Chapter 2
Keesokan
paginya aku melihat Beno terlihat berjalan agak pincang. Awalnya sih, aku mau
ngambek tapi begitu melihat keadaannya yang jelas menuntut belas kasihan,
apalagi aku adalah pacarnya dan orangnya tidak tegaan, aku memutuskan untuk
tidak jadi ngambek.
“Kamu
kenapa Ben?” Aku membantunya berjalan menuju bangku disebalahku.
“Kemaren
motorku jatuh.” Aku mengernyit dalam. Perasaan kemaren aku melihat dia masih
baik-baik saja memboncengkan seorang COWOK.
“Malem
jatuhnya?”
“Sore
abis pulang sekolah,” Kelas masih sepi. Hanya ada aku dan Beno. Yang lainnya
sebagian belum datang sebagian lagi berada di kantin, mungkin mereka belum
sarapan.
“Bukannya
kamu masih baik-baik aja sorenya? Malah bonceng cowok kan?” Gilak, mulutku
emang ember jebol beneran. Kata-kata itu meluncur mulus tanpa hambatan.
“Kapan?”
Beno malah nanya kayak orang bego.
“Lah
kemaren sore? Di perempatan jalan deket warung bakso sambal setan.”
“Kamu
sama siapa ke warung baksonya? Denny ya?”
“Gak
usah mengalihkan topik pembicaraan Ben, tega banget kamu! Lha katanya mau
jemput nyokap nyatanya malah selingkuh.”
“Lha
yang selingkuh itu siapa?”
“Lha
terus kenapa gak berenti pas kamu lihat aku?”
“Aku
gak lihat kamu!” Beno malah terlihat keheranan.
“Lha
orang kamu noleh terus lihat aku terus melengos lagi kok.”
“Yang
bawa motor itu bukan aku! Kakiku masih sakit, gimana mau bawa motor. Yang bawa
itu mas-mas yang nolongin aku.” Kata-kata pembelaan sebenarnya sudah di ujung
bibirku minta pelepasan, hanya saja aku urungkan kembali. Manusia memang paling
pintar membela diri kan?
“Eh,
masa sih?” Aku memang kemarin tidak terlalu memperhatikan sih. Yah kan itu
motornya Beno jadi aku kira yang di depan pasti Beno. Lagian itu helm juga yang
biasa dipakai Beno.
“Iya!
Masih gak percaya? Kita bisa temuin Sandy, cowok yang kemarin nolongin aku.”
Aku mengangguk-angguk gaje. Yah, jadi aku cemburu buta gitu?
“Trus
sekarang aku nanya, kemaren kamu itu sama siapa ke bakso setannya? Denny kan?”
“Lha
salah gitu aku makan bakso sama dia?” Jelas jawabanku seperti anak perawan yang
baru kenal jejaka. Polos tak berdosa.
“Denny
itu mantan kamu tauk!”
“Emang
kalau mantan harus selalu jadi musuh?” Aku duduk disebelahnya dan mulai
mengeluarkan buku PR ku. Kemarin aku meminjam buku PR Elliot namun belum sempat
aku salin.
“Dia
masih sayang sama kamu lho.”
“Yang
penting kan sayangku buat kamu bukan buat Denny.” Jawabku santai sambil
menyalin PR. Sudah sering Beno mendebatkan hal tidak penting ini. Maksutku, aku
sekelas dengan Denny dan aku merasa tidak ada masalah untuk berteman dengannya.
Toh, sebelum aku dan dia pacaran kita berteman kan? Jadi apa salahnya kalau
kita kembali berteman?
“Aku
cemburu.” Aku meletakkan bolpointku dan menoleh ke arah Beno. Dia menunduk
dengan rona merah yang menjalar di pipinya. Dia belum pernah mengatakan ‘aku
cemburu’ sejelas ini.
