FOLLOW ME

Selasa, 08 April 2014

BARISTA 2

 Chapter 2

Keesokan paginya aku melihat Beno terlihat berjalan agak pincang. Awalnya sih, aku mau ngambek tapi begitu melihat keadaannya yang jelas menuntut belas kasihan, apalagi aku adalah pacarnya dan orangnya tidak tegaan, aku memutuskan untuk tidak jadi ngambek.
“Kamu kenapa Ben?” Aku membantunya berjalan menuju bangku disebalahku.
“Kemaren motorku jatuh.” Aku mengernyit dalam. Perasaan kemaren aku melihat dia masih baik-baik saja memboncengkan seorang COWOK.
“Malem jatuhnya?”
“Sore abis pulang sekolah,” Kelas masih sepi. Hanya ada aku dan Beno. Yang lainnya sebagian belum datang sebagian lagi berada di kantin, mungkin mereka belum sarapan.
“Bukannya kamu masih baik-baik aja sorenya? Malah bonceng cowok kan?” Gilak, mulutku emang ember jebol beneran. Kata-kata itu meluncur mulus tanpa hambatan.
“Kapan?” Beno malah nanya kayak orang bego.
“Lah kemaren sore? Di perempatan jalan deket warung bakso sambal setan.”
“Kamu sama siapa ke warung baksonya? Denny ya?”
“Gak usah mengalihkan topik pembicaraan Ben, tega banget kamu! Lha katanya mau jemput nyokap nyatanya malah selingkuh.”
“Lha yang selingkuh itu siapa?”
“Lha terus kenapa gak berenti pas kamu lihat aku?”
“Aku gak lihat kamu!” Beno malah terlihat keheranan.
“Lha orang kamu noleh terus lihat aku terus melengos lagi kok.”
“Yang bawa motor itu bukan aku! Kakiku masih sakit, gimana mau bawa motor. Yang bawa itu mas-mas yang nolongin aku.” Kata-kata pembelaan sebenarnya sudah di ujung bibirku minta pelepasan, hanya saja aku urungkan kembali. Manusia memang paling pintar membela diri kan?
“Eh, masa sih?” Aku memang kemarin tidak terlalu memperhatikan sih. Yah kan itu motornya Beno jadi aku kira yang di depan pasti Beno. Lagian itu helm juga yang biasa dipakai Beno.
“Iya! Masih gak percaya? Kita bisa temuin Sandy, cowok yang kemarin nolongin aku.” Aku mengangguk-angguk gaje. Yah, jadi aku cemburu buta gitu?
“Trus sekarang aku nanya, kemaren kamu itu sama siapa ke bakso setannya? Denny kan?”
“Lha salah gitu aku makan bakso sama dia?” Jelas jawabanku seperti anak perawan yang baru kenal jejaka. Polos tak berdosa.
“Denny itu mantan kamu tauk!”
“Emang kalau mantan harus selalu jadi musuh?” Aku duduk disebelahnya dan mulai mengeluarkan buku PR ku. Kemarin aku meminjam buku PR Elliot namun belum sempat aku salin.
“Dia masih sayang sama kamu lho.”
“Yang penting kan sayangku buat kamu bukan buat Denny.” Jawabku santai sambil menyalin PR. Sudah sering Beno mendebatkan hal tidak penting ini. Maksutku, aku sekelas dengan Denny dan aku merasa tidak ada masalah untuk berteman dengannya. Toh, sebelum aku dan dia pacaran kita berteman kan? Jadi apa salahnya kalau kita kembali berteman?
“Aku cemburu.” Aku meletakkan bolpointku dan menoleh ke arah Beno. Dia menunduk dengan rona merah yang menjalar di pipinya. Dia belum pernah mengatakan ‘aku cemburu’ sejelas ini.
“Kalau gitu hal yang sama juga aku rasain ke kamu. Aku juga cemburu kamu selalu ramah sama fans-fans kamu. Bukannya aku gak suka kamu ramah. Tapi kesannya kayak kamu ngasih harapan ke mereka. Dan aku gak suka.” Baru saja Beno akan mengeluarkan kalimat pembelaan, anak-anak yang lain keburu masuk ke kelas.
“Nih Gan, gorengan buat lo.” Radit melemparkan bakwan dan tahu goreng yang terbungkus plastik transparan ke meja ku.
“Thanks. Mau?” Aku menawarkan ke Beno yang langsung dibalas dengan anggukan. Aku merengut. Maksutku, tawaranku tadi hanya basa-basi. Ini gorengan kan cuman dua. Mana kenyang kalau dibagi dua?
“Kalau gak iklas, tadi gak usah nawarin.” Beno gantian merengut. Aku tersenyum simpul sebelum mengambil tahu goreng dan mengangkatnya tepat di depan mulut Beno.
“Aaaa. . .” Tanpa ragu Beno langsung melahap tanpa sisa.
“Eh, buset masih pagi kaleus kalau mau pacaran di kelas!!” Tantra langsung teriak yang bikin aku dan Beno meringis gaje.
“Lo bisa ikutan gabung kok Tan, kita threesome. Buahahha.” Aku langsung menjitak kepala Beno begitu kata-kata itu keluar dari bibirnya.
***

