FOLLOW ME

Jumat, 29 Maret 2013

CERITAKU 3


CERITAKU 3



Aku tiba di sekolah Reno tepat 20 menit setelah pantatku menyentuh jok belakang motor Andi. Hari ini aku ketemu langsung ma Dewi plus pacarnya yang kata Reno kemarin berhasil menyumbangkan salah satu sperma terbaiknya bersarang di Rahim Dewi.Cukup alot, apalagi Dewi tak henti hentinya sesenggukan di pundakku. Berasa aku yang jadi pacarnya ketimbang Risky yang adalah pacar resminya. Nah, ini dia. Aku sempat hampir melotot tak percaya, wajah Risky hampir serupa dengan wajah Rafky. Matanya, hidungnya, bibirnya, bahkan perawakannya. Hanya saja Risky sepertinya lebih pendek dari Rafky. Aku tak percaya, ternyata kejadiannya sepele. Risky, si cowok SMP yang wajahnya mirip Rafky itu melakukan petting bersama Dewi. Dia menggesek gesekan alat kelaminya di atas vagina Dewi, dan Dewi bilang sebulan setelah itu Dewi belum datang bulan. That’s it. Hanya itu, dan mereka secara cerdas menyimpulkan bahwa Dewi hamil. Oh God!!
Akhirnya aku mengantar Dewi ke dokter, setelah Dewi ganti baju tentunya. Berakting menjadi suaminya, pura pura kecewa saat dokter berkata bahwa Dewi tidak hamil. Mungkin terlalu capek atau terlalu stress sehingga haidnya tertunda. Capek memang, baru jam 7 malam aku dan Reno bisa pulang.Tapi semua itu setimpal karena aku bisa berkenalan dengan Risky. Bahkan no. hpnya sudah tersimpan manis di phone bookku.
Aku tengah berkutat dengan buku matematikaku saat hp ku berdering. Sms dari Risky, aku nyengir begitu membaca sms itu.
‘selamat malam ka’
Singkat, tapi sudah bisa membuatku terlena. Apa iya semudah itu aku jatuh hati pada Risky? Apa karena dia begitu mirip dengan Rafky? Aku tak tau, tapi jari jariku bergerak lincah menekan tombol keypad.
‘malem juga de’
Send. . .

Aku kembali berkutat pada buku matematikaku, kembali mengerutkan keningku dan menggigiti bolpenku.Kebiasaanku kalau sedang berpikir. 5 menit kemudian sms masuk. Harapanku kandas, bukan dari Risky, tapi dari Andi.
‘besok gua jemput ya?’

Hmm, Andi jemput aku?

‘okay’
Send . . .

Aku cepat cepat menyelesaikan PR matematikaku, bukan apa apa, tapi aku hanya ingin cepat cepat tidur. Saat aku menutup buku kotak ku, hp ku kembali bordering.

‘jam 6 standby’

Aku memutar bola mataku, jam 6? Pagi amat.

‘1/2 7’ balasku cepat.

‘gw lom ngrjain mtk, nyntek pnya lu’

