FOLLOW ME

Senin, 03 Juni 2013

CERITAKU 11


 

CERITAKU 11




Syok? Pastinya, tapi aku tetap berusaha tenang. Aku tahu statusku masih pacarnya Andi, namun rasanya ada yang mengganjal saat tadi Rehan mengatakan kalau dia menyukai Rafky.
“hei? Lu kenapa?”, Rehan membuyarkan lamunanku.
“gak papa. Gua ke kelas dulu Re, duluan ya!”
“sip!”
Aku bukannya melangkah ke kelas. Percuma! Karena ini masih jam pelajaran bahasa Indonesia, bukan apa apa tapi mata pelajaran satu itu mudah tapi aku tak pernah dapat nilai 10. Bahasa Indonesia, PKn dan Bahasa Jawa!! Ketiga mata pelajaran ini, aku tidak membencinya. Hanya saja aku kurang menyukainya. Nilaiku selalu stuck di 7 dan 8 tak pernah lebih. Menyebalkan!! Lihat saja pada Bahasa Jawa, tulisan ha na ca ra ka saja aku mesti buka kamus kalau mau baca. Apalagi krama alus, krama inggil dan sekutunya, bikin puyeng! Aku memilih untuk pergi ke lab komputer saja. Di sekolahku ada 3 lab komputer, 2 lab untuk mata pelajaran KKPI sedangkan 1 lab khusus untuk siswa guna mencari tugas. Bisa digunakan untuk browsing, facebookan dll gratis pula. Ya tapi karena gratis itu pula kecepatanya pun apa adanya. Penjaganya namanya pak Totok. Masih muda, wajahnya lumayan tapi sayang uda punya bini.
“ada yang kosong gak ni pak?”, tanyaku begitu masuk ke lab komputer khusus siswa ini.
“kebiasaan. Bahasa Indonesia ya? Tu yang di pojok kosong”, pak Totok menjawab tanpa mengalihkan pandanganya dari monitor. Pak Totok emang uda hapal denganku selain karena aku sering mampir ke ‘warung’nya ini aku juga sangat gemar remedial mata pelajaran KKPI. Walaupun memang bukan pak Totok guru mata pelajaran KKPI, namun pak Totok lha yang mengurus anak anak yang remidi. Dan aku termasuk di dalamnya, jadi jangan tanya padaku masalah jaringan komputer dan sejenisnya. Atau tanganku yang akan berbicara. Hahaha, maaf ketawanya maksa.
Walaupun ini masih termasuk jam pelajaran tapi lumayan rame juga. Ya maklum lha, di sekolahku jam pelajaran kosong sudah terjadwal. Khusus untuk anak TPHP sudah bisa di pastikan kalau mata pelajaran mesin pasti kosong. Gurunya terlalu malas, sehingga hanya selalu memberi tugas tanpa pernah menjenguk kelas yang dia ajar. Dia masuk kelas kalau sudah akan di adakan tes semester. Untuk apa? Memberikan soal yang akan keluar untuk tes semester lengkap dengan jawabanya. Jadi jangan di tanya, anak TPHP tak pernah ada yang mendapat nilai di bawah 9 untuk mata pelajaran mesin. Tapi kemampuanya dalam mesin? Nol besar!! Sekarang aku baru menyesalinya. Dasar guru jahanam. Tapi kami juga salah.
Oke, kembali ke cerita. Maaf untuk penyesalan gak pentingku. Aku mulai berselancar di dunia maya. Jujur aku sendiri tidak konsentrasi penuh. Kemana sebenarnya perasaanku? Andi ato Rafky? Untuk mengharapkan Andi aku sudah putus asa, hingga kini Andi belum menentukan antara aku atau Rika. Rafky? Apa iya aku bisa bersaing dengan cowok  semanis Rehan? Aku meragukan diriku sendiri. Aku terlalu larut, bukan dengan dunia mayaku namun dengan pikiranku sendiri yang tak tentu arah. Hapeku bergetar.

Kita perlu bicara

Sender
Myluph.

