FOLLOW ME

Minggu, 28 September 2014

BARISTA 9

Chapter Sembilan

Shandy Pov
Aku membenci Gani? Tidak juga. Iri? Mungkin. Awalnya, aku hanya naksir Beno. Itu saja, lalu kemudian aku tahu bahwa Beno sudah mempunyai pacar. Gani. Dia benar-benar cowok yang beruntung. Wajah manis khas type-type bottom primadona para top. Aku tadi sempat menelusuri twitter Gani. Cukup kaget juga setelah mengetahui bahwa Denny adalah mantannya. Wow.
Sepertinya dia cukup sukses memikat cowok-cowok high quality. Denny, hmmm. Aku juga sudah memfollow akun twitternya. Syukur-syukur difollback. Bukankah para homo bakalan suka sama wajah-wajah sepertiku? Tiba-tiba aku mendapat ide. Tanpa menunggu lama aku langsung mengganti avatar twitterku menjadi fotoku yang tengah shirtles. Good job.
Aku baru saja mau mengirim picture ketika Bbku bergetar. Temmy, ngapain malem-malem gini telepon?
“Napa Tem?”
“Gue ada job buat lo. Fee nya gede, tapi beda dari biasanya.” Aku langsung mengubah posisiku menjadi duduk. Job! Berarti duit dalam rekeningku bakal nambah.
“Beda gimana?”
“Lo bisa nemuin gue di office sekarang kaga?” aku melirik jam dinding yang terpasang tepat di atas almari. Jam sembilan malam. Belum terlalu larut sebenarnya, namun entah kenapa aku agak ragu.
“Gimana? Bisa gak lo? Kalo gak gue oper ke model lain nih.”
“Oke, gue otw. Bye.”
Dalam waktu kurang dari 30 menit aku sudah mengganti bajuku dan berada di pinggir jalan besar untuk menunggu taksi. (Aduh, ini buat ngisi teks sebelum si Shandy tiba di office nya Temmy diisi apaan ya? Kalau tiba-tiba aku sudah sampai gitu kan agak gak nyambung gitu kan ya? Sudahlah ini enggak penting. – Penulis Pov)
Office sudah kosong. Meja tempat Galang bekerja juga sudah rapi. Hmm, dengan agak berhati-hati aku menuju ruangan Temmy. Disana juga sudah ada Rendy dan wait, aku belum pernah lihat anak itu sebelumnya. Manis, mungkin usianya masih belasan. Dibalik kaos polonya, aku bisa menebak kalau anak ini juga mempunyai body L’men wanna be. Kalau tidak, ngapain dia disini?
“Oh, lo dateng juga. Kenalin nih Shan, Tian. Tian, kenalin ini model gue Shandy.” Kata Temmy begitu batang hidungku sudah terlihat olehnya.
“Hi, gue Tian.” Ganteng!
“Shandy.”
“Oke, jadi langsung aja gue jelasin ya projectnya bakal kayak gimana. Ada klien yang minta buat foto underwear, buat promosi. Orang Thailand. Kita bakal ambil gambarnya di outdoor, gue uda nemu tempat yang pas dan yah, privasinya lumayan kejaga.” Aku masih bingung. Kata Temmy tadi bakal sedikit beda. Lalu apa bedanya? Toh, aku juga sudah sering foto dengan underwear, bahkan yang tanpa apa-apa saja aku sudah pernah.
“Modelnya kalian bertiga. Ada foto single, lalu berdua. Dimana masing-masing dari kalian bakalan berganti pasangan. Dan ada season foto kalian bertiga. Naked. Bener-bener naked. Artinya, foto perkakas lo bertiga bakal kena shoot kamera. Dan selama proses foto ada dokumentasi video. Seperti yang gue bilang fee nya tiga kali lipat dengan fee yang biasa kalian dapetin.” Temmy memandang kita bertiga secara bergantian.
“Ada yang keberatan? Bilang sekarang, biar gue punya waktu buat cari penggantinya.”
“Gue oke-oke aja.”
“Gue juga gak ada masalah.” Oke, sekarang tinggal aku yang belom memberi jawaban. Di video?
“Videonya bakal diedarin?” Akhirnya aku memberanikan buat bertanya. Temmy hanya mengangkat kedua bahunya.
“Gue gak tahu, karena seluruh picture dan video bakal dikirim buat klien. Hak dia buat mau diapain itu video.
“Gak ada sex scene kan tapi?”
“Gak ada. Gue bisa jamin yang itu.”
“Tiga kali lipat?”
“Iya Shan! Gimana? Lo ambil apa kaga?” Aku menimbang-nimbang keputusanku selama sesaat.
“Oke, gue ambil.”
“Good! Persiapin diri kalian, fitnes, jaga badan! Proses shooting bakal diadain minggu depan di villa milik temen gue.”
Aku berharap aku tidak salah ambil keputusan.
***

