FOLLOW ME

Senin, 22 September 2014

BARISTA 8

Chapter Delapan

Shandy Pov
Aku kangen Beno! Sumpah, bahkan klien yang tadi minta aku temani pun hanya aku tanggapi seadanya. Jadi tadi Rendy memintaku untuk membantunya. Membantu Rendy itu enggak bakal jauh-jauh ama hal yang berbau gay. Trust me, kayak sekarang ini.
Rendy mendapatkan ‘klien’ dan kliennya ini membawa teman. Oke, kalian pasti sudah bisa menebaknya kan? Yah, kita semacam double date. Mereka enggak membayar kita buat seks, walau pasti nanti mereka nuntut itu juga. Aku yakin.
Kita berdua semacam menemani mereka jalan-jalan. Di kesempatan seperti ini, biasanya aku menggunakannya untuk berbelanja beberapa barang bermerk dan high quality. Toh, mereka yang bakal bayar. Tapi enggak kali ini. Aku sama sekali tidak bisa konsentrasi. Sejak pertemuan terakhirku dengan Beno, aku semakin intens memikirkannya.
“Kamu kok diem aja sih kasep? Yakin gak laper?” Klien yang aku temani, berusia sekitar akhir dua puluhan. Dia beristri, kata Rendy begitu. Sebenarnya, dia juga gak jelek-jelek amat. Badan bagus karena aku yakin dia menghabiskan banyak uang untuk membayar personal trainner, membeli suplemen fitnes dan pasti dia sangat menjaga pola makannya.
Wajahnya juga bersih, aku juga yakin wajahnya tak pernah absen dari salon. Mungkin seminggu sekali. Tapi dia bukan Beno. Itu inti masalahnya.
Rendy menginjak sepatuku. Sepertinya itu kode agar aku lebih memperhatikan klienku. Gimanapun juga, aku sedang ‘kerja’.
“Engga mas, tadi uda makan. Aku pesen minum aja.” Aku berusaha menampilkan senyum menawan.
“Ya sudah, habis ini kita karaoke.” Ini dia. Aku melemparkan pandangan pada Rendy dan dia pura-pura tidak melihatku. Karaoke, biasanya dijadikan tempat untuk sex activity. Mereka berdua aku yakin bakal menyewa vvip room dan jelas, memintaku dan Randy melayani nafsu mereka. Aku sudah cukup hafal dengan trik ini.
Padahal, aku sudah mengatakan pada Rendy bahwa aku sedang tidak mood melakukan seks dengan siapapun, kecuali Beno tentu saja. Tapi mana mungkin dia minta?
Aku menyetel alarm smartphoneku agar berbunyi tepat 1 menit kemudian.
Segera setelah lagu dari Gaga, “G.U.Y” mengalun dari smartphoneku, aku pura-pura bahwa itu adalah panggilan masuk.
“Napa Dek?” Aku pura-pura tentu saja.
“Hah, Ibu sakit? Oke, lo tenang aja. Abang bakal langsung pulang.” Dengan gaya gusar aku menghampiri Rendy dan dua kliennya. What the hell!!
“Sorry, kayaknya aku gak bisa gabung. Ibuku tiba-tiba pingsan di dapur. Sorry, maaf banget ya?” Tanpa menunggu balasan mereka, aku langsung cabut.
Begitu aku sampai tengah jalan ada bbm masuk dari Rendy.

Lo boong kan tadi?

Aku langsung membalasnya tanpa lama.

Selamat threesome. Hahaha

Aku tersenyum sendiri, malam ini aku bakal menghabiskan waktu bersama keluargaku saja. Sejak menjadi go go boy, aku sudah jarang menghabiskan waktu bareng Ibu dan Bapak dan juga adikku. Hmm, beli donat aja dulu ya buat mereka.