Ya Tuhan, bahkan nama Andi di phone book ku pun belum aku ganti. Ini adalah smsnya yang pertama sejak kejadian aku memergokinya berbocengan  mesra dengan Rika tempo dulu itu. Aku merasa belum siap, tapi sampai kapan? Masalah ini harus cepat di selesaikan.

Okay. .

Balasku ke Andi. Aku harap apapun yang nanti jadi keputusan Andi aku bisa menghargainya. Lagi lagi hapeku bergetar, kali ini panggilan dari Rafky.
“napa Raf?”,  jawabku.
“kaga ikut olahraga lu?”, kata Rafky di seberang telepon sana.
“shit!! Gua lupa bawa kaos ma celana olga. Mampus gua Raf!”
“Ya uda mampus aja lu sendiri”
“sialan lu Raf!! Gimana ni? Minggu kemaren gua kan uda absen, masa sekarang absen lagi? Bisa di cincang gua ma Pak Heri”, aku mulai panik dan membuat beberapa anak yang berada di lab komputer ini menoleh ke arahku.
“akademis aja jago, olahraga jeblok”, sumpah Rafky jutek gila.
“gua lagi kaga butuh pujian dari lu Raf, gua lagi butuh solusi. Ini kan gara gara lu juga”
“gara gara gua gimana? Songong lu!!”, sepertinya kadar jutek Rafky makin meningkat ni.
“sapa suruh lu maksa gua nginep di tempat lu semalam? Karena kemaren terburu buru gua jadi lupa kan?”, aku mulai mengeluarkan amunisiku.
“buruan lu ke kelas, gua temenin lu minjem ke kelas lain.”. aku segera mematikan sambungan ponselku. Men shut down komputerku dan berlarian menuju kelas. Sumpah, aku lupa kalau ada jadwal olahraga. Beneran! Serius! Saat aku sudah tiba di kelas, hanya tinggal anak anak lelaki yang sedang ganti baju.
“lu jangan ganti dulu. TEMENIN gua!”, kataku pada Rafky. Rafky diam, mengurungkan niatnya untuk ganti baju dan keluar kelas bersamaku.
“Muhadi tadi ada jam olahraga, lu bisa pinjem dia”, kata Rafky sambil tetap berjalan tanpa menoleh ke arahku. Wait, kenapa sikap Rafky seperti menjaga jarak? Kesalahan apa yang aku lakukan? Setelah meminta ijin kepada Pak Heri terlebih dahulu bahwa kita akan terlambat, aku dan Rafky langsung menuju kelas Muhadi.
“ganti dimana?”, tanyaku begitu kaos dan celana training milik Muhadi sudah ada di tanganku.
“toilet”, jawab Rafky singkat. Lagi lagi tanpa menoleh ke arahku. Aku mengikutinya menuju toilet di belakang lapangan volli, keningku berkerut. Toiletnya Cuma satu.
“ngapain bengong di luar? Kaga ganti?”. Aku memutar kedua bola mataku sebelum akhirnya masuk bersama rafky ke toilet. Awalnya aku biasa saja. Berusaha secepat mungkin mengganti seragamku dengan kaos dan celana training milik Muhadi walau tidak nyaman. Kaos dan celana training ini, tidak hanya kebesaran tapi juga agak basah. Lalu aku menyadarinya, tatapan tajam Rafky ke arahku. Rafky sedang bersandar di pintu toilet, memakai celana trainningnya namun kaosnya bertengger pas di pundaknya. Belum di pakai.
“apa?”, tanyaku gugup. Ditatap seperti itu benar benar membuatku senam jantung.
“sampai kapan gua harus menunggu?”
“maksud lu?”, aku benar benar bingung.
“gua suka sama lu! Gua uda bilang itu berkali kali. Gua pengen lu jadi pacar gua, bisa kan?”. Tenggorokanku tercekat, entah aku harus bilang apa.
“kayaknya pak Heri uda nunggu kita Raf”, kataku akhirnya
“persetan!! Jawab dulu pertanyaan gua. Sampai kapan gua harus nunggu?”, tatapan mata Rafky serius. Aku hanya terdiam. Pintu toilet yang di ketuk mengagetkanku.
“ada orang di dalam?”, kata orang yang mengetuk tadi.
“bentar”, Rafky membuka pintu tanpa mengenakan kaosnya terlebih dulu. Meninggalkan aku yang masih termenung sendiri.
“maaf mas, saya mau pipis. Uda kebelet banget”, kata cewek yang entah-siapa-namanya yang berhasil menyelamatkanku dari situasi yang belum aku harapkan tadi.
“oh ya, silahkan”, kataku tergugup. Mudah mudahan anak ini tidak berspekulasi yang tidak tidak tentang aku dan Rafky. Sepanjang pelajaran aku tidak bisa konsentrasi, bahkan pada saat matematika sekalipun yang merupakan pelajaran yang paling aku sukai. Beberapa kali aku menoleh ke arah Rafky yang duduk di sebelahku. Namun rasanya Rafky seperti jauh. Ke akraban yang terjadi antara aku dan Rafky akhir akhir ini seperti hilang tak berbekas. Rafky sama sekali tak mengajakku berbicara semenjak tragedi-penembakan-di-toilet tadi. Hapeku bergetar lagi.

