CERITAKU 2
Aku tengah melangkah
menuju rumah. Sepanjang
jalan tak henti hentinya aku berpikir tentang Andi. Harus aku akui, tadi
adalah acara menggambar paling seru sepanjang hidupku. Aku cukup sering
menghayal tubuh maskulin yang ingin kugambar. Tapi tadi itu nyata,
cowok yang telanjang bulat di depanku tadi nyata, bukan dari khayalanku. Aku masih teringat jelas
lekuk tubuh Andi, dadanya yang bidang, perut yang emm yah walo tidak sixpack
tapi cukup datar dan enak di lihat. Dan benda indah yang menggantung diantara
2 pahanya. Menggiurkan. . . hush!! Fokus pada Rafky! Fokus gimana? Dianya sombong gitu.
Aku menggigil, nafsuku
memang bergejolak. Tapi hatiku tetap untuk Rafky, halah jadi pacarnya Rafky aja
belom! Tak terasa aku sudah berada di depan rumah
“ibu,
aku pulang,’’ kataku sambil melangkah
masuk.
“kok baru pulang nak?’’,
Tanya ibuku sedikit kawatir.
“iya bu, tadi ngerjain
tugasnya emang agak lama’’, kataku sambil melepas kaosku.
”Nansa mandi dulu ya
bu?’’, tambahku seraya berjalan menuju kamar mandi yang berada di luar rumah.
“iya bu, Reno belom
pulang bu?’’.
“belom nak, tadi dia ijin mau mampir
ke rumah temannya sebentar’’
“oh’’, kataku seraya menuju kamar
mandi. Aku hidup hanya bertiga. Aku,
ibuku dan adikku. Ibu mempunyai toko yang dulu sempat dibangun Ayah sebelum
mereka berdua bercerai. Ayahku sebenarnya orang kaya, tapi dia menikah lagi. Dan saat ibu menuntut
cerai, tanpa berpikir panjang ayah langsung menyetujuinya.
Ayah memang masih
mengirim uang untukku dan adikku, tapi uang itu ditabung ibuku untuk kuliah aku
dan adikku nantinya. Hidupku
memang tidak menderita amat, tapi ya begitulah. Oya, Reno itu nama adikku.
Aku memulai ritual mandiku. Sebenarnya, aku ingin
lebih lama bermain main dengan sabun karena teringat tubuh Andi tadi.Tapi akal
sehat mengalahkanku, ini sudah terlaru larut, dingin pula. Setelah mandi, aku
langsung makan hanya dengan handuk yang dililitkan dipinggangku. Hehe, kebiasaanku yang
satu ini emang uda bikin ibuku menyerah untuk menegurku.
“uda lama lu Ren?’’, Tanyaku ke Reno
yang sedang asyik menyantap makan malam.
“baru juga nyampe. Kemana aja lu
bang? Tumben maen ampe malem.’’, Reno berbicara dengan tanpa menatapku.Terlalu
asik dengan makan malamnya.
“ada tugas tadi, lumayan sulit. Jadi
agak lama’’, jawabku sambil mengambil piring dan mengambil nasi. Reno mengangkat wajahnya
dan menatapku agak lama. Tatapanya seolah olah berbicara, ‘serius lu?’
“gua kaga boong’’, kataku
yang agak risih dengan tatapannya yang curigaan. Aku dan Reno hanya selisih 2 tahun, aku 17 dan
Reno 15. Dan
harus ku akui, Reno mewarisi semua yang baik dari kedua orang tuaku.Tinggi
badan ayahku, kulit putih ibuku, hidung mancung ayahku, mata belok ibuku.
Kesimpulannya, Reno sangat manis dan lebih bisa di andalkan daripada
aku yang adalah kakaknya.
“bang. . .’’, suara Reno terdengar
saat aku tengah menyuapkan suapan pertama ke mulutku.
“hmm, apa?’’, kataku setelah
kunyahan pertama berhasil masuk ke perutku.
“ntar malem gua tidur di kamar lu
ya? Gua mau cerita’’, katanya kemudian. Aku memutar bola mataku.
Reno? Mau cerita? Ke
aku? Kaga
salah? Bukannya
aku dan Reno tidak akrab, tapi kami tidak pernah saling curhat. Belom pernah selama 15
tahun umurnya.
