FOLLOW ME

Sabtu, 19 Juli 2014

BARISTA 5

Chapter 5

Beno Pov
Dating sama Gani selalu menjadi moment berharga. Entah itu hanya makan bareng, nonton atau hanya jalan-jalan gak jelas keliling mall. Kita berdua sama-sama bukan sex oriented, walaupun aku tidak keberatan jika tiba-tiba Gani menarikku ke toilet dan kita bercinta disana. Sound like a good idea.
“Ada bokep terbaru gak bang? Yang bagusan tapi.” Hahaha, satu hal lagi yang aku suka dari Gani. Dia gak pernah berpura-pura menjadi orang lain, pacarku itu selalu terlihat bangga dengan dirinya sendiri. Bukan narsis, lebih ke percaya diri. Dan pas. Salah satu pesona yang mungkin juga tidak pernah Gani sadari.
“Yang kek biasanya kan? Atau sudah suka cewe sekarang?” Toko kaset bajakkan ini memang sudah menjadi langganan Gani. Jauh sebelum aku tahu, Gani sudah langganan disini. Dan yah, bisa dilihat Abang yang jual pun sudah hapal.
Gani pernah cerita, awalnya dia malu-malu kucing buat beli film-film yang covernya cowok-cowok shirtless, eh lama-lama malah ditawarin bokep ama yang jual. How lucky!!
“Ahh, suka ama cewe mainstream bang. Ada gak?”
“Ada nih, Asia kan? Ada yang dari Thailand juga lho. Koleksi terbaru.”
“Beuh, komplit amat. Abang juga nonton ya?” Abang itu tertawa keras.
“Ah elo, ntar lo abis nonton langsung praktek kan?” Abang si penjual kaset itu berkata sambil melirikku. Aku tak ambil peduli. Aku meneruskan aktifitasku memilih film-film baru. Yang bagus namun tidak begitu worth untuk ditonton di bioskop.
“Uda selese?” Gani menghampiriku yang langsung aku jawab dengan anggukkan.
Kita masih menyempatkan makan sebelum akhirnya naik keatas untuk nonton. Dan jujur aku tak secerewet biasanya. Aku lebih banyak diam. Entahlah, hanya saja perasaan bersalah itu tidak mau pergi. Salah satu sisi diriku memintaku untuk jujur pada Gani tentang ciumanku dengan Shandy. Satu sisi lainnya menyuruhku jangan, dan aku belum siap dengan resikonya. Bagaimana kalau Gani marah? Bagaimana kalau nanti dia lalu minta putus? Aku gak mau.
***

Gani Pov
(Jujur, lebih enak nulis dari sisi Gani daripada tokoh lainnya)

Kediaman Beno sedikit banyak membuat aku gelisah, bukan apa-apa sih. Tapi jarang aja, cowo sebawel dia jadi pendiem gini. Aku uda cerita panjang-panjang ampe berbusa, cuman dijawab;
“Oya?”
“Hahaha,”
“Masa sih?”
Tapi sudahlah, dia mungkin lagi datang bulan. Trust me deh, walaupun enggak kayak cewe yang ngucur darah dan perlu dipakein sayap, tapi cowo juga punya waktu-waktu sensi tertentu. Berdasarkan riset, ehm, riset aku sendiri sih. Cowok rata-rata punya waktu sensi setiap beberapa minggu sekali. Riset ini terbukti di Radit, Denny, Tantra, Ian sapa lagi ya? Oya Beno. Lupa, aku juga ding. Aku kan cowo.
“Ice cream?” Alis Beno terangkat setelah aku mengatakan bahwa aku lagi pengen es krim.
“Uda malem lho beb, dingin lagi. Ntar kamu flue lagi. Musim ujan kok pengen es krim.” Beno menambahkan. Tapi seperti yang dia tahu sendiri kalau aku lagi pengen, gak bakal ada yang bisa menghentikanku. Halah!
“Lagi pengen, uda lama gak tauk.”
“Jadi kemaren itu uda bisa disebut lama.” Aku memberengut ke arahnya lalu berjalan tanpa mengindahkan Beno lagi. aku mendengar langkah Beno yang menyusulku dari belakang.
“Seriusan nih lagi pengen?” Tanya Beno lagi sambil menunggu pintu lift terbuka.
“Ngebet banget malah.”
Kita menuju lantai paling bawah. Disini ada semacam mini market, hanya lebih luas dan komplit dibandingkan Indomaret misalnya, atau Alfamart atau mungkin Alfamidi. Indomidi sudah ada belom ya?
“Just curious, what kind ice cream do you want?”
“Vanilla, yang plain aja beb.” Jawabanku itu ditanggapi dengan perasaan bingung. Ya wajar sih, karena selama ini aku selalu memakan apa saja yang berbau cokelat. Lebih tepatnya, apapun makanan yang ada rasa coklatnya.
“Toppingnya yang mau aku beli agak banyakkan dan bervariasi.” Kataku sambil mulai memasukkan belanjaanku ke troli.
“Itu bisa buat persediaan satu minggu.”
Aku menatap Beno dan mengginggit bibirku dalam-dalam.
“You know what? I have a dirty idea about this ice cream.” Tanganku secara agresif meremas lembut kejantanan Beno secepat kilat sebelum akhirnya mendorong troliku ke kasir. Memikirkan ide nakal yang tengah melintas di otakku membuatku tersenyum mesum sendiri. Kenapa tidak? Sudah lama juga aku dan Beno tidak berhungan seks. Eemm, sudah tiga hari. Buatku itu waktu yang sudah cukup lama.
***