Gani Pov
Kelas tengah kosong, karena guru-guru tengah ada rapat. Sebenarnya ada tugas yang wajib dikumpulkan nanti. Tapi aku sudah selesai mengerjakannya. Bareng Elliot. Jadi aku sekarang free dan nganggur. Sambil sesekali aku menyapu pandangan ke segenap penjuru kelas. Isinya juga sama, anak-anak yang sedang sibuk menyalin tugas. Tugasku sendiri sudah entah berada dimana.
Aku berdiri dan memilih untuk duduk dipojok belakang. Membuka akun twitterku dan dengan iseng searching akun-akun yang sering mengupload foto-foto hot. Yah kadang-kadang ada yang asian bahkan Indonesia.
Aku sekali lagi mengamati keadaan, setelah aku merasa bahwa anak-anak yang lain tidak akan merusuhiku paling tidak untuk tiga puluh menit kedepan, aku mulai searching. Sekarang ini, twitter lebih bisa diandalkan untuk hal-hal berbau pornografi ketimbang google. Searh saja pake hashtag LokalHangat, LinkBokep, GayVid, pasti langsung banyak bermunculan. Buahahaha.
Aku kembali fokus ke smartphoneku. Mau tidak mau aku sedikit on. Ya mau gimana coba, gambar-gambar setengah telenji hot gitu kan bisa banget bikin greng.
Eh, aku seperti kenal gambar barusan. Gambar seorang cowok yang hanya ditutupi underwear basah yang sayang sekali tidak bisa menutupi bayangan tititnya yang kecoklatan. Shit! Gak ada tag accountnya lagi. Aku langsung menelusuri akun yang memposting foto tersebut.
Temmy Wijaya.
Di bio twitternya sih ditulis kalau dia seorang fotografer. Dan foto yang aku liat tadi. Itu jelas foto Shandy. Oke, dia stripper, mungkin dia juga tidak bakal jauh-jauh dari pekerjaan seperti ini. Model hot atau Hot model? Ya gak penting juga ya tinggal dibolak-balik ini. Banyak sisi Jakarta yang bahkan aku pun belum tahu dan sepertinya aku juga tidak ingin tahu.
Oke, item followingnya sedikit. Siapa tahu dia follow Shandy. Gila, aku jadi seorang stalker! Gak papalah yang penting gak kepencet favorite atau keretweet aja. Hahaha.
Oke, gotcha!
Hmm, dari sebagian besar foto yang dia upload sih sepertinya dia memang suka pamer badan.
Aku beralih melihat isi dari kicauan si Shandy. Aah, ini anak tipe yang sering nyampah di timeline juga ternyata. Sepertiku. Hahaha. Eh wait, di bionya ada nomor handphonenya.
Isi bionya sih lebay banget, for contact you can call 081 sekian sekian sekian. Kayak sekuter aja.
Hmmm. Aku belum pernah sesebel ini sama orang tapi ya sudahlah, aku mau ngerjain dia. Mungkin ini yang disebut The Insting Of Botty. Alias cemburu buta. Hahaha.
***