“gimana? Boleh kaga?’’, Reno
mengagetkanku.
“bisa’’. Aku menyelesaikan makan
malamku dengan cepat. Ibuku
sedang sibuk nonton sinetron. Khas ibu ibu jaman sekarang, sinetron sudah masuk
dalam jadwal khusus yang sifatnya wajib. Hum… pikiranku menjelajah, Reno mau
cerita apa? Saat
aku masuk kedalam kamarku, Reno sudah berbaring di ranjangku. Aku menuju lemari,
membuka dan mengambil selembar boxer. Melepas handukku dan memakai
boxerku. Dari
ujung mataku aku tau Reno mengamatiku.
“mau cerita apaan lu? Tumben
amat.’’, kataku sambil berbaring di sampingnya.
“lu masih inget Dewi kaga?’’, Reno
bertanya sambil merubah posisi tidurnya. Sekarang dia miring menghadapku.
“Dewi yang mana?’’
“yang dulu pernah gua ajak kesini.
Masa lu lupa?’’. Aku mengkerutkan keningku, cewek dengan gaya Agnes wanna be
melintas di benakku.
“emm, ya gua inget. Kenapa dia?’’,
tanyaku kurang antusias.
“dia hamil’’, sahut Reno lirih.
Mataku dengan sukses melotot.
”lu?’’
“bukan lha, emang gua sebejad itu
apa?’’, Reno agak tersinggung.
“so? Hubunganya ma lu apa coba?’’
“gua suka dia bang’’. Otakku
langsung bekerja, beberapa asumsi terburuk melintas di otakku.
“jangan bilang lu mau kawinin
Dewi’’, kataku agak sewot.
“itu dia bang, gua mau tanya
pendapat lu’’.
“kalo lu mau tau pendapat gua, gua
kaga setuju!! Gila apa?! Itu berarti lu harus putus sekolah!! Pikirin juga
perasaan ibu. Mungkin ibu bakal setuju kalo lu bilang lu yang bikin bunting,
tapi perasaannya?’’ Kataku panjang lebar.
‘‘iya gua ngeh, tapi lu jangan emosi
lha bang, gua Cuma pengen nyari solusi yang pas. Makanya gua cerita ke lu.’’
Reno berkata sambil membetulkan posisi tidurnya. See? Pemikirannya selalu lebih
tenang dari aku.
“trus? Gimana?’’
“ya bantuin gua cari solusi lha
bang, lagian sebenarnya dari awal juga kaga ada niat buat ngawinin Dewi. Emang
gua suka dia tapi kaga buta juga kali.’’
“emang siapa yang bikin dia
bunting?’’ tanyaku penasaran.
“temen sekelas gua, mereka berdua tu
sekarang lagi panik bang!!’’ jelas Reno.
“mereka berdua?’’
“iya, Riski ma Dewi’’. Aku
mengkerutkan keningku. Melihatku yang sepertinya kebingungan, Reno menambahkan.
“sebenarnya Riski uda mau tanggung
jawab’’
“beres dong kalo gitu masalahnya’’,
kataku santai.
“ye, kalo beres ngapain gua ceritain
ke lu? Mereka tu lagi parno abis bang’’
“ok dah, besok gua ketemu orangnya langsung
aja. Denger versi lengkapnya. Tapi mereka mau kaga?’’ tanyaku agak mengkerutkan kening, secara ini
kan masalah yang sangat pribadi.
“Mau pasti, gua uda bilang ke mereka
ko.’’.Aku menoleh kearah Reno, memandangnya dengan tatapan tak percaya.
“jangan mikir macem macem bang, gua
bukan orang yang tukang ikut campur
urusan orang. Mereka berdua yang minta tolong ke gua.’’ Reno agaknya kurang
terima dengan arti tatapanku.
“oke dah, sekarang tidur aja dulu,
uda malem. Besok sepulang sekolah gua temuin dua temen lu ntu’’.
“ya’’ jawab Reno singkat lalu tidur
membelakangiku. Hmm, aku berpikir sejenak. Kira kira aku bakal nglakuin apa
yang Reno lakuin kaga ya kalo aku di posisinya? Ahh, sebodo. Mending molor daripada
besok telat. Cukup
sekali aku jadi korban kejailan pak Roni, satpam sekolah.