***

Beno Pov
Acara bakar-bakaran tadi diselingi door prise. Walaupun berbequenya memang sudah sepaket dengan Pondok Imah, tapi hadiah door prisenya ternyata pure dari sisa uang iuran satu kelas. Salut juga sama panitianya, yah meski aku bukan bagian dari panitia. Hampir semua anak sudah masuk ke pondok masing-masing. Aku juga, demi menidurkan Gani. Karena aku sendiri belum mengantuk. Setelah yakin Gani tertidur, aku keluar dari pondok dengan perlahan. Sebisa mungkin tidak membangunkan Tantra, Radit dan Gani yang sudah terlelap.
“Lo suka begadang?” Aku duduk agak berjauhan dari Denny yang sedang merokok.
“Kaga, lagi pengen ngerokok. Abis satu batang gue langsung tidur, mau?” Denny menyodorkan satu batang dan aku langsung menggeleng.
“No, thanks. Gua gak ngerokok.” Denny tersenyum simpul. Setelah itu terjadi keheningan yang cukup lama. Aku jarang ngobrol dengan Denny. Kalaupun kita ngobrol, pasti enggak bakal jauh pengen berantem. Ya, karena kita mencintai orang yang sama. Dan aku juga cukup paham untuk tahu bahwa Gani juga masih menyayangi Denny, walaupun Gani tidak pernah mengungkapkan itu. Atau mungkin dia tidak sadar.
Aku yakin Denny juga tahu bahwa Gani masih menyimpan rasa terhadapnya.
“Adem ya disini. Nyaman.” Aku ikut memperhatikan sekitar. Suara jangkrik, angin sepoi-sepoi.
“Ya.” Aku merasakan Denny mendekat. Aura jantan langsung menyergap indraku, aku jadi tidak heran kenapa dulu Gani bisa jatuh cinta pada Denny. Dan sekarangpun mungkin masih. Aku meneguk ludah, aku benar-benar tidak ingin kehilangan Gani.
“Jangan nangis ntar kalau Gani balik ke pelukkan gue.” Kata Denny sebelum akhirnya masuk pondok. Dan aku semakin yakin, bahaya bukan hanya datang dari Shandy.
***

Omongan dari Denny tadi seperti ancaman. Aku belum bisa tidur dan hanya berbaring berdiam diri. Bukan karena ruangannya terlalu sempit ditiduri kita berlima, tapi aku takut kalau aku bergerak akan mengganggu kenyaman Gani. Aku menoleh ke kiri dan melihat wajah manisnya yang terlelap dalam damai. Aku mengangkat jariku dan membelai wajahnya lembut. Merasakan tekstur kenyalnya di jariku.
Bakal ada jerawat yang tumbuh di keningnya. Aku memajukan bibirku, merunduk lalu mencium ujung hidung Gani perlahan.
“I love you,”
“I love you too.” Gani mengangkat wajahnya dan tersenyum.
“Kamu belom bobo dari tadi?” Gani menggeleng.
“Uda, kebangun pas kamu masuk tadi,”
“I am sorry.” Gani tersenyum. Senyum yang aku tahu bahwa dia mempunyai rencana.
“Belom ngantuk kan? Keluar bentar yuk? Cari udara seger.”
“It’s midnight Gan. Kamu bisa masuk angin ntar.”
“It’s a big deal? Yes or not? Aku bisa keluar sendiri lho. By the way, ini sudah hampir jam lima pagi. Not midnight anymore.” Keras kepala!! Dengan langkah malas aku mengikuti Gani yang mulai berjalan pelan. Pondok Imah menyediakan sepeda untuk digunakan keliling kampung. Walau matahari masih malu-malu menampakkan wujudnya, Gani tetap berkeras ingin bersepeda. Kita bersepeda pelan, aku dibelakang mengikuti Gani yang entah kenapa dia seperti sudah hapal dengan daerah ini.
Setelah melewati satu jembatan, Gani berhenti dan turun dari sepeda.
“Ikut aku sini bentar,” Aku ragu sesaat. Namun tetap aku ikuti langkah Gani. Aku duduk disamping Gani, dan hening beberapa saat. Aku terlalu malas membuka percakapan, dan mungkin Gani juga sama. Hingga akhirnya pemandangan itu membuatku takjub.
“Sunrise, gimana kamu bisa tahu tempat ini?” Gani menoleh ke arahku. Tersenyum manis dan mencium bibirku lembut. Tak biasanya Gani agresif, maksutku selama ini selalu aku yang mulai duluan. Dan sekarang? Tanpa aba-aba Gani sudah semakin liar memperkosa bibirku. Setelah puas, Gani berdiri.
“Balik yuk, ntar kita gak sempet mandi.” Enak sekali dia. Setelah membuat penisku ereksi maksimal, dia menyuruh balik? Enak saja! Aku menarik tangan Gani hingga dia kembali jatuh di atas pelukanku.
“Kita gak bakal balik sebelum yang satu ini.” Kataku sambil meremas pantatnya lembut.
“Ben, ntar bakal ada orang yang dateng!”
“Oya? I am not sure.” Gani akan mengeluarkan kata-kata pembelaan namun terlanjur aku tutup dengan bibirku. Dengan cekatan aku menurunkan celana training Gani beserta celana dalamnya. Dan aku menemukan fakta bahwa adik kecilnya juga tak kalah keras dengan punyaku.
“Yakin gak mau? Kok ngaceng?” Godaku.
“Shut up! Buruan deh.”
“Uda kebelet banget ya Gan?”
“Can you just push your dick to my hole and shake it?” Aku tersenyum simpul.
“I will my prince. I will, with my pleasure.”
***

