FOLLOW ME

Senin, 30 Desember 2013

THE SERIES 14

Aku masih membasuh tubuh Herry dengan kain basah. Beberapa kali Herry meringis karena perih. Aku sendiri? Berusaha keras agar air mataku tidak jatuh. Aku harus kuat. Aku tahu siapa sekarang yang pantas aku perjuangkan. Dan aku tidak ingin kehilangannya.
“Pelan-pelan Sen, periih.”
“Iya.” Aku masih terkejut dengan kondisi tubuh Herry yang masih merah biru disana-sini. Bahkan di putingnya ada bekas darah.
“Maaf,” ucapku lirih. Aku tau kata maaf tidak akan cukup. Aku juga tau kata maaf tidak akan bisa menyembuhkan Herry, tapi aku bisa apa?
“Gak perlu minta maaf Sen. Ini bukan salahmu.”
“Seandainya aku gak dateng ke kota ini, kamu gak akan ngalamin kayak gini Her!”
“Kalau kamu gak dateng ke kota ini, aku gak akan pernah belajar mencintai seseorang setulus ini. Aku bahagia kenal mbeg kamu Sen, aku gak menyesalinya.” Aku terdiam, mendongak dan menatap wajah Herry. Wajahnya masih sama, kekanakan dan menggemaskan. Tapi sorot matanya berbeda. Dewasa dan cinta. Secara perlahan aku mendekatkan bibirku ke bibirnya.
“Aku cinta kamu Herry Prawira.” ucapku sebelum akhirnya melumat bibirnya. Kerinduan, dahaga akan Herry membuatku melahap bibirnya dengan rakus. Aku ingin mencecapnya. Merasai seluruh tubuhnya. Aku mencintai Herry dan aku ingin menunjukkannya.
Aku beranjak ke leher. Memberi gigitan kecil dan terpekik senang saat akhirnya Herry mengeluarkan desahan pertamanya. Melodi terindah. Berhenti agak lama di pangkal lehernya dan sedikit bermain-main disana.
“Aah, Senooo.”
“Iya Her? Kenapa? Kamu gak suka?” Herry menggeleng keras-keras.
“Lanjutin.” Aku tersenyum sebelum akhirnya berhenti di dadanya. Aku hanya menatapnya. Kalau aku gigit kecil putingnya, apa Herry akan kesakitan? Jelas bekas lukanya masih keliatan.
“Kenapa?” Mungkin karena aku lama terdiam, Herry jadi membuka matanya.
“Puting kamu masih perih?”
“Coba jilat.”
“Aku serius!!” kataku. Apa-apaan jawabannya tadi.
“Aku juga serius Seno, coba jilat!” aku ragu-ragu sebentar. Namun akhirnya lidahku mendarat disana. Mencecap rasanya dengan sangat perlahan. Aku takut menyakitinya.
“Aaarrgh, Senooo.”
“Perih?” tanyaku was-was.
“Iyahhh, tapi enakk. Lanjutin.” Aku jadi tersenyum geli melihat ekspresi Herry. Dia jujur dan sangat ekspresif. Aku menyukai keduanya. Eh, salah! Aku menyukai semuanya. Semua yang ada di Herry. Yah, SEMUANYA.
Aku turun setelah lama merasai dada Herry yang semakin bidang, aku menelusuri ke bawah. Menciumi setiap lebam merah biru dengan lembut. Aku berharap aku adalah seorang penyihir. Sehingga ciumanku bisa menyembuhkan lukanya. Sayangnya tidak. Luka itu tidak sembuh walau aku menciuminya berkali-kali.
Aku berhenti di celananya. Membuka kait celana Jeans Herry dan melorotkannya sedikit. Kejantanan Herry sudah tegang, sedikit mengintip lewat ban karet celana dalamnya. Aku mengabaikannya dan kembali ke atas. Aku mencium bibir Herry lagi. Kali ini, karena aku yakin bibirnya tidak ada luka aku menciumnya penuh nafsu. Bibir yang bertaut, lidah yang bekejaran. Aku menyukainya. Dan aku terbakar. Ada dua pilihan, berhenti dan gosong atau lanjut dan menjadi abu. Aku memilih option kedua. Aku ingin melebur bersama Herry.
“Kamu ues gak perjaka ya Sen?” tanya Herry saat aku melepaskan ciuman kita.
“Enak aja! Aku masih perjaka lah!”
“Yakin? Kok jago banget?” tanyanya kurang percaya.
“Mau bukti?” kataku sambil turun dari ranjang. Aku membuka kaosku, celana jeansku dan celana dalamku sekaligus. Herry sedikit membelalakkan matanya. Aku tak tahu, bahkan tidak bisa membaca ekspresinya.
“Kamu yang mancing lho Sen.” Kata Herry sebelum akhirnya dia menarikku kedalam pelukannya.
“Aku mungkin bukan yang pertama untukmu Her, but be my first.”
“Opo artine?” aku agak kesal. Uda romantis, malah dia kaga tahu artinya.
“Jadi yang pertama buat aku Her.” Herry mencium bibirku lembut sebelum akhirnya dia berdiri dan melepas celana jeans beserta celana dalamnya.
Glek!
Aku mungkin menyesali kata-kataku. Bagaimana mungkin benda sebesar itu akan muat di lubang pantatku? Oooh Shit!!
***