***
Sekolah hari ini cukup
bikin emosi, bukan karena aku telat. Eem, hampir telat!! Dan itu yang membuat
malapetaka ini terjadi. Aku
duduk sebangku dengan Rafky. Sistem
di kelasku adalah yang datang pertama berhak memilih tempat duduk dimanapun,
jadi orang yang datangnya hampir bersamaan dengan bunyi bel masuk sepertiku ini
hanya pasrah. Dan
bangku yang kosong hanya di samping Rafky. Jangan berpikir duduk
dengan orang yang di sukai itu menyenangkan, deg degan gimana, grogi grogi kaga
jelas. Haha,
itu hanya terjadi di awal, sekarang? Gondok yang lebih tepat mewakili
perasaanku. Gimana
kaga gondok? Rasanya kayak duduk sebangku dengan patung. Eitzz, duduk sebangku
sama patung kayaknya lebih baik. Lihat ni percakapanku ma Rafky sepanjang yang
sudah terjadi :
N : “dateng telat juga ya Raf?’’
R : “hmm’’. Hanya itu doang yang
keluar dari bibir tipis kehitamannya. Aku hanya maklum, mungkin Rafky
sedang terkena radang tenggorokan.
Percakapan kedua :
N : “Raf, punya bolpen lebih kaga?
Punya gua abis ni’’
R : “lagi dipake’’. Aku masih senyum
manis, mungkin dia lagi PMS, jadi agak sensi. Tapi bodohnya aku yang kaga
belajar dari kesalahan pertama dan kedua, aku masih mengajak manequin ganteng
satu ini berkomunikasi. Saat pelajaran matematika ;
N : “yang ini gimana sih Raf?’’ aku
tanya baik baik lho. Bener!!
R : ”gua bego kaga pinter kayak
lu!’’. See? Mungkin aku harus mengajari dia cara berbicara yang santun dan
baik. Alhasil, belajar dari kesalahan masa lalu aku lebih baik tidak
mengajaknya berbicara. Itu hanya akan menoreh luka hati yang lebih dalam
(halah, lebbe!!).
Akhirnya bel pulang pun berbunyi. Hyuuuh, aku menarik nafas
lega. Rafky
bangkit dari tempat duduknya, sebelum pergi dia sempatkan melirik ke arahku.
Bukan!! Kalian salah, bukan lirikan kamu-ganteng-juga-kita-kencan-yuk. Bukan
itu arti lirikannya, tapi lebih tepat
apes-banget-gua-hari-ini-duduk-bareng-lu. Ya, mungkin itu terjemahan
yang lebih tepat untuk lirikannya. Sekali lagi aku hanya menghembuskan nafas.
Sabar, orang sabar banyak duitnya!!
Aku sedang memasukkan buku bukuku ke
dalam tas saat Andi menghampiriku.
“pulang bareng yuk Nan’’, tawar
Andi. Aku mendongakkan wajahku ke atas dan melihat Andi dengan senyum manisnya.
“kaga bisa An, gua mesti jemput adik gua ni di sekolahnya’’
“adik lu sekolah dimana emang?’’
“SMP 5’’, jawabku singkat.
“ya uda, gua anterin. Ya? Mau ya?’’. Aku berpikir singkat. Andi kenapa sih? Lalu mendadak terbesit dugaan
yang tak pernah aku pikir. Apa iya Andi lagi PDKT?
Di lukis telanjang? Mungkin
dia mau tau reaksiku kalo liat tubuh indahnya terpampang polos di hadapanku. Sekarang? Sengaja pulang lebih jauh
hanya supaya bisa pulang bareng aku?
Menghayal lu Nan!! Baru juga
kemungkinan. Tapi jika kemungkinan itu bener, kayaknya aku harus mulai
memikirkan alternative lain. Berhenti mengejar Rafky, dan pindah ke lain hati. Emang bakal gampang? Ah,
liat aja ntar gimana jadinya.
“gimana? Mau kaga? Malah bengong.’’ Andi
membuyarkan analisiku.
Aku tersenyum, senyum termanis yang
aku punya,
“hehe, boleh’’.
Tbc. . .
Kritikannya ya guys. . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
leave comment please.