selevel Bimo atau bahkan lebih hanya dengan sekali lirik.
He has perfect abs dan wajah innocent but evil itu jelas bisa bikin cowok straight melting dan cewek lesbi jadi doyan cowok.
“I am done with him.” Gue menengok, beneran menengok karena ingin memastikan kebenaran ucapan Daniel barusan.
“Lo uda putus beneran? Atau sekedar ngambek-ngambek manja?”
“Gue beneran mau putus tau Van! Stres gue lama-lama.”
“MAU ya, berarti belom. Berarti jangan gunakan kata DONE,” Aku menekankan beberapa kata. Dan Daniel sepertinya tidak peduli.
Daniel berdiri dan melengok ke arah bawah. Kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri seperti mencari sesuatu, atau se . .se . .orang?
“Kok tumben sih si Reno belom nyuci mobilnya?”
“Jadi ini salah satu alasan kenapa tiap malam Sabtu lo selalu ngotot mau nginep di kostan gue?” Daniel menoleh ke belakang dan menatap gue sekilas.
“Gue gak ngerti kenapa sampai sekarang lo belum ngerayu dia. High quality gay gitu.”
“Lo yakin dia gay? Jangan semua cowok cakep di cap gay dong.”
“Daripada tampang cakep, perut sixpack lebih efektif untuk bisa ngeliat dia gay atau enggak.” Daniel sepertinya kecewa karena Reno –Salah satu tetangga kost gue yang selalu mencuci mobilnya dengan shirtless- belum melakukan kegiatan rutinnya setiap Jum’at malam.
“Oh, here we go.” Mau tidak mau gue jadi ikutan berdiri dipinggir balkon seperti Daniel. Yap, Reno memulai kegiatan rutinnya tiap Jum’at malam.
“He’s hot like hell!”
“I do agree.”
“Dan gue masih heran lo belom seret dia ke ranjang.”
“Dan, itu bukan perkara gampang kali! Gue gak mungkin tiba-tiba turun lalu ngetuk pintu kamarnya . . .”
“Dengan hanya memakai sempak seksi.” Potong Daniel.
“Terus bilang fuck me Ren!” Gue dengan sedikit emosi menyelesaikan kalimat gue.
“Why not?” Tampang innocent tapi senyum iblis itu tengah menatap gue dengan tatapan tak percaya. Mungkin dalam kamus hidupnya Daniel, dia tidak mengenal cowok straight.
“You sick! Gimana kalau dia straight? Bisa didepak gue dari ini kostan.”
“It’s not a big deal. You can stay di apertement gue.”
“Gila!!” Gue ngomong sambil merebut botol Jack Daniel dari tangan Daniel dan menyesapnya pelan. Gue memilih duduk dan berhenti memandangi Reno dari atas.
Oke, bukannya gue gak mau mendekati Reno. Hanya saja, gue bukan seperti Daniel yang selalu melakukan semuanya tanpa mempertimbangkan efek belakangnya. Kadang bikin iri memang sifat spontanitasnya, tapi lebih banyak bikin malu dan buntutnya bikin masalah. Prinsip hidup Daniel, “It’s My Life, I Have My Own Rule. If You Can’t Deal With That, Then You Can Just Leave.”
Egois I know, tapi dengan tampang menarik dan body pahatan seperti itu, Daniel tak pernah kekurangan teman kencan. Dan gue? Jelas, gue berteman dengan Daniel karna dia bukan tipe orang yang akan ngomongin gue dibelakang. Dia akan langsung ngomong didepan gue. Dan dia tidak peduli semenyakitkan apa yang dia ucapkan tadi. Beside, gue udah temenan sama itu anak dari SD.
“Dia buka celana sekarang.”
“Hell shit no!” Gue langsung berdiri dan Daniel sukses tertawa.
“I know you are obsessed with him.” Daniel berkata masih dengan senyum geli.
“Lo gay abnormal ya? Mana ada gay normal yang gak mau lihat cowok model kayak Reno buka celana? Sayang kan kalau sampai dia dilalerin ntar?”
“Hahaha, molor yuk ah. Besok gue mau joging di GBK.”
“Fuck! Terakhir lo ngomong gitu, besoknya lo bangun jam sepuluh siang.”
“Hahaha.”


TBC

3 komentar:

  1. Keren lanjut dong , pasti keren banget ini

    BalasHapus
  2. cerita yang oke banget. Dalam merangkai cerita mas ardhinansa memang gak diragukan lagi. Cuma dalam cerita2 nya agak terlalu power bottom. Kalau bisa, bot nya gak perlu se perfect ini. Dan satu lagi, pengen lebih hot. Hehehe...

    BalasHapus
  3. Tekhnologi coating kalo salut gula ya jadi manis bukan? Hehe
    Love this story.. Keep writing yaa bang..

    BalasHapus

leave comment please.