Sepulang sekolah aku tunggu di ruang seni

Sender
MyLuph

Aku mendesah pelan, apa yang harus aku lakukan? Aku menyukaimu Raf, jujur! Tapi aku juga tak bisa bohong kalau separuh hatiku masih tertinggal di dalam relung hati Andi. Dan aku tak ingin menjadikanmu pelarianku Raf, tak akan.
“Nansa, tolong kamu kerjakan soal nomor 3”, kata guru matematikaku tiba tiba. Aku gelagapan. Aku belum mengerjakan. Dan jujur aku sedikit terkejut saat Rafky menggeser buku kotaknya ke arahku.
“ayo Nansa”
“iya pak”, aku membawa buku kotak milik rafky. Mengerjakan soal matematika nomor 3 di white board, aku benar benar menjiplak persis.
“ya, bagus. Kembali duduk, Mahali tolong kamu nomor 4”.
Setelah duduk aku mengangsurkan kembali buku kotak milik Rafky dan Rafky mengembalikan buku kotakku. Sejak kapan buku kotakku berada di tangan Rafky? Aku hanya melongo. Dan aku melihatnya, sebuah tulisan di pojok kiri bawah.

Maafin gua
Lupain kejadian tadi di toilet
Gua sabar nunggu lu

Aku menoleh ke arah Rafky dan dia hanya tersipu malu. Aku menikmatinya, wajah Rafky yang memerah entah kenapa sangat terlihat seksi di mataku. Aku mengambil kembali buku kotaknya. Menulisnya sama di pojok kiri bawah.

Aku janji tak kan lama

Aku benar benar membulatkan tekadku. Putus dengan Andi dan memulai yang baru dengan Rafky, kataku dalam hati mantab.
***