“Kalau
gitu hal yang sama juga aku rasain ke kamu. Aku juga cemburu kamu selalu ramah
sama fans-fans kamu. Bukannya aku gak suka kamu ramah. Tapi kesannya kayak kamu
ngasih harapan ke mereka. Dan aku gak suka.” Baru saja Beno akan mengeluarkan
kalimat pembelaan, anak-anak yang lain keburu masuk ke kelas.
“Nih
Gan, gorengan buat lo.” Radit melemparkan bakwan dan tahu goreng yang
terbungkus plastik transparan ke meja ku.
“Thanks.
Mau?” Aku menawarkan ke Beno yang langsung dibalas dengan anggukan. Aku
merengut. Maksutku, tawaranku tadi hanya basa-basi. Ini gorengan kan cuman dua.
Mana kenyang kalau dibagi dua?
“Kalau
gak iklas, tadi gak usah nawarin.” Beno gantian merengut. Aku tersenyum simpul
sebelum mengambil tahu goreng dan mengangkatnya tepat di depan mulut Beno.
“Aaaa.
. .” Tanpa ragu Beno langsung melahap tanpa sisa.
“Eh,
buset masih pagi kaleus kalau mau pacaran di kelas!!” Tantra langsung teriak
yang bikin aku dan Beno meringis gaje.
“Lo
bisa ikutan gabung kok Tan, kita threesome. Buahahha.” Aku langsung menjitak
kepala Beno begitu kata-kata itu keluar dari bibirnya.
***
Well,
sudah semingguan ini aku terus teringat sama Beno. Entahlah, karena sebelumnya
aku belum pernah segila ini memikirkan seseorang. Apalagi dia laki-laki. Gila
aja!
“San,
kamu sibuk nak?” Aku menggeleng menjawab pertanyaan ibuku.
“Bisa
temani adikmu beli sepatu? Kasian dari kemarin adikmu minta Ibu belum sempat
belikan.”
“Iya
Bu, Sandy mandi dulu kalau gitu.” Aku segera bergegas ke kamar mandi. Hari ini
aku memang tidak ada kegiatan. Hari Minggu gitu, kuliah libur aku juga tengah
dapet giliran off di caffe. Jadi ya tak apalah menemani Bram –adik ku
satu-satunya- beli sepatu. Sekalian refreshing.
“Sepatu
lo yang kemaren emang napa Bram?”
“Kan
cuman satu Bang! Apalagi ini musim ujan, gak ada gantinya! Repot!” Aku Cuma
manggut-manggut. Aku dan Bram masih berputar-putar di Matahari Dept Store.
Nyari yang bagus tapi harganya masih bersahabat. Aku tengah menimang-nimang
sepatu yang cukup keren dan ingin memperlihatkannya pada Bram ketika mataku
menangkap sosok yang selama ini selalu hadir dalam mimpi-mimpiku. Beno.
Dia
menoleh ke arahku lalu tersenyum ringan dan berjalan menghampiriku.
“Hey
San, lagi ngapain lo?” dia bertanya sambil menepuk pundakku ringan.
“Nemenin
adek gua beli sepatu. Lo sendiri?”
“Baru
balik dari gereja, ini lagi nunggu pacar buat ice skatingan bareng. Kalau gitu
duluan ya?” Aku mengangguk dengan perasaan merana. Pacar? Jadi Beno sudah punya
pacar? San, San! Wake up! Cowok sekeren dan seganteng Beno mana mungkin jomblo!
Lagian kalau dia jomblo, belum tentu dia mau sama lo juga kan?
“Bang
Sandy, gua mau yang ini? Boleh?” Lamunanku terbuyarkan oleh Bram. Ah, sudahlah
biarlah waktu yang menjawab.
Bram
terlihat senang dengan sepatu pilihannya. Dia kelihatan tidak sabar untuk
mencobanya besok Senin. << ini kalimat seperti kepaksa banget gitu yak
nyempil disini? Ah, sudahlah.
“HokBen
yuk Bram!”