“Actually Ben, I have an idea.”
“Apa itu kalau aku boleh tahu?” Aku menaruh seplastik belanjaanku yang berisi ice cream dan juga tetek bengeknya di atas meja yang baru saja dibeli beberapa minggu lalu, meja makan yang menurutku artistik. Orangtua Beno sepertinya penyuka seni. Mungkin.
“Mas Yoga pulang gak malam ini ke rumah?” Tanyaku sebelum aku menjelaskan ideku. Ide mesumku lebih tepatnya.
“Enggak, Mas Yoga baru pulang minggu depan.” Tahu Yoga kan? Kalau belom tahu ada baiknya baca Cintaku Dibagi Tiga dulu, hasyah malah promosi. Yoga sekarang sudah jadi mahasiswa, di salah satu Universitas negeri di Bandung.
“Eem oke,”
“Ide kamu apa sih?” Aku tahu kalau kedua orang tua Beno tengah pergi ke Semarang, ada saudara jauh mereka yang menikah disana. Beno tidak mempunyai pembatu rumah tangga. So? Ini bakal aman kayaknya.
“Aku gak bisa jelasin ideku kalau kamunya masih gak rileks gitu.”
“Hah? Maksut kamu apa?” Aku menunjuk baju seragamnya.
“Lepas dulu ya seragamnya? Ntar kotor kena es krim.” Aku menelan ludah ketika dengen gerakan pelan Beno melepaskan kancing seragamnya satu persatu dan meletakkannya. Sepertinya, pacarku itu mulai ngerti ke arah mana ideku bakal berlanjut.
“Ada yang kurang keknya, eemm apa ya?” Aku terlihat berpikir sejenak sementara pandangan Beno tidak pernah teralihkan dariku.
“Pants?” Tanyaku kemudian dengan ekspresi lugu.
“I thought you never ask,” Beno menjawab sambil berdiri. Gesture tangan Beno yang melepas ikat pinggangnya secara perlahan, melepaskan kaitan celananya, menurunkan resliting dengan sukses membuatku susah bernafas. Celana merah pucat kotak-kotak itu berakhir di bawah kaki Beno.
“Sekedar saran aja sih beb, celana dalamku sekalian dilepas gak?” Aku terkesiap pelan. Melihat Beno telanjang memang bukan hal yang baru. Aku sudah sering melihatnya, hanya saja ketika aku melihat lagi, kekaguman itu tetap sama persis sewaktu aku melihatnya pertama kali. Degub jantungku seperti berlomba-lomba memompa pasukan darah ke seluruh tubuhku.
“Boleh,” Tenang Gan, kalau kamu lost control maka permainan ini akan cepat berakhir. Kataku pada diriku sendiri.
Kemudian ketika Beno sudah berdiri tegak, tanpa sehelai benang pun menempel di dirinya, aku benar-benar merasa pasokan oksigen di paru-paruku habis. Pesonanya masih sama, all muscle, all abs, dan pandanganku tertumbuk pada benda menarik yang sudah berdiri menantang hingga menyentuh pusar sang pemiliknya.
Aku mengambil es krim yang tadi aku taruh dan langsung membukanya. Es krim tersebut sudah agak lumer, tapi menang inilah ideku. Akan agak kesulitan kalau es kim ini masih keras. Aku berjalan ke arah Beno dengan senyum mengembang.
“It’s time for ice cream,” Aku berjalan pelan sebelum akhirnya aku pura-pura tersandung dan menumpahkan sedikit es krim ke tubuh Beno. Bahkan ada beberapa yang menempel di penisnya. It’s that brilliant!!
“Oops, sorry. Aku bersihin ya?” Tanpa menunggu persetujuan dari Beno aku langsung menggunakan lidahku. Beberapa es krim yang menempel di dada, lalu perut dan sedikit dibagian yang paling menarik. Aku fokus dibagian dada terlebih dahulu, menjilatinya lalu menyesap sedikit di bagian puting, kembali ke dada lalu mengginggit kecil di putingnya lagi.
Beno menggeram, namun belum ambil inisiatif. Beno sepertinya benar-benar ingin aku yang mengendalikan situasi. Aku turun ke perut lalu membuat gerakan memutar sebelum akhirnya ke menu utama.
“Aku rasa tumpahan es krimnya bertambah di bagian sini.” Aku berkata sambil menujuk precum yang baru saja menetes keluar.
“But more delicious, I thing.” Kataku lagi sebelum akhirnya melahap benda sekeras batu namun lembut itu. Beno makin menggeram. Untuk beberapa saat dia membiarkan aku mengekspos bagian paling pribadinya itu sampai akhirnya dia menarikku untuk berdiri lalu secepat kilat melepas seluruh pakaianku. Ciuman Beno penuh tuntutan, tuntutan untuk dibalas, dengan gairah yang sama besar.
Beno mendorongku hingga aku tergeletak di atas meja makan. Bibirnya terus menerus memborbardir bibirku dengan ciuman-ciuman. Sementara kedua tangannya mulai mengangkat kedua kakiku.
Tangan kanan Beno meraih eskrim yang tidak jauh dari jangkauannya dan meletakkannya tepat di lubang pantatku. Rasa dingin langsung menjalari, namun tidak lama, karena begitu lidah Beno menari-nari disana, aku semakin panas. Dan ketika dengan nakal Beno membaluri penisnya dengan es krim, aku hanya bisa pasrah. Bersiap-siap ketika batang berlapiskan es krim itu mulai menggempur memberi sensasi dingin, perih dan enak.
***