“bareng gua kan lu?”, tanya Rafky tepat setelah bel tanda pulang berbunyi. Aku menggeleng.
“gua ada urusan Raf, ntar gua pulang sendiri”
“sip lha! Gua duluan ya!”
“okey”. Rafky langsung beranjak pergi sementara aku merapikan buku bukuku. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal aku segera melangkah menuju ruang seni. Andi tadi sudah keluar duluan, jadi mungkin dia sudah berada di ruang seni. Dan ngomong ngomong soal Rika, dia tidak masuk hari ini. Entah sakit atau bahkan sekarat aku tak peduli. Aku masuk ke ruang seni yang tidak terkunci, sebentar lagi anak anak klub seni akan berdatangan. Kenapa Andi malah memilih tempat ini?
“oey, seneng bisa liat kamu dari deket lagi. Aku kangen kamu”, Andi tiba tiba memelukku dari belakang. Aku melepaskan pelukannya. Andi hanya berani memperlihatkan ke akrabannya denganku kalau tidak ada Rika? Aku harus putus dengan Andi! Aku bertekad dalam hati.
“kamu uda bisa mutusin?”, tanyaku langsung ke inti permasalahan. Andi terdiam sesaat, memandangku lekat lekat.
“aku gak bisa tanpa kamu”
“tapi An. . .”
“aku belum selesai ngomong okey?”, Andi memotong perkataanku.
“aku udah mutusin buat  jauhin Rika, aku sadar kalau ternyata selama ini kedekatanku dengan Rika membuat kamu sakit. Kita bisa kan mulai dari awal lagi?”, mata itu. Mata yang berseri seri itu, mengapa masih bisa membiusku? Kemana perginya tekadku tadi? Aku seperti melemah, kebencianku terhadap Andi seperti padam. Aku berusaha mengingat kemesraan Andi dengan Rika yang tak wajar untuk kembali mengobarkan tekadku, namun aku gagal.
“mau kan Nan? Aku sayang kamu”, kata Andi perlahan sambil merengkuhku ke dalam pelukanya. Dan anehnya aku hanya pasrah. Namun wajah Rafky membayang dalam benakku. Senyum malu malunya, wajah juteknya, bibir kirinya yang selalu di tekuk ke atas jika sedang berpikir keras dan wajahnya yang memerah tadi. Aku melepas pelukan Andi.
“maafkan aku An, maaf”, kataku terbata.
“kenapa?”, wajah polos itu seakan akan kembali membiusku. Namun aku menggelengkan kepalaku, berusaha membulatkan tekadku.
“aku tak bisa”, air mataku mulai bergulir.
“Rafky?”.Aku hanya bisa mengangguk. Andi terdiam.
Aku berjalan keluar dari ruang seni, meninggalkan Andi begitu saja. Rasanya berat, tapi ini keputusanku.Tapi walau dalam keadaan seperti ini aku tidak bodoh. Pertama tama aku harus menghapus air mata dan ingusku baru setelah itu aku keluar dari ruang seni. Aku belum siap jadi pusat perhatian para siswa. Dengan air mata terurai dan ingus kemana mana? Tidak, terima kasih.
“Nan”, suara itu aku kenal. Aku menoleh ke belakang, oh not now!
“hei Re”, aku berusaha terdengar sewajar mungkin.
“kok lu belum pulang?”
“ada urusan tadi, lu sendiri?”, tanyaku balik.
“kelas satu kan ada kesamptaan Nan”
“oh iye, good luck ya! Gua duluan”
“yoyoi”.
Aku berbalik dan melangkah menjauhi Rehan. Mungkin dia sedikit curiga dengan suaraku yang agak parau atau dengan mataku yang memerah. Ah, peduli amat! Saat ini aku harus fokus.