Well, sudah semingguan ini aku terus teringat sama Beno. Entahlah, karena sebelumnya aku belum pernah segila ini memikirkan seseorang. Apalagi dia laki-laki. Gila aja!
“San, kamu sibuk nak?” Aku menggeleng menjawab pertanyaan ibuku.
“Bisa temani adikmu beli sepatu? Kasian dari kemarin adikmu minta Ibu belum sempat belikan.”
“Iya Bu, Sandy mandi dulu kalau gitu.” Aku segera bergegas ke kamar mandi. Hari ini aku memang tidak ada kegiatan. Hari Minggu gitu, kuliah libur aku juga tengah dapet giliran off di caffe. Jadi ya tak apalah menemani Bram –adik ku satu-satunya- beli sepatu. Sekalian refreshing.
“Sepatu lo yang kemaren emang napa Bram?”
“Kan cuman satu Bang! Apalagi ini musim ujan, gak ada gantinya! Repot!” Aku Cuma manggut-manggut. Aku dan Bram masih berputar-putar di Matahari Dept Store. Nyari yang bagus tapi harganya masih bersahabat. Aku tengah menimang-nimang sepatu yang cukup keren dan ingin memperlihatkannya pada Bram ketika mataku menangkap sosok yang selama ini selalu hadir dalam mimpi-mimpiku. Beno.
Dia menoleh ke arahku lalu tersenyum ringan dan berjalan menghampiriku.
“Hey San, lagi ngapain lo?” dia bertanya sambil menepuk pundakku ringan.
“Nemenin adek gua beli sepatu. Lo sendiri?”
“Baru balik dari gereja, ini lagi nunggu pacar buat ice skatingan bareng. Kalau gitu duluan ya?” Aku mengangguk dengan perasaan merana. Pacar? Jadi Beno sudah punya pacar? San, San! Wake up! Cowok sekeren dan seganteng Beno mana mungkin jomblo! Lagian kalau dia jomblo, belum tentu dia mau sama lo juga kan?
“Bang Sandy, gua mau yang ini? Boleh?” Lamunanku terbuyarkan oleh Bram. Ah, sudahlah biarlah waktu yang menjawab.
Bram terlihat senang dengan sepatu pilihannya. Dia kelihatan tidak sabar untuk mencobanya besok Senin. << ini kalimat seperti kepaksa banget gitu yak nyempil disini? Ah, sudahlah.
“HokBen yuk Bram!”
“HokBen kan mahal Bang,”
“Uda gak papa. Sekali-kali ini. Lagian abang juga baru aja gajian. Yok!” Deg. Saat aku dan Bram akan duduk sambil menunggu pesanan yang sudah kita bayar siap aku melihat dia lagi. Kali ini Beno tidak sendirian. Ada cowok manis disampingnya, cowok yang dulu pernah aku lihat bersama Beno waktu ke caffe. Beno tadi bilang nunggu pacar kan? Ato jangan-jangan?
Aku memperhatikan mereka dengan seksama. Termasuk ketika Beno mengambil tissu dan membersihkan bibir cowok manis di depannya. Sakit rasanya. Entahlah, padahal Beno jelas-jelas bukan pacarku. Yah, dia bukan pacarku. Lalu kenapa hatiku sesakit ini?
***