“Yang tadi itu gila,” Beno sedang rebahan di tempat tidur. Kita sudah pindah ke kamar Beno setelah tadi bercinta habis-habisan di meja makan. Aku sangat berharap keluarga Beno tidak akan menemukan secuil tanda-tanda bekas kita bercinta tadi. Setetes sperma misalnya.
“Dan kamu menikmatinya.” Aku membuka lemari Beno, memilih-milih baju yang menurutku tidak terlalu gombrong untuk aku pakai.
“Mandi dulu sana ah, aku gak mau kamu peluk kalau kamu belum mandi gitu.” Beno tersenyum sebentar sebelum akhirnya bangkit dari kasur dan menuju kamar mandi.
Giliranku sekarang yang rebahan di atas ranjang. Aku mendengar air shower yang dinyalakan dan tersenyum sendiri. Sejujurnya, aku masih mau lanjut ke ronde dua. Menemani Beno mandi misalnya, lalu bercinta habis-habisan disana.
Tapi, entah kenapa aku sedang tidak bernafsu. Kediaman Beno sepanjang di mall tadi masih menghantuiku. Bagaimna jika? Kalo seandainya? Entahlah, aku jadi memikirkan hal yang tidak-tidak.
“Mikirin apa sih Beb?” Rambut basah Beno disusupkan ke leherku yang membuatku langsung mendorong kepalanya menjauh.
“Dingin.” Beno tersenyum sebelum akhirnya melepas handuknya dan bergabung bersamaku di dalam selimut.
“Aku bisa bikin anget.”
“Lagi males.”
“Masa?” Beno menuntun tanganku untuk memegangi juniornya yang sudah mengeras lagi. Shit! Kalau kayak gini gimana mau males lagi?
“Yakin males?” Aku menyingkapkan selimut dan secara terang-terangan melihat Beno telanjang. Gila! Aku terangsang lagi.
***