Gani Pov
Bokongku masih ngilu. Enggak pake pelumas dan kondom. Haduh, percuma dong ya aku bawa tiga bungkus kondom kemaren. Useless. Radit dari tadi memandangiku dengan tatapan penuh arti. Kita semua tengah sarapan, sebelum nanti mengikuti outbond dan perang lumpur.
“You did it.”
“Ha? Nglakuin apa?” Aku hampir saja menumpahkan jus manggaku kalau tidak aku pegangi erat-erat tadi.
“Sex out door. Ya kan? Ngaku deh!” kekepoan Radit itu hampir selevel dengan Sinichi Kudo. Jadi kalau tidak aku jawab, dia pasti bakal cari tahu sendiri jawabannya. Nanya Beno misalnya. Hhh.
“Nope.”
“Liar!! Gue masih bisa ngeliat bekas pejuh Beno deleweran di kaki lo!” Aku menatap sekitar. Takut ada yang mendengar omongan Radit yang terlalu vulgar.
“I did not. Gue uda mandi ya!”
“Jadi bener donk lo ada nglakuin seks di out door?”
“Ntar gue cerita kalau kita uda di rumah, oke?” Dan Radit masih tersenyum penuh arti. Yang lama-lama makin gaje.
“Dit please? Can we skip my story?”
“Gak kita skip, kita Cuma menundanya. Lo bakal cerita!!” Aku memutar kedua bola mataku sebelum akhirnya menemukan tempat duduk dan langsung menyantap sarapanku.
“Boleh gabung kan, ladies?” Tanpa menunggu persetujuanku atau Radit, Tantra dan Ian sudah duduk dengan manis di meja kami. Aku bertukar pandang dengan Radit yang juga sedang menatapku. Kalau aku artikan, tatapan Radit juga hampir senada dengan tatapanku, ‘What the fuck going on here?’ Kurang lebih gitu artinya.
Masalahnya, bukan karena mereka berdua. Tantra dan Ian maksutku jarang mengobrol denganku. Hanya saja, cengiran mereka berdua dan bahasa tubuh mereka berdua itu aneh. Oh, nope. Sarapan menungguku. Biarkan saja tingkah mereka berdua, selama tidak mengambil jatah sarapanku.
“Gan, tadi pagi kok gue kayak denger sesuatu ya?” Aku menengadah menatap Tantra dengan tenggorokkan sulit menelan makanan yang baru saja aku kunyah. Oke, jadi aku dan Beno memang tidak hanya melakukannya di tempat terbuka saja. Tadi pagi, karena anak-anak sedang sibuk mandi, kita melakukannya lagi. Uuum, cuman oral bentar kok.
“Apa?” Suaraku tak bisa senormal yang aku inginkan.
“Eeem, mau tau aja atau mau tau banget?”
“So last year lo Tan! Basi!” Tantra hanya tertawa sambil tangannya menyikut Ian. So lame!
“Kok kalian berdua gak ikut gabung sama panitia yang lainnya yang lagi meeting sih?”
“Laper, lagian juga gak bakal ada hubungannya sama transportasi.” Aku menjawab dengan santai.
“Itu ayam gak lo makan?” Tanyaku melihat ayam milik Tantra yang masih utuh.
“Gak suka ayam.”
“Oh, oke. Thanks.” Kataku sambil dengan cepat memindahkan daging ayam goreng kremes yang tampak menari-nari di mataku itu ke tempat makanku.
“Eh,”
“Kan lo gak suka.”
“Lo itu ya Gan, kalau diperhatiin emang manis banget.” Aku sukses tersedak tulang ayam. Buahaha.
“Thanks, tapi jangan mulai flirt sama gue ya.” Dan Tantra hanya tersenyum.
***