“Lo kemana aja tadi sama Beno?” Radit bertanya sambil memilih-milih topi berbentuk kepala binatang yang lucu. Jadi, kita lagi milih-milih hadiah untuk kado ulang tahunnya Risky. Pacarnya Radit.
“Ice skating, trus makan trus Beno futsal, gua balik.” Aku mencoba mengenakan topi motif Siberian Husky dan menatap pantulannya di kaca. Lucu!
“Gak nemenin dia futsal lo? Yang ini gimana Gan?” Aku menoleh untuk melihat Radit dan menggeleng pelan.
“Kagak, gua kaga pengen kepala gua kena bola lagi. Lagian, gua uda janji buat nemenin lo buat beli kado. By the way, lo serius gitu mau ngado Risky topi bentuk animal gini? He is not 15 years anymore!!”
“Gua ngerti, gua cuman lagi pengen beli topi kembaran sama dia yang lucu. Kalo buat kadonya gua mau ngasih jam tangan”
“Oke, trus lo yang jadi top nya atau bot nya sih? Lo belum pernah cerita deh.” Radit langsung melotot mendengar pertanyaanku yang jelas enggak nyambung sama sekali sama topik yang lagi kita angkat. Apalagi ini kita lagi di dalam toko orang. Walaupun sepi sih.
“Lo kebiasaan nyablak deh Gan, liat sikon dong.”
“I know, no bodies here kok.” Jawabku santai.
“Menurut lo kalau Beno pake ini lucu kaga?” Aku menunjukkan topi bentuk kepala panda. Sumpah, lucu banget.
“Dia bakal kelihatan cute. Lo mau top lo kelihatan cute?” Aku membuang muka dengan sinis mendengar perkataan Radit.
“I love Beno just the way he is.”
“Iya deh iya. Yuk ah, cuss keburu ujan ntar.” Oke, aku dan Radit sebenarnya normal-normal saja tingkah kita. Hanya saja kalau kita berdua jalan bareng, naluri ngondek kita keluar. Untung banget dulu aku menolak Radit. Coba kalau dulu aku terima dia? Kan jadi lesbian kita. Tapi seriusan deh, aku penasaran dengan Risky. Maksutku, masak cowok sekalem dia yang jadi top nya? Tapi. . .
Aku melirik Radit yang berjalan di sampingku. Lebih gak mungkin lagi kalau Radit yang jadi top nya. Itu mustahil.
***

“Kamu pikir ini lucu?” Beno tengah memakai topi berbentuk kepala panda yang aku beli tadi.
“You look so cute.” Jawabku santai sambil membuka koleksi majalah film milik Beno.
“Thanks, but my boy I do not wanna terlihat cute dimata kamu. Aku ingin terlihat sebagai seorang pria.” Aku menengadahkan kepalaku sebelum akhirnya tawaku lepas.
“Melihat kondisi bahwa setiap malam aku yang ngangkang di atas perkakasmu bisa dipastikan kalau kamu emang terlihat seperti seorang pria dewasa.” Beno tersenyum lembut sebelum akhirnya menghampiriku yang tengah berbaring diatas ranjangnya.
“Do I?” Katanya lembut sebelum akhirnya bibirnya mencaplok bibirku.
“Ben. . .”
“Ya Beb?”
“Mandi sana!! Aku gak pengen telat tauk!” Aku mendorong Beno yang tengah menindihku.
“Just one ronde?” Pintanya memelas. Persis anak TK yang minta dibelikan permen.
“Ben, ini uda hampir jam tujuh tauk!”
“Oke, hehehe.” Beno nyengir sambil mengambil handuk dari almari.
Jadi aku dan Beno emang bakal dateng ke acara ultahnya si Risky. Sebenarnya sih cuman kita berempat, aku, Beno, Radit dan Risky. Itupun kita cuman makan plus nongkrong gaje di caffe. Risky yang bayar. Buahaha.
Mataku tengah menatap foto Chris Evan untuk film Captain America, winters soldiers sebelum aku melihat Beno keluar dari kamar mandi. Tubuhnya yang basah dan hanya berlilitkan handuk membuatku susah meneguk air liur. Kerongkonganku mendadak kering. Dengan gaya binal, aku mendekati pacar yang sudah hampir tiga bulan aku pacari itu.
“Aku gak keberatan kalau kita main satu ronde, atau mungkin dua?” Kataku pelan sambil menarik lepas handuknya.
***