Harapanku kalau Andi sedang pdkt agak terkikis, jadi hanya karena ingin nyontek PR matematikaku? Humpt, bikin kesel aja. Tapi toh aku tetap menyetujuinya. Aku setuju untuk di jemput jam 6, lagipula hemat uang transport. Hehe,
Capek menunggu balasan sms dari Risky akhirnya aku tertidur. Tepat jam 5 pagi aku bangun tidur, merapikan tempat tidurku, mandi, makan dan jam 6 kurang 5 menit aku sudah menunggu Andi di depan teras. Andi cowok yang tepat waktu, dan kita tiba di sekolah pukul 6 lebih 15. Rekor baru untukku, jujur selama sekolah disini paling mentok aku datang jam 7 kurang 15. Itupun kalau aku lagi beruntung. Belum ada siapa siapa di kelas, hanya aku dan Andi. Sebelum masuk kelas tadi, Andi sempatkan membeli gorengan. Belum sarapan katanya. Mengorbankan waktu sarapan hanya untuk nyalin PR matematika? Salut!!
“mana PR lu? Gua nyontek, cepetan!”, Andi langsung nyerocos.
“bentar”. Aku mengeluarkan buku matematika ku, belum sempat aku berikan, Andi sudah menyerobot duluan, seolah olah bukuku adalah emas berharga. Segitunya ya.
“uda lu duduk sini aja”, Andi ngomong tanpa menoleh. Tangannya sibuk menyalin sederet angka dan gambar dari bukuku ke bukunya.
“suapin gua dong, tangan gua kepake semua ni. Mana laper banget lagi”, Andi kembali mengeluarkan suaranya setelah 10 menit berkutat dengan PRku. Aku melayangkan pandang ke sudut sudut kelas, memang belom ada yang datang. Tapi kalau tiba tiba ada anak yang masuk kelas gimana?
“buset dah, malah bengong. Cepetan! Keburu masuk ntar, gua laper banget Nan!”, Andi agak emosi, tangan dan matanya masih sibuk menyalin PRku. Aku ragu, tapi kemudian aku mengambil satu tahu goreng, lalu aku dekatkan ke bibirnya. Ada rasa deg degan saat bibirnya tanpa sengaja menyentuh jariku. Rasa asing yang bahkan belum pernah aku rasakan selama aku mengagumi Rafky. Wajahku memerah, Andi mungkin tak menyadarinya, karena dia masih berkutat dengan PRnya.
“lagi dong, yang tempe”, Andi kembali meminta. Tanpa diperintah 2 kali aku langsung mengambil satu tempe goreng, mendekatkan ke bibirnya dan menikmati getaran aneh saat bibirnya menyentuh ujung jariku. Aku menyukainya, menyukai getaran aneh saat bibirnya menyentuh ujung jariku. Aku tak tau kalau sudah ada penghuni lain di kelas ini selain aku dan Andi, hingga penghuni lain itu berdehem. Aku melonjak kaget, Andi hanya sekilas mendongakkan kepalanya lalu berkutat kembali dengan PRnya. Rafky, cowok yang berdehem tadi langsung melewatiku dan duduk di bangku paling belakang. Sempat mengguman, yang kalau tidak salah seperti mengucapakan, “dasar maho”. Ya itu kalau aku tidak salah dengar. Tapi toh Rafky sudah sukses membuatku makin memerah.
Makin kesini aku dan Andi makin dekat, sms sms romantis darinya tiap malam. Perhatiannya. Semua itu membuat aku semakin lupa akan sosok seorang Rafky. Aku mulai mengenal getar getar aneh yang tiap kali datang saat aku sedang bersama Andi. Aku jatuh cinta padanya.
“hy, ko bengong?”, tanya Andi yang sukses mengagetkanku dari lamunan. Aku sedang berada di dalam kamar Andi. Jangan berpikir kalau kita sedang lukis telanjang lagi. No! kita sedang belajar bersama. Lebih tepatnya, aku yang mengerjakan PRnya dan Andi tinggal menyalin. Tapi toh aku tetep seneng, apapun akan aku lakukan untuk bisa terus terusan barengan Andi. Anehnya, aku tak bertemu Rafky lagi di rumah Andi, hanya saat pertama aku datang tempo dulu.
“oey?? Hallo?? Kok gua di cuekkin ya?”, Andi kembali mengusik lamunanku.
“sapa yang nyuekkin lu? Lagi berpikir keras ni gua”
“halah, buset dah lagak lu! Eh, yang no. 10 tu buruan di kerjain. Habis itu gua ajak lu jalan jalan sebentar”. Aku menoleh, binar binar  bahagia Nampak jelas di wajahku.
“serius?”
“yes it is. Hehe”, jawab Andi sambil nyengir. Memperlihatkan sebentuk lesung di pipi kirinya. Manis. Aku langsung tunjuk aksi, mengkerutkan kening, menggigiti bolpen dan mulai corat coret. Tak butuh waktu lama hingga PRku selesai di salin di buku kotak milik Andi.
“katanya mau ngajak keluar?”, aku menagih janji.
“ye, sabar atu kang. Gua mandi dulu bentar”, kata Andi sambil masuk kamar mandi, beberapa saat kemudian kepalanya nongol lagi.
“mau ikut kaga?” Pertanyaan itu sukses membuat wajahku kembali memerah. Tanpa menunggu jawabanku, Andi langsung menutup lagi pintu kamar mandinya. Oh God, kapan Andi bakal menembakku? Ini mah uda ketauan banget kalau Andi naksir aku, diliat dari segimanapun uda ketauan. Perhatianya, sesama cowo tapi sering sms uda makan lom? Ud mandi lom? Lagi ngapain? Haiyah, itu mah uda ketauan banget kan? Kayak cowok yang lagi pdkt ke cewe.
“bisa minta tolong kaga Nan?”, teriak Andi dari dalam kamar mandi setelah 15 menit di dalamnya.
“halah, tumben amat lu bisa gunain kata tolong?”
“mau kaga ni?”
“iye, apaan?”