“HokBen
kan mahal Bang,”
“Uda
gak papa. Sekali-kali ini. Lagian abang juga baru aja gajian. Yok!” Deg. Saat
aku dan Bram akan duduk sambil menunggu pesanan yang sudah kita bayar siap aku
melihat dia lagi. Kali ini Beno tidak sendirian. Ada cowok manis disampingnya,
cowok yang dulu pernah aku lihat bersama Beno waktu ke caffe. Beno tadi bilang
nunggu pacar kan? Ato jangan-jangan?
Aku
memperhatikan mereka dengan seksama. Termasuk ketika Beno mengambil tissu dan
membersihkan bibir cowok manis di depannya. Sakit rasanya. Entahlah, padahal
Beno jelas-jelas bukan pacarku. Yah, dia bukan pacarku. Lalu kenapa hatiku sesakit
ini?
***
“Lo
kemana aja tadi sama Beno?” Radit bertanya sambil memilih-milih topi berbentuk
kepala binatang yang lucu. Jadi, kita lagi milih-milih hadiah untuk kado ulang
tahunnya Risky. Pacarnya Radit.
“Ice
skating, trus makan trus Beno futsal, gua balik.” Aku mencoba mengenakan topi
motif Siberian Husky dan menatap pantulannya di kaca. Lucu!
“Gak
nemenin dia futsal lo? Yang ini gimana Gan?” Aku menoleh untuk melihat Radit
dan menggeleng pelan.
“Kagak,
gua kaga pengen kepala gua kena bola lagi. Lagian, gua uda janji buat nemenin
lo buat beli kado. By the way, lo serius gitu mau ngado Risky topi bentuk
animal gini? He is not 15 years anymore!!”
“Gua
ngerti, gua cuman lagi pengen beli topi kembaran sama dia yang lucu. Kalo buat
kadonya gua mau ngasih jam tangan”
“Oke,
trus lo yang jadi top nya atau bot nya sih? Lo belum pernah cerita deh.” Radit
langsung melotot mendengar pertanyaanku yang jelas enggak nyambung sama sekali
sama topik yang lagi kita angkat. Apalagi ini kita lagi di dalam toko orang. Walaupun
sepi sih.
“Lo
kebiasaan nyablak deh Gan, liat sikon dong.”
“I
know, no bodies here kok.” Jawabku santai.
“Menurut
lo kalau Beno pake ini lucu kaga?” Aku menunjukkan topi bentuk kepala panda.
Sumpah, lucu banget.
“Dia
bakal kelihatan cute. Lo mau top lo kelihatan cute?” Aku membuang muka dengan
sinis mendengar perkataan Radit.
“I
love Beno just the way he is.”
“Iya
deh iya. Yuk ah, cuss keburu ujan ntar.” Oke, aku dan Radit sebenarnya
normal-normal saja tingkah kita. Hanya saja kalau kita berdua jalan bareng,
naluri ngondek kita keluar. Untung banget dulu aku menolak Radit. Coba kalau
dulu aku terima dia? Kan jadi lesbian kita. Tapi seriusan deh, aku penasaran
dengan Risky. Maksutku, masak cowok sekalem dia yang jadi top nya? Tapi. . .
Aku
melirik Radit yang berjalan di sampingku. Lebih gak mungkin lagi kalau Radit
yang jadi top nya. Itu mustahil.
***
“Kamu
pikir ini lucu?” Beno tengah memakai topi berbentuk kepala panda yang aku beli
tadi.
“You
look so cute.” Jawabku santai sambil membuka koleksi majalah film milik Beno.
“Thanks,
but my boy I do not wanna terlihat cute dimata kamu. Aku ingin terlihat sebagai
seorang pria.” Aku menengadahkan kepalaku sebelum akhirnya tawaku lepas.