“Lo adalah temen paling nyebelin yang pernah gue kenal seumur hidup gue.” Radit masih mengomel sementara aku sibuk dengan COC ku. Bentar lagi aku bakal punya Barbarian King. Hahahaha.
“Serius deh Dit, gue males banget kalau harus ketemu Shandy.”
“Kita nemuin ibunya bukan Shandynya.”
“Kalo ntar ada dia gimana?”
“Gue juga males kali Gan! Tau sendiri pas di RS yang rajin ngomelin gue siapa!” Aku meletakkan smartphone ku.
“Yakin kita harus kesana? Gak ada jalan lain gitu?” Radit mengambil nafas panjang.
“Gue harus mastiin kalau Ibunya Shandy uda baik-baik aja. Gimana juga kan gue yang nyerempet dia Gan.”
“Ya udah lah, gue ganti baju dulu.”
“Nah gitu donk. By the way bawain buah-buahan gak ya?” Aku memilih baju yang agak simple. Kaos buntung yang aku doble dengan kemeja yang tidak aku kancingkan. Lalu celana khaki.
“Bawain aja, buat basa-basi.” Aku memandangi pantulan diriku di cermin sebelum akhirnya menghadap ke arah Radit.
“Dit . . .”
“Lo udah bilang mau, jadi kaga ada alasan buat batalin!!” It’s gonna be weird.
Mungkin hari ini adalah hari keberuntunganku. Shandy tidak ada di rumah, entahlah ada dimana, aku juga tidak ingin tahu.
“Silahkan lho itu tehnya.” Aku dan Radit langsung menjawab dengan senyuman gaje.
Setelah berbasa-basi sebentar dan Radit memberikan sedikit uang -Yang ditolak oleh Ibunya shandy- kita akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah.
“Tu kan gue bilang juga apa? Gak ada Shandy kan? Lagian masalah lo ama dia apa sih Gan? Kalo gue kan jelas udah di black list ama dia.”
“Tau ah Dit, gak suka aja gue ama dia. Feeling aja.”
“Gila lo ya, ngebenci orang tanpa alasan gitu.”
“Wajar lah, orang bisa suka tanpa alasan, kenapa benci harus pake alasan?” Aku menjawab agak sewot. Tapi bener juga kata Radit, dan aku belum pernah seperti ini sebelumnya. Membenci orang tanpa alasan. Apa salah Shandy sehingga aku gak suka banget sama dia? Karena dia marah-marah ke Radit? Engga juga, bukan alasan yang kuat. Karena dia stripper? Damn! Ngebenci orang karena profesinya? It’s not me! Enggak tahulah, mungkin bener kata Radit, aku ngebenci Shandy karena tanpa alasan. Aku menghela nafas panjang.
“Kita nongkrong bentar yuk Dit, kemana gitu.”
“Oke,”
***