“Sapa di dalem?” Ketokkan di pintu kamar mandi itu menggangguku yang sedang memegang sikat gigi yang aku jadikan mic sambil nyanyi gaje. Oke, well ini kebiasaanku kalau lagi mandi, sambil mendengarkan lagu dan bergaya seolah-olah aku adalah penyanyinya. Lip sinc, norak sih. Tapi yang tahu hanya aku, yah sekarang kalian juga tahu.
“Gue.” Suaraku khas, jadi mereka pasti sudah tahu.
“Bukain, aku mau masuk. Uda mepet banget ini waktunya.” Beno. Itu anak, bukannya tadi buruan mandi malah sibuk main bola sama anak-anak kampung sini. Aku? Sebenarnya sudah hampir 10 menit aku di dalam namun belum mandi juga. Gosok gigi aja belum kelar. Makanya aku memilih setelah semua anak beres mandi, baru aku mandi. Biar gak diganggu aksi lip sinc ku. Wkwkwkwk.
“Yang lain kosong kan?”
“Dipakai Tantra, Ian sama Doddy. Buruan buka deh!” Oya, Beno memang tidak main bola sendirian tadi. Akan selalu ada Ian dan Tantra. Doddy? Tumben.
“Ntar, abis aku kelar.”
“Kenapa sih? Malu? Toh aku udah sering liat kamu telanjang.” Dengan gondok aku membuka pintu kamar mandi. Beno masuk dengan cengiran lebar di bibirnya.
“Kok kamu belom mandi? Apa udah kelar?” Aku melirik Beno yang mulai melucuti pakaiannya satu persatu. Shit! Tadi pagi aku sudah muncrat hampir tiga kali, dan sekarang aku ngerasa horny lagi? Sejak kapan aku jadi nafsuan kayak Beno gini?
“Buruan gabung sini.” Beno memutar badannya hingga menghadap ke arahku. Kelelakiannya yang tampak gagah hingga sampai pusar menantang bibirku untuk segera melumatnya, shit! Beno juga lagi horny. Kamar mandi pondok imah dibuat menyatu dengan alam. Tapi tertutup, walau ada beberapa pohon yang dibiarkan tumbuh. Luas! Kalian mau jungkir balik juga bisa. Dari luar terkesan alami, namun didalamnya modern. Shower, closet duduk, minus bathub.
Aku segera melepas semua pakaianku. Seks kilat? Why not?
Aku menghampiri Beno, menundukkan kepalanya lalu melumat bibirnya. Gila, aku benar-benar menggila.
***