“Happy Birthday.” Kataku pelan sambil menyalami Risky. “Actually, ini uda yang ketiga kalinya gua ucapin happy birthday ke elo jika digabung sama BBM plus mention gua di twitter.”
“Harus dijelasin gitu Gan?” aku mengangkat bahuku pelan.
“Kalian punya kado apa nih? Masa gua doang yang keluar duit buat nraktir kalian.”
“Kado gua sama Beno uda titipin ke pacar lo. Ntar malem kalian bisa buka sambil titit Radit ato titit lo nacep di mulut masing-masing.” Beno dan Radit langsung melotot ke arahku dengan berlebihan ketika kata-kata itu keluar dari mulutku. Lancar tanpa dosa.
“Kenapa? Oke, by the way, sekarang lo bisa jujur ke gua Ris, lo top nya ato lo bottomnya?”
“Gan, sekali lagi pertanyaan lo ngaco, gua bakal sodomi elo pakai ganggang pel.” Radit sepertinya serius dengan ancamannya jika dilihat dari cara dia memandangku. Oke, mungkin aku agak berlebihan. Dan aku hanya bisa mengkernyit pelan.
“Sorry kuenya telat. Enjoy ya Ben.” Aku mengernyit, lagi ketika salah satu pelayan di caffe ini membawa beberapa kue yang emang kami pesan tadi. Bukannya dia tadi jadi barista ya? Dan dia kenal Beno? Atau sok kenal? Aku memperhatikan Beno yang mengangguk sambil tersenyum ramah. Oke, jadi barista ini engga sok kenal. Tapi memang kenal.
“Siapa?” Aku bertanya ketika barista tadi sudah berlalu.
“Itu Mas-mas yang nolongin aku pas aku jatuh dari motor.” Jawab Beno santai sambil menyeruput minumannya.
“Lo jatuh dari motor? Kapan? Kok gua kaga tau ya?” Radit mengambil kue paling besar dan langsung menggigitnya besar-besar. Sangat tidak seksi.
“Lo kan sibuk nge rohis mulu di Mushola.” Beno menjawab ringan sambil menggigit-gigit kecil kuenya. Ini baru seksi.
“Jangan bilang kalian pacaran di Mushola?” Sambarku cepat. Ya mengingat Risky ini kalem banget dan agamis banget. Tapi jika melihat Radit yang binal, hal itu bisa jadi mungkin.
“Pikiran lo ya Gan!” Tangan Radit menoyor kepalaku dengan kecepatan cahaya. Buahaha, oke aku bercanda. Tapi setidaknya, toyorannya cepat, bahkan aku tidak sempat menghindar.
“Berhubung besok Minggu, kalian akan menghabiskan waktu dimana?” Pertanyaan Radit yang ini agak jayus sih sebenarnya. Aku tahu dan mengerti bahwa mereka berdua mungkin akan menghabiskan sepanjang malam untuk you know what lah.
“Kalau lo mau nananina sama Risky, gua bisa nginap di rumah Beno kok.” Aku menjawab pertanyaan Radit barusan.
“Gan, lo temen yang pengertian banget aselik!”
“Gua kenal lo uda lama kaleus. Emang mau berapa ronde?” Lagi-lagi Radit dan Beno melotot. Mungkin aku akan menyarankan mereka berdua untuk ikutan casting film untuk peran antagonis. Mereka sangat berbakat. Sungguh. Aku berani bertaruh.
“Kenapa sih dari tadi cengar-cengir mulu?” Aku bertanya pada Beno ketika kita sudah berada di lapangan parkir. Radit dan Risky sudah hilang entah kemana. Mungkin mereka sudah berada di kasur yang hangat berlimbahkan keringat. Aah, hanya mungkin.
“Gak papa. Mau makan lagi gak? Kan malam ini butuh stamina yang lumayan.” Aku dengan cepat mengerti arah pembicaraan Beno. Yah, sebenarnya aku juga mengharapkannya. Maksutku, aku dan Beno memang jarang bisa making love secara bebas. Aku tinggal sekamar bersama Radit jadi sangat tidak kondusif jika aku dan Beno nananina disana. Sedangkan di rumah Beno kadang ada Yoga, kakaknya Beno yang suka nyelonong tiba-tiba ke kamar Beno. Tapi malam ini?
Gak mungkin dong Yoga nyelonong malam-malam buta ke kamar adiknya?
“Gimana kalau sate kambing Ben?” Aku menawarkan sambil tersenyum penuh misteri.
“Oke, yuk Beb cabut.” Tepat saat motor Beno akan berlalu, si barista tadi keluar memanggil Beno. Hih!
“Sorry Ben ganggu, cuman mau ngasih ini nih. Gelang lo ketinggalan.” Aku menatap gelang itu. Setahuku itu gelang milik Risky. Ya sudahlah, mungkin orang ini salah kira.
“Oke, thanks ya San. Gua cabut dulu.” Beno mengangguk ramah. Aku pun mau tidak mau juga tersenyum ramah padanya. Tapi ada satu hal yang mengganjal di pikiranku, kenapa aku tak menyukai si barista tadi? Entahlah, walaupun aku tidak mengenal dia secara detail dan hanya pernah bertemu beberapa kali aku sudah kurang menyukainya. Bahkan sejak awal bertemu aku sudah tidak suka.
Sudahlah, pusing aku. . .


To be continue

6 komentar:

  1. Anonim4/13/2014

    Bang, napa setiap karakter utama dicerita elu bot y ?

    BalasHapus
  2. Ini kan ngelajutin seri cintaku dibagi tiga. Dan di cintaku di bagi 3 itu Gani itu bot, masa gua hrus ngerubah karakter?

    BalasHapus
  3. Like it... seru juga baca ceritanya.

    Ceritanya gak terlalu vulgar.. nunggu selanjutnya...

    BalasHapus
  4. Nunggu cerita selanjutnya... lucu juga waktu baca langsung ketawa sendiri. Jadinya gw baca semua cerita the series and cintaku dibagi 3. The most important, gak vulgar... And i like it

    BalasHapus

leave comment please.