We need to talk
Pesan singkat itu aku kirim ke Rafky, tak beberapa lama nama si Jutek menghiasi layar Hapeku.
“ngomongin apaan?”, Rafky uda nyerocos duluan setelah teleponnya aku angkat.
“tentang lu sama gua”
“apaan?”
“yang tadi di toilet masih berlaku kan?”, jujur aku deg degan gila.
“hha? Yang jelas dong lu!”
“gua mau jadi pacar lu”. Hha, akhirnya aku ngomong juga. Tapi hening, sama sekali tak ada jawaban di ujung sana.
“Raf?”
“lu dimana sekarang?”, sumpah! Rafky kaga nyambung banget sih.
“masih di sekolah. Lagi otw ke rumah”
“tapi masih di skul kan?”, tanya Rafky ngotot.
“masih”, aku hanya menjawab pendek.
“ya uda tunggu situ!! Jangan kemana mana”.Rafky langsung mematikan sambungan teleponnya. Ni anak maunya apa sih? Kan aku uda bersedia jadi pacarnya? Apa susahnya sih tinggal bilang terima kasih? Atau aku juga sayang kamu kek! Atau aku sangat beruntung dapat cowok semanis kamu kek! Idih amit amit.
Aku dengan gontai melangkah ke lapangan parkir dan setelah mendapatkan tempat duduk yang teduh dan nyaman aku pun duduk. Sumpah, ini kalimat kaga enak banget di bacanya. Ada usul? Lupakan! Kita sedang serius. Cukup lama aku menikmati keindahan motor yang terpampang di lapangan parkir ini, sampai hampir setengah jam.
Kita baru aja jadian (versiku, aku dan Rafky sudah jadian. Entah kalau versi Rafky) dan Rafky mencampakanku di lapangan parkir begitu saja? Ironis. Sedikit lagi hampir satu jam, bahkan motor yang terparkir di lapangan parkir ini pun bisa di hitung pake jari ketika Rafky dan motornya muncul.
“cepet naek”, kata Rafky tanpa membuka helm. Aku memasang tampang cemberut. Bilang maaf kek, sorry kek karena uda telat. Okey, memang tidak bisa di bilang telat sih karena Rafky kaga ngomong jam berapa dia bakal datang. Tapi setidaknya dia telah membuatku menunggu satu jam! Tidak adakah niat baiknya untuk meminta maaf? Apa pilihanku salah ya?
Rafky membawaku ke rumahnya lagi dan aku segera waspada. Jangan jangan Rafky langsung minta jatah nih? Hush!! Aku belum siap. Setelah aku dan Rafky masuk ke kamarnya, Rafky langsung MENGUNCI pintu kamar.Tanpa menoleh ke arahku Rafky kemudian membuka baju seragamnya yang langsung membuat mataku melotot.
“ngapain lu liat liat?”
“ye boleh aja kali. Pacarnya sendiri kok”, aku benar benar menyesal mengatakan ini. Karena setelah kalimatku selesai Rafky langsung melotot tajam.
“sejak kapan gua jadi pacar lu?”. Jleb!! Jantungku seperti di tusuk jarum berlapis lapis. Emang ada gitu jarum berlapis lapis? Lupakan! Mulutku benar benar  terkunci dengan perkataan Rafky barusan. Dan aku berusaha reka ulang kejadian. Rafky nembak aku, aku menerimanya (walau telat). Berarti secara hukum kita sudah jadian kan? Halah makin ngaco! Tapi serius deh, kita uda jadian kan? SEHARUSNYA.
“gua pengen bukti”, kata Rafky kemudian setelah terdiam sesaat.
“bukti apaan?”, aku semakin gugup.
“lepas baju seragam lu”. Deg! Kayaknya beneran Rafky minta jatah ni. Aku hanya diam, tidak langsung melaksanakan apa yang di katakan Rafky.
“kok diem aja? Katanya lu sayang gua? Lepas dong baju lu”. Kini aku tidak tersipu malu lagi, aku geram. Dengan perlahan aku melangkah mendekati Rafky lalu menonjok tepat pada perutnya.
“gua bukan pelacur! Stop nyuruh gua berlaku layaknya gua adalah simpanan lu!”, jawabanku di sambut oleh tawa Rafky dan pelukannya. Rafky beberapa kali mencium keningku membuat aku tambah keheranan.
“makasih Nan uda mau jadi pacar gua. Gua percaya kok kalau lu emang sayang ma gua”, aku hanya terdiam. Menikmati diriku yang lebur dalam pelukan Rafky. Entah apa yang aku rasakan, yang jelas aku masih sedikit syok dengan apa yang dilakukan Rafky barusan.
“lu?”, aku benar benar bingung.
“ya? Kenapa sayang?”.Ya Tuhan, Rafky manggil aku sayang.
“coba ulangi Raf”
“ulangi yang mana? Apaan sih? Marah ya gua kerjain tadi?”
“kaga kok, gua kaga marah. Ulangi yang kata sayang tadi”. Perasaanku melayang dalam pelukan Rafky. Dan terlalu bahagia untuk marah karena kejadian tadi.
“iya sayang. Lu kenapa sih?”, aku merona. Aku benar benar bahagia.

Tok tok tok
Ketokan di pintu kamar Rafky mengagetkanku. Untung tadi sudah di kunci.

“Riri, kamu di dalam kan? Eyang mau bicara”


Tbc. . .

Aku harap kalian masih menyukainya. . .
Membosankan ya?
Tapi ntah mengapa kalau boleh jujur aku menyukai part sebelas ini. . .
Dan kalau ada yang salah denganku aku minta maaf. . .
Aku benar benar tak bermaksud menyinggung pihak manapun. . .
Pembaca, aku benar benar minta maaf. . .
Maaf. . .
Maaf. . .
Sudahlah, semoga kalian menyukai tulisanku ini. . .
I wish all the best for you guys. . .
Thanks. . .

1 komentar:

leave comment please.