Shandy Pov
“It’s weird.”
“Apanya yang weird?” Aku menatap ke arah Bagus yang fokus matanya tengah lurus ke depan. Karena Bagus tak kunjung menjawab pertanyaanku, aku pun mengikuti arah pandangan mata Bagus.
“Aneh gak sih menurut lo? Cowok muda ama om-om yang barusan aja lewat?”
“Biasa ah menurut gue.” Aku berusaha tenang. Bagus adalah teman kuliahku. Tidak terlalu dekat, tapi kita sering ngobrol jika ada kelas bareng. Dan barusan yang dia bilang weird adalah sepasang om-om dan cowok muda tampan –yang dari gelagatnya sih bisa aku tebak kalau itu brondinya- yang memang bertingkah terlalu mesra.
“Gue gak abis pikir sama cowok-cowok jaman sekarang, emang stok cewek udah abis ya? Ampe sesama batang gitu digaet.”
“Orientasi seks seseorang kan bukan hak kita buat ngatur-ngatur Gus.”
“Iya, gue tau. Tapi sama om-om? Mungkin kalau itu cowok muda adalah cewek, bisa disebut simpenan kali ya?”
“Hush! Ngelantur lo, jadi mana yang mau lo tanyain ke gue tadi?” Aku berusaha mengalihkan pembicaraan. Bagus sama sekali tidak tahu bahwa aku juga money boy.  Dan yah, aku tidak tertarik untuk memberitahu semua orang bahwa aku adalah ‘kucing’. Kalau bisa aku juga ingin bisa menikmati kehidupan seperti mahasiswa normal lainnya. Bukan kalau malam malah menari erotis hampir tanpa busana.
Bagus tengah sibuk menyalin beberapa materi tugas yang kebetulan belum dia punya. Aku mengambil gadget ku dan membuka twitter. Aku hampir melotot ketika TL ku dipenuhi twitpic dari akun twitter Beno. Walau belum di follback, namun sudah agak lama aku memfollow akunnya. Dan yah, aku sama sekali tidak mengharapkan di follow balik. Tidak di block saja aku sudah bersyukur.
Beberapa foto terlihat Beno dengan kaos singlet pas badan dan basah. Sepertinya habis rafting, melihat dayung yang tengah dia pegang dengan tangan kirinya. Aku meneguk ludah. Tahukah Beno bahwa fotonya ini sangat bisa digunakan untuk bahan berfantasi?
Aku memutuskan untuk menstalk akun twitter Beno. Siapa tahu akan lebih banyak gambar yang membuatku menahan nafas. Aku meneguk ludah, ketika Beno berpose shirtles. Ada tiga orang, yang satu aku tahu itu pacar Beno. Aku cukup terkejut mengetahui fakta bahwa pacar Beno memiliki bentuk tubuh yang lumayan. Walau tidak sixpack, namun gurat-guratan garis enam pack mulai tampak. Not bad at all, tapi tetap aku lebih pantas.
Lalu yang disampingnya, what a hot!! Cowok itu memeluk pacar Beno dan tersenyum kecil ke kamera. Bodinya seksi mampus! Tanpa menunggu waktu lama aku segera menyentuh akun twitter yang di tag Beno pada keterangan foto. Ada dua yang di tag Beno, dan karena aku hafal nama Gani adalah pacar Beno, aku mengklik yang satunya.
Denny Prayoga.
Hmmm, anak ini jarang update twitter sepertinya. Dia hanya menjawab beberapa mention. Twitpic juga jarang. Dan sepertinya, dia juga mempunyai hubungan yang cukup dekat dengan Gani. Oke.
“Napa lo Shan? Ngalamun mulu!”
“Gak pa pa kok.” Sepertinya Denny juga lumayan.


Bersambung . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

leave comment please.