Shandy Pov

Awalnya aku memang risih menjadi stripper. Seriously!! Tapi bayangin aja, bisa dapet duit satu juta dalam bentuk cash dalam semalam, belum lagi jika ada saweran masuk celana, beuh bisa lebih! Lagipula, aku tidak tidur sama mereka, hanya menjadi penari. Halal kan? Oh shit, apa peduliku dengan halal atau haram sekarang? Aku bisa hidup lumayan, dengan uangku sendiri. Bukan uang om ku, bukan dengan meminta-minta belas kasihan om ku. Aku masih kerja di caffe, namun sekarang aku juga menjadi stripper. Dan karena menjadi stripper tidak bisa setiap malam. Satu minggu aku hanya kebagian jadwal 1 kali. Mungkin karena aku masih belum booming. Hahaha.
Kali ini aku mencoba hal baru. Masih dengan Rendy, anak ini membawaku ke sebuah gedung yang kalau dari luar terlihat seperti gudang yang tidak terpakai. Tetapi begitu masuk kedalam, it’s amazing! Ada beberapa poster bergambar cowok-cowok dalam berbagai pose. Kesamaan mereka hanya satu, mereka telanjang!
Dan hal baru inilah yang akan aku coba. Naked model buat satu majalah khusus gay. Hal-hal seperti ini yang tadinya aku tidak tahu, entah kenapa malah sekarang semakin akrab di telingaku. Bahkan mungkin sebentar lagi akan menjadi lingkunganku. Lumayan, tiga juta satu kali sesi pemotretan.
“Tuh orangnya!”
Cowok yang rambutnya dicat pirang muncul. Tampang mukanya datar banget.
“Kok lo telat?”
“Macet parah tadi, ujan-ujan gini lagi.”
“Ooh,” Ini orang ekspresinya bener-bener datar asli! Sekarang si rambut pirang ini menoleh ke arahku dan memperhatikan penampilanku atas bawah.
“Ini talent baru yang mau lo kenalin ke gue?”
“Ho oh, kenalan gih!”
“Gue Shandy,” Aku mengulurkan tanganku dan langsung dia sambut walau hanya sebentar.
“Temmy.” Asli bener-bener datar si Temmy ini.
“Bisa apa aja dia?” Kali ini Temmy bertanya pada Rendy.
“Ask him!”
“Pernah jadi model?”
“Blom.” Jawabku singkat yang lalu ditimpali dengan helaan nafas si Temmy.
“Amatir gini lo bawa ke gue!” Temmy ini ngeselin ya? Aseli pengen gue tonjok.
“Bodi dia bagus lho! Lagian elo kan yang minta model baru, biar agak fresh! Dia kan belom pernah di publish!” Begitu mendengar penjelasan Rendy, si Temmy ini memperhatikan penampilanku lagi. kali ini lebih jeli.
“Coba buka kaos lo.”
“Disini?” Aku memperhatikan beberapa orang mondar-mandir tidak jelas di area ini.
“Ya udah ikut gue. Elo Ren, sana ke studio 2, uda ada Fafa.”
“Sip boss!” Sebelum pergi, Rendy menepuk bahuku pelan.
“Take it easy bro, relax!”
Aku dibawa Temmy ke sebuah ruangan. Tertutup, aku menduga ini adalah ruangan dia. Mungkin Temmy adalah salah satu orang penting disini. Ya diliat dari cara dia yang bisa memerintah orang seenaknya disini.
“Oke, so?” Begitu Temmy berbicara seperti itu, aku langsung melepas kaosku.
“Hmm, lo fitnes?” Aku mengangguk.
“Gue yakin lo bakal ngejual, tapi lo yakin? Ini foto telanjang lho, bukan sempak-sempakkan lagi.” Aku berpikir sebentar. Kata Rendy sih, pemasaran majalah ini ke luar Indonesia. Di Indonesia penjualannya hanya untuk kalangan tertentu. Dan pesan lewat online pun belum tentu bisa deal.
Aku mengangguk mantap.
“Fine kalau lo udah yakin. Sekarang coba lo telanjang depan gue,”
“Disini? Bukannya di studio?”
“Apa bedanya? Toh ntar yang liat lo telanjang bukan cuman pembeli majalah doang, ada krue, ada fotografer dan ada gue juga. Kadang malah outdoor.” Penjelasan Temmy masuk akal. Tapi kenapa aku jadi ragu? Ah sudahlah, sudah terlanjur basah. Nyemplung aja sekalian.
Aku langsung melucuti semua pakaianku hingga tak bersisa.
“Gede juga ya kontol lo, bakalan jadi aset baru nih lo!” Aku diam saja. Bahkan ketika Temmy tanpa malu-malu memandangiku dengan tatapan menilai.
“Oke, pake baju lo! Pemotretan lo hari Senin jam dua. Gak ada kontrak, jadi begitu lo selesai, lo dapet duitnya. Dan urusan foto lo itu buat apa, itu uda jadi hak gue, deal?”
“Oke, deal.”
“Fine, hati-hati di jalan.” Aku tersenyum sebelum akhirnya keluar dari ruangan Temmy. Masih menunggu Rendy selesai sesinya. Jadi anak baik-baik toh aku masih belum merasakan nikmatnya dunia, jadi kalau dengan cara ini bisa, kenapa engga? Lalu jika aku bisa tampil mentereng di depan Beno, mungkin dia bakal sedikit berpikir berbeda. Dibandingkan dengan pacarnya yang sekarang, aku jelas lebih ganteng dan seksi.
Tunggu Ben, lo bakal jadi milik gue.


Bersambung ya . . .

3 komentar:

  1. Nah kan! Udah firasat si Shandy inj PHO! Aaaaaah! cem hello kitty nih si Shandy. Pengen aku grawek mukanya -_-

    BalasHapus
  2. Anonim7/24/2014

    Masuk konflik y mas? Makin menarik nih :-)

    BalasHapus

leave comment please.