“Melihat
kondisi bahwa setiap malam aku yang ngangkang di atas perkakasmu bisa
dipastikan kalau kamu emang terlihat seperti seorang pria dewasa.” Beno
tersenyum lembut sebelum akhirnya menghampiriku yang tengah berbaring diatas
ranjangnya.
“Do
I?” Katanya lembut sebelum akhirnya bibirnya mencaplok bibirku.
“Ben.
. .”
“Ya
Beb?”
“Mandi
sana!! Aku gak pengen telat tauk!” Aku mendorong Beno yang tengah menindihku.
“Just
one ronde?” Pintanya memelas. Persis anak TK yang minta dibelikan permen.
“Ben,
ini uda hampir jam tujuh tauk!”
“Oke,
hehehe.” Beno nyengir sambil mengambil handuk dari almari.
Jadi
aku dan Beno emang bakal dateng ke acara ultahnya si Risky. Sebenarnya sih
cuman kita berempat, aku, Beno, Radit dan Risky. Itupun kita cuman makan plus
nongkrong gaje di caffe. Risky yang bayar. Buahaha.
Mataku
tengah menatap foto Chris Evan untuk film Captain America, winters soldiers
sebelum aku melihat Beno keluar dari kamar mandi. Tubuhnya yang basah dan hanya
berlilitkan handuk membuatku susah meneguk air liur. Kerongkonganku mendadak
kering. Dengan gaya binal, aku mendekati pacar yang sudah hampir tiga bulan aku
pacari itu.
“Aku
gak keberatan kalau kita main satu ronde, atau mungkin dua?” Kataku pelan
sambil menarik lepas handuknya.
***
“Happy
Birthday.” Kataku pelan sambil menyalami Risky. “Actually, ini uda yang ketiga
kalinya gua ucapin happy birthday ke elo jika digabung sama BBM plus mention
gua di twitter.”
“Harus
dijelasin gitu Gan?” aku mengangkat bahuku pelan.
“Kalian
punya kado apa nih? Masa gua doang yang keluar duit buat nraktir kalian.”
“Kado
gua sama Beno uda titipin ke pacar lo. Ntar malem kalian bisa buka sambil titit
Radit ato titit lo nacep di mulut masing-masing.” Beno dan Radit langsung
melotot ke arahku dengan berlebihan ketika kata-kata itu keluar dari mulutku.
Lancar tanpa dosa.
“Kenapa?
Oke, by the way, sekarang lo bisa jujur ke gua Ris, lo top nya ato lo
bottomnya?”
“Gan,
sekali lagi pertanyaan lo ngaco, gua bakal sodomi elo pakai ganggang pel.”
Radit sepertinya serius dengan ancamannya jika dilihat dari cara dia
memandangku. Oke, mungkin aku agak berlebihan. Dan aku hanya bisa mengkernyit
pelan.
“Sorry
kuenya telat. Enjoy ya Ben.” Aku mengernyit, lagi ketika salah satu pelayan di
caffe ini membawa beberapa kue yang emang kami pesan tadi. Bukannya dia tadi
jadi barista ya? Dan dia kenal Beno? Atau sok kenal? Aku memperhatikan Beno
yang mengangguk sambil tersenyum ramah. Oke, jadi barista ini engga sok kenal.
Tapi memang kenal.
“Siapa?”
Aku bertanya ketika barista tadi sudah berlalu.
“Itu
Mas-mas yang nolongin aku pas aku jatuh dari motor.” Jawab Beno santai sambil
menyeruput minumannya.
“Lo
jatuh dari motor? Kapan? Kok gua kaga tau ya?” Radit mengambil kue paling besar
dan langsung menggigitnya besar-besar. Sangat tidak seksi.
“Lo
kan sibuk nge rohis mulu di Mushola.” Beno menjawab ringan sambil menggigit-gigit
kecil kuenya. Ini baru seksi.
“Jangan
bilang kalian pacaran di Mushola?” Sambarku cepat. Ya mengingat Risky ini kalem
banget dan agamis banget. Tapi jika melihat Radit yang binal, hal itu bisa jadi
mungkin.