Minta bantuan Beno? Enggak mungkin, Beno jelas kenal sama Shandy. Bahkan mungkin uda ada nomor kontaknya. Radit? Aduh, hopeless deh sama dia. Yang ada ntar kita berdua malah ngondek-ngondekkan gaje. Pandanganku tertumbuk pada sosok yang sampe sekarang masih aku anggap sebagai Taylor Lautnernya sekolahku. Denny. Aah, tapi gimana ngomongnya? Denny kan walaupun pendiem gitu suka ribet kadang-kadang.
“Tumben lo mojok diem gini? Tugas lo emang udah selesai?” Aku menengok kesamping dan seketika mendapat pencerahan. Tantra! Doi tajir, aku melihat Tantra atas bawah dengan teliti. Good looking juga. Gak perlu cari korban karena korbannya sudah mendekat.
“Gue butuh bantuan lo!” Aku segera menyeret Tantra keluar dari hingar bingar kelas. Sedih juga karena sebentar lagi kita bakal naik kelas tiga. Tinggal menghitung hari lagi.
“Gila lo! Salah apa itu anak sama lo?” Suara Tantra lumayan kenceng saat aku sudah selesai mengeluarkan ide gilaku mengerjai Shandy. Aku dengan lemah menggeleng. Masalahnya, Shandy memang tidak ada salah denganku. Dia menyebalkan, iya! Tapi bukan berarti aku bisa mengerjai dia seperti ini.
“Iya juga sih. Ya udah deh lupain aja. Mungkin tadi gue terlalu iseng jadi kepikiran yang iseng-iseng juga.”
“Mending temenin gue ke kantin.”
“Enggak sama Ian atau Beno?”
“Mereka masih sibuk nyalin tugas akhir ini. Kapan lagi ke kantin berdua ama gue? Sapa tau entar di kelas tiga kita gak sekelas lagi. gue traktir.”
“Oke.”
“Buset, traktir itu masih work ya buat mancing elu!”
“Uda deh buruan. Rempong!” dan Tantra hanya tertawa.
Nongkrong berdua bareng Tantra di kantin ini baru pertama kalinya. Biasanya bakal ada Beno, Ian atau Radit. Tapi sekarang? Hanya kita berdua. Mau tidak mau, aku jadi mengamati Tantra lebih seksama. Suer deh, kayaknya  gay itu punya tabiat buruk curi-curi pandang ya kalau didekat cowok bening? Atau ini hanya terjadi denganku?
Tantra tidak jauh beda dari Beno secara fisik. Putih, tinggi dan atletis. Hanya saja, Beno populer, Tantra tidak begitu menonjol. Setahuku, Tantra tidak ikut tergabung dalam ekstrakurikuler apapun. Tidak ikut basket seperti Denny, football seperti Beno atau, aku memutar kedua bola mataku sebentar. Rohis seperti Radit. Oh lupa, aku juga tidak ikut tergabung dalam ekstrakurikuler apapun.
“Kenape lo? Baru sadar gue keren?” Aku tersedak siomayku.
“Lo emang keren Tan, gue akui itu. Tapi kenapa lo gak populer ya? Maksut gue, dari jaman baheula lo uda kemana-mana bareng Beno. Masak iya lo gak kecipratan populernya Beno sih?”
“Gue beda dari cowok lo yang gayanya flamboyan tapi sok cool itu! Gue ini introvert.” Tawaku sukses meledak. Introvert? Come on!
“Lo introvert? Oke, I believe it.”
“Lo bilang percaya tapi sambil cengar-cengir gitu. Gue serius, gue mudah banget ngalamin yang namanya akward moment. Gue gak terlalu suka ngumpul sama anak baru. Ya seperti yang lo bilang, that’s why temen gue dari dulu cuman Beno sama Ian doang. Gue gak jago bergaul Gan. Serius!”
“Tapi ini lo lagi ngobrol sama gue.”
“You are nice and sweet, may be itu kali ya yang bikin gue gak ngrasa strange kalo lagi deket sama lo Gan.”
“Nice and sweet? Ngaco lo! Kita baru ngobrol berdua tuh baru kali ini lho.”
“Jadi lo gak notice kalau gue suka merhatiin lo diem-diem?” Aku setengah kaget. Tantra?
“Becanda kali. Hahaha.”
“Sial lo!”
“Ngarep gue perhatiin?”
“Haha, thanks Tan. But seriously, I don’t need. Diperhatiin sama Beno dan Denny aja kadang uda bikin stres.”
“Jadi bener lo pernah pacaran sama Denny?”
“I did.”
“Mantep lo ya! Hahaha.”
***