“Ambilin gua handuk dong di lemari, ada di paling bawah”, teriaknya dari dalam kamar mandi. Aku berjalan ke arah almari yang ada di pojok kamar Andi. Membuka, mengintip isinya sebentar, bergumam ‘wow’, melihat ke arah bawah, mengambil handuk lalu menutup kembali pintu almari.
Aku sedikit grogi saat sudah berada di dekat kamar mandi.
“handuknya An”, kataku gugup. Andi melongokkan kepalanya, tersenyum manis.
“thanks”. Kata Andi lalu kembali masuk ke kamar mandi.
Shit!! Buat apa aku grogi tadi? Aku kira aku bakal ngeliat tubuh polos Andi terpampang di depanku, but? Dia hanya melongokkan kepalanya doang. Uh!! Rugi berat aku sudah grogi.
“aku tunggu di teras ya An”, teriakku sambil membereskan buku buku ku.
“sip!!”, teriaknya balik. Aku sempat heran, ni anak mandinya lama amat yak? Kayak perawan aja. Lagipula kenapa dia handukan di dalam? Toh aku juga sudah liat perkakasnya ini. Bingung.
Aku menunggu di teras sambil iseng liat kontak di hpku. Saat nama Risky Dharmawan terpampang, timbul niat buat sms dia. Lagi asik ngetik pesan, eh ada yang nyapa.
“ka Nansa?”, sapaan sopan tersebut sukses membuat aku sedikit kaget. Apalagi saat melihat orang yang menyapaku, wuih, kaget plus seneng. Soalnya ini pertemuan kedua setelah dulu bertemu di sekolahnya Reno.
“Risky? Ngapain?”, tanyaku kayak orang dongo.
“kok ngapain? Ya pulang lha. Ini kan rumah Risky ka”,
“ha?” Yakin aku juga mungkin bakal ketawa kalau liat ekspresiku sendiri saat ngomong ha? Barusan. Risky tersenyum kecil.
“kaka aneh”.
Oke mungkin aku aneh, emang pada dasarnya uda aneh sih. Tapi kan aku lagi bingung ni. Risky masih senyum senyum, sedangkan aku terdiam. Kaga ngerti mau ngomong apaan.
“eh Nan, sorry ya lama!”, seru Andi sambil menepuk bahuku.
“Eh eh, iya”, sumpah!! Mirip banget kayak orang kaget tapi ekspresi bego. Kebayang kaga? Kaga ya? Sama!!
“lu kok baru pulang Ris? Ngapain aja lu?” tanya Andy ke Risky.
“try out ka!”
“serius lu? Kaga mojok ma Dewi kan?”
“emang beneran try out kok”, jawaban cerdas. Tapi tak urung wajahnya memerah saat Andi menyinggung nama Dewi.
“awas lu kalau mojok mulu gua bilangin bokap lu! Eh kalau nyokap nyariin bilang gua lagi keluar bentar ya!”
“ogah”, jawab Risky sambil masuk ke dalam, sebelumnya dia masih sempat memberikan senyum manis untukku.
“huuuu!! Dasar!! Yok Nan!!” kata Andi sambil misuh misuh kaga jelas.
“sapa tadi?”, tanyaku kemudian. Jujur aku uda penasaran banget.
“adekku”
“kandung?”. Andi langsung menoleh ke arahku. Eh? Aku lancang banget ya?
“sorry. . .”, kataku kemudian. Aku bener bener nyesel.
“gak papa, banyak yang nanya juga kok. Kaga mirip ya?”, tanyanya kemudian.
“iya, malah lebih mirip. . .”, aku tak berani meneruskan. Takut  Andi makin tersinggung. Karena seingatku Rafky dan Andi jarang banget terlihat bertegur sapa. Andi turun dari motornya, meghampiriku lalu mengajak aku duduk di kursi teras rumahnya.
“Rafky ya?” itu seperti bukan pertanyaan. Cara Andi mengucapkan membuatnya  lebih mirip pernyataan. Aku mengangguk. Andi menghela nafas panjang.
“bokap gua, bokap Rafky juga”  Aku menoleh, memandangi makluk manis yang selama beberapa hari ini selalu bermain di pikiranku.
“gua saudara tiri Rafky. Lu tau kenapa Rafky kaga pernah suka ma gua?” Aku menggeleng.
“karena dia selalu beranggapan  nyokap gua yang bikin nyokap dia meninggal.” Aku melongo, tak pernah tau kalau Rafky sudah tak punya ibu. Tapi saat pengambilan raport, ibunya yang ngambil kok. Wait a minute, jangan jangan itu ibunya Andi??
Bingung bingung. . .
Melihat wajahku yang kebingungan, Andi lalu tersenyum tipis.
“ayahku menikahi ibuku walaupun orang tuanya tidak merestui”, lanjut Andi. Aku agak tertegun.Sejak kapan Andi berbicara aku-kamu ke aku?
“tapi kemudian orang tua ayahku memaksa ayah untuk menikahi wanita lain. Ayahku terpaksa setuju, didesak kebutuhan ekonomi, kesehatan ibuku yang memburuk”, Andi tersenyum kecut sebelum melanjutkan ceritanya.
“awalnya ibuku tidak setuju, tapi akhirnya toh ibuku merelakan juga ayah menikahi wanita itu.” Bahu Andi sedikit bergetar. Aku tau, ini mungkin adalah masa lalu yang paling ingin di lupakan oleh Andi.
“seharusnya aku dan ibuku yang membenci dia Nan, dia yang merusak kebahagiaan orang tuaku. Aku. . .” tubuh Andi sedikit berguncang. Entah kenapa aku memeluknya, Andi sesenggukan di bahuku. Aku trenyuh.
“karena itu dia benci aku, benci semua hal yang aku suka. Mungkin itu juga kenapa dia benci kamu”.
Aku melonjak, mengulang kata kata Andi dalam pikiranku. Rafky membenci semua hal yang aku sukai, mungkin itu sebabnya dia benci kamu? Artinya Andi suka aku? Mungkinkah ini pernyataan tersirat?
Tbc. . .
Maaf ya ceritanya makin flat. But thanks uda mau baca. Pendek banget pula. . .
Maaf,. . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

leave comment please.