“Pikiran
lo ya Gan!” Tangan Radit menoyor kepalaku dengan kecepatan cahaya. Buahaha, oke
aku bercanda. Tapi setidaknya, toyorannya cepat, bahkan aku tidak sempat
menghindar.
“Berhubung
besok Minggu, kalian akan menghabiskan waktu dimana?” Pertanyaan Radit yang ini
agak jayus sih sebenarnya. Aku tahu dan mengerti bahwa mereka berdua mungkin
akan menghabiskan sepanjang malam untuk you know what lah.
“Kalau
lo mau nananina sama Risky, gua bisa nginap di rumah Beno kok.” Aku menjawab
pertanyaan Radit barusan.
“Gan,
lo temen yang pengertian banget aselik!”
“Gua
kenal lo uda lama kaleus. Emang mau berapa ronde?” Lagi-lagi Radit dan Beno
melotot. Mungkin aku akan menyarankan mereka berdua untuk ikutan casting film untuk
peran antagonis. Mereka sangat berbakat. Sungguh. Aku berani bertaruh.
“Kenapa
sih dari tadi cengar-cengir mulu?” Aku bertanya pada Beno ketika kita sudah
berada di lapangan parkir. Radit dan Risky sudah hilang entah kemana. Mungkin
mereka sudah berada di kasur yang hangat berlimbahkan keringat. Aah, hanya
mungkin.
“Gak
papa. Mau makan lagi gak? Kan malam ini butuh stamina yang lumayan.” Aku dengan
cepat mengerti arah pembicaraan Beno. Yah, sebenarnya aku juga mengharapkannya.
Maksutku, aku dan Beno memang jarang bisa making love secara bebas. Aku tinggal
sekamar bersama Radit jadi sangat tidak kondusif jika aku dan Beno nananina
disana. Sedangkan di rumah Beno kadang ada Yoga, kakaknya Beno yang suka
nyelonong tiba-tiba ke kamar Beno. Tapi malam ini?
Gak
mungkin dong Yoga nyelonong malam-malam buta ke kamar adiknya?
“Gimana
kalau sate kambing Ben?” Aku menawarkan sambil tersenyum penuh misteri.
“Oke,
yuk Beb cabut.” Tepat saat motor Beno akan berlalu, si barista tadi keluar
memanggil Beno. Hih!
“Sorry
Ben ganggu, cuman mau ngasih ini nih. Gelang lo ketinggalan.” Aku menatap
gelang itu. Setahuku itu gelang milik Risky. Ya sudahlah, mungkin orang ini
salah kira.
“Oke,
thanks ya San. Gua cabut dulu.” Beno mengangguk ramah. Aku pun mau tidak mau
juga tersenyum ramah padanya. Tapi ada satu hal yang mengganjal di pikiranku,
kenapa aku tak menyukai si barista tadi? Entahlah, walaupun aku tidak mengenal
dia secara detail dan hanya pernah bertemu beberapa kali aku sudah kurang
menyukainya. Bahkan sejak awal bertemu aku sudah tidak suka.
Sudahlah,
pusing aku. . .
To
be continue
Bang, napa setiap karakter utama dicerita elu bot y ?
BalasHapusIni kan ngelajutin seri cintaku dibagi tiga. Dan di cintaku di bagi 3 itu Gani itu bot, masa gua hrus ngerubah karakter?
BalasHapusLike it... seru juga baca ceritanya.
BalasHapusCeritanya gak terlalu vulgar.. nunggu selanjutnya...
Nunggu cerita selanjutnya... lucu juga waktu baca langsung ketawa sendiri. Jadinya gw baca semua cerita the series and cintaku dibagi 3. The most important, gak vulgar... And i like it
BalasHapusthank you ya
HapusKpn chapter 6 ny lama bgt....
Hapus