Gw punya lagu buat lo

Aku tersenyum sendiri membaca BBM dari Tantra. Tumben ini anak BBM bukan urusan sekolah atau urusan yang penting.

Apa?

Tanpa menunggu lama,

All Of Me

Alisku mengkerut. John Legend?

Uda pnya.

Aku memasang earphone kedalam telingaku ketika ada wa dari Beno yang ingin mengajakku keluar. Dia uda ada dibawah ternyata.

Ini gw yg nyanyi. Mau gak? Gw send ya?

Tantra bisa nyanyi?

Oke.

Aku buru-buru turun kebawah. Dan ternyata Mbok Parni sudah membukakan pintu untuk Beno. Pacarku itu mengenakan jeans pas badan, oke bener-bener pas dan kaos yang ehm sekali lagi juga pas badan. Kalau aku lihat, sepertinya badan Beno makin jadi.
“Kok gak bilang mau kesini?”
“Surprise aja pengen ajak kamu makan.”
“Oke, tunggu bentar ya, aku ganti baju dulu.”
“Oke,” Tanpa menunggu waktu berjalan lebih lama lagi aku segera naik keatas. Berganti baju yang menurutku gak jelek-jelek amat buat diajak keluar, semprot parfum dikit, sisiran sekilas. Oke. Thanks to God, aku punya bibir merah siap cipok. Hahaha.
“Radit belom pulang ya? Kok gak keliatan tadi?” Aku mengangguk sambil mengikuti Beno.
“Tadi uda balik trus pergi lagi sama Risky.” Beno tidak memberi pertanyaan lagi.
Tumben Beno membawaku ke restoran mewah gini. I mean, dengan dia yang pake jeans dan kaos aku beranggapan bahwa kita bakal makan malam di tempat biasa. Oleh sebab itu aku juga cuman pake celana jeans pendek belel robek-robek di beberapa tempat dan kaos berkerah dengan tulisan FUCKING SKINNY BITCHES tepat di punggung. Oh My, aku salah kostum.
Setelah sang pelayan restoran membawaku dan Beno ke tempat yang memang sudah di booking. Oke, berarti Beno sudah merencanakan ini dari awal. Beno sih terlihat cuek, tapi aku? Ketika aku menatap sekeliling dan rata-rata dari para tamu lain memakai pakaian resmi, aku merasa sangat amat gembel.
“Kamu gak bilang bakal makan ditempat seperti ini.”
“Lho kenapa? Ini resto bagus lho. Kamu perhatiin gak? Pelayannya tetep ramah kan walau kita berdua gak pake pakaian resmi?”
“Iya. Tapi. . .”
“Udah, biasanya kamu cuek sama apa kata orang.” Oke deh. Aku diam sekarang.
“Gan?”
“Hmm?”
“Kamu inget enggak hari ini hari apa?”
“Jum’at. Besok libur.” Jawabanku membuat Beno sedikit menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ini enam bulan tepat kita jadian.” Aku berpikir sebentar. Hmm, tanggal aku jadian sama Beno itu. Ya Tuhan, yang aku inget kan tanggal kita jadian ama bulannya. Aku mana ngitung ini uda sebulan, dua bulan atau tiga bulan. Tapi hari jadian aku masih inget dong.
“Okay, I am sorry.”
“Ya, aku juga tau kamu pengingat yang buruk.”
“Thanks honey, I take it as a compliment.” Jawabku agak nyinyir sebenarnya.
“Kamu masih sayang sama aku kan? Setelah enam bulan kita pacaran? Belom bosen?”
“Hmm, bosen? Enggak. Aku gak bosen sama kamu. Dan yah, I still love you. Kenapa sih Ben?”
“Gak papa, aku kan ngebosenin orangnya.” Aku termangu sebentar.
“Ngebosenin dalam hal apa dulu nih? Seks? I think, kamu lumayan ada progres kemajuan sih gak kaku kayak kanebo kering lagi seperti awal kita pacaran.”
“Kaku? Kamu kali yang kaku, seberapa sering kamu nolak waktu aku ajak outdoor? Kamu yang ada progres sayang. Not me. Aku selalu unpredictable.” Membicarakan seks di restoran? Nasty ya? But, I don’t care!
“I have a plan.”
“What is it?” Aku bertanya sambil lalu karena menu hidangan sudah disajikan didepanku. Makanan selalu bisa mengalihkan duniaku.
“Aku uda sewa kamar hotel.” Aku mendongakkan kepalaku.
“Uda disewa? Uda dibayar?”
“Belum sih, kan masih rencana.”
“Gak usah deh Ben. Buang-buang duit kalau kayak gitu.”
“Aku pengen hari ini spesial aku sama kamu.”
“Gak berarti harus di hotel kan? Kamu mending makan dulu deh.” Aku mencium bakal adanya pertikaian disini. Beno, walau tidak sekeras kepala Denny, tapi tidak bisa dibujuk dengan mudah juga kalau sudah mempunyai rencana.
Dan aku? Aku bukan tipe orang yang akan menghamburkan uang begitu saja hanya untuk menyewa hotel mewah. Ini saja sudah terlalu berlebihan menurutku. Walau aku dan Denny tidak sampai enam bulan pacaran, aku yakin dia tidak akan terlalu membuang uang banyak hanya untuk hal sepele seperti ‘Enam Bulanan’. Shit! Aku malah jadi membanding-bandingkan begini.
“Jadi gak mau di hotel?” Aku dan Beno sudah berada di parkiran sekarang. Aku menggeleng.
“Kan aku yang bayar.” What? Entah kenapa harga diriku tersentil dengan kalimat barusan.
“Oke, selama ini kita jalan, kita nonton, kita makan kamu yang bayar! Itu juga karna kamu yang selalu ngelarang aku buat ngluarin duit kan? Kamu lupa?”
“Hei, kok jadi emosi? Merembet kesitu juga? Bukan itu maksutku.”
“Ahh, udahlah. Anterin aku pulang, aku ngantuk.” Aku marah. Rada kesel juga, tapi enggak berniat buat beranjak pergi biar dikejar. Males, iya kalau dikejar lha kalau kaga? Nangis aku! Aku diam saja ketika Beno mulai menstater motornya.
“Naik, atau aku yang naikkin?” Dengan gaya ogah-ogahan persis anak TK merajuk aku naik motor, namun urung memeluk pinggang Beno.
Sepanjang perjalanan, aku dan Beno hanya diam. Aku diam wajar, kan aku yang sedang marah. Lha Beno? Seharusnya ada something yang dia lakukan dong? Ngerayu dikit kek, ngebujuk dikit kek? Jujur nih ya, mulutku sebenernya uda gatel pengen ngomong, tapi aku tahan. Takutnya, jatuhnya ntar aku gak konsisten ngambeknya.
Beno tidak langsung mengantarku pulang ternyata, dia berhenti didepan tukang penjual martabak manis yang memang sering banget aku dan Radit datengin. Sama Beno juga sering.
Dengan gaya masih merajuk aku turun dari motor.
“Bang, martabaknya lima ya. Yang spesial semua.”
“Sip boss, ditunggu!”
“Agak cepet ya bang, soalnya pacar gue lagi ngambek.” Ada dua orang yang tengah mengantri. Sepertinya sepasang sekong juga yang langsung menatapku penuh iri. Sepertinya mereka gak perlu belajar bahasa tubuh kalau yang dimaksud ngambek oleh Beno itu adalah aku.
“Aku lagi gak mood makan martabak.” Aku dan Beno tengah berada di kamarku. Radit tadi bilang kalau dia bakal menginap di rumahnya Risky.
“Hmm, enam bulan kita pacaran dan baru kali ini aku lihat kamar kamu. Khas bottom.” Aku diam saja mendengar kalimat yang dikeluarkan Beno. Radit gitu-gitu kan dia top, yah dia yang bilang sih dia top.
“Apa yang bikin kamu berpikir khas bottom?”
“Tuh.” Beno menunjuk beberapa komik, buku, majalah yang tersebar cantik diatas kasur. Dan aku mengkernyit tidak paham. Sudahlah, aku sedang ngambek. Jadi jangan banyak bicara.
Beno mulai membuka bungkus martabaknya dan mulai melahap dengan gaya inoncent sambil nonton tv. Aku melirik sekilas, melihat lelehan coklat yang tepat sedang digigit Beno. Sabar, sabar Gan, inget? Lo lagi ngambek!
Tapi martabak itu seolah memanggil jiwaku untuk melahapnya. Aku gak kuat!!
Aku turun dari ranjang dan menyomot satu martabak.
“Katanya gak mood?” Aku tahu Beno tengah menahan senyum geli dibibirnya.
“You know what? Remaja mengubah pikiran mereka berulang kali sebelum mengambil keputusan.” Tu kan ini martabak emang juara.
“Oh gitu.” Hening.
Baik aku dan Beno masing-masing sibuk dengan pemikiran masing-masing. Sesekali aku melirik Beno dan sekuat tenaga pula aku menahan lidahku untuk tidak menjilati rempah-rempah martabak yang belepotan di bibirnya. Yakin, aku sudah menahan diri. Aku pastikan aku kuat menghadapi godaan bibir Beno ketika pada saat yang sama lidahku sudah mencecap rasa bibir Beno.
“Sorry for being childish.” Aku berkata sesudah menyudahi ciumanku.
“Aku juga minta maaf uda ngasih kamu surprise yang engga terlalu kamu suka.”
“I like it Ben, serius. But not to much.” Beno tersenyum lalu merogoh saku jeansnya.
“I have present for you.” Sepasang gelang. Satu bertuliskan Beno didalamnya yang aku pakai dan satu bertuliskan Gani yang Beno pakai.
“I love you so much,”
“I love you too.” Kataku sambil bibirku kembali merapat ke bibir Beno.
“Aku heran akhir-akhir ini kamu agresif banget.” Beno naik ke atas ranjang setelah melepas celana jeansnya. Melihat gelagatnya, sepertinya Beno bakal menginap disini malam ini.
“Do I?” Beno mengangguk.
“Gan? Boleh gak semalaman ini aku meluk kamu?” Aku tersenyum sebelum mengunci kamar, mematikan lampu lalu naik keatas ranjang. Aku merebahkan kepalaku diatas dada Beno, lalu tanganku menelusup kebalik kaosnya. Sesekali dengan iseng aku membelai putingnya.
“once again I love you, good night my prince.” Dan aku hanya tersenyum sambil memejamkan mataku. No sex, but I feel more than just orgasm.
“I love you too.”


Bersambung . . .

1 komentar:

  1. lanjutannya mana nih? udah lama nunggunya T_T

    BalasHapus

leave comment please.