Aku tiduran telungkup dengan selimut yang menutupi hingga pinggang. Herry sedang ke dapur untuk mengambilkan air minum. Saat pintu kamar dibuka, aku menoleh dan melihat Herry tersenyum lebar. Senyum yang dulu sering ia pamerkan untukku. Aku masih menyukai senyum itu.
“Ada susu buat kamu. Masih anget.” Aku membayangkannya. Herry membuat susu masih dalam kondisi telanjang bulat. Sama seperti kondisinya saat ini. Damn! Aku terangsang! Lagi!
“Masih perih?” Herry bertanya sambil menyerahkan segelas susu padaku.
“Sedikit,” jawabku agak dusta. Harus kuakui diawal memang sangat menyakitkan. Panas, perih, mulas, rasanya campur aduk. Namun setelah agak lama jadi geli-geli enak. Stop! Berhenti mengingatnya atau Herry akan melihat tonjolan berbentu tenda di selimutku. Namun jujur, setelah sesudahnya, anusku memang agak perih.
Herry merebahkan tubuhnya ke dinding ranjang dan bergabung bersamaku dalam selimut kemudian menarik tubuhku ke pelukannya. Agak aneh memang, mengingat tubuhku lebih besar dari Herry.
“Sen, mungkin ini bakal jadi yang pertama dan terakhir.” Aku tersedak oleh susu yang baru aku minum. Aku meletakkannya di atas meja samping tempat tidur sebelum akhirnya menoleh. Berharap bahwa apa yang dikatakan Herry barusan adalah candaan dia semata.
“Aku gak ngerti Her maksutmu.” Herry mengacak-acak rambutnya sendiri. Terlihat agak frustasi.
“Aku gak mau membahayakan posisimu Sen! Kalau sampe Taufik tahu, kamu bakal abis. Aku gak mau itu terjadi. Aku gak mau!”
“Aku gak peduli.”
“Sen, itu masa depanmu!”
“Iya! Dan aku gak peduli.”
“Sen, aku lakuin ini semua biar kamu bahagia!” aku menggeleng perlahan.
“Gimana aku bisa bahagia, kalau aku tahu bahwa orang yang aku sayang enggak bahagia?”
“Aku bahagia Sen, aku ikhlas kamu sama Galih.” Deg. Darimana Herry tahu Galih? Perasaan mereka belom sempat bertemu atau bertegur sapa.
“Aku tahu dari Hendra kamu punya sopir baru. Dia suka kan sama kamu?”
“Jangan egois Her! Aku gak mau tambah korban lagi! Kalau Taufik tahu, Galih juga bakalan kayak kamu nasibnya. Mending aku yang pergi.”
“Pergi? Maksut kamu?”
“Kalo aku mati semuanya bakalan clear!!” mendengar kata-kataku Herry langsung memelukku erat.
“Jangan, jangan tinggalin aku. Kita hadapi bareng-bareng, aku gak akan lari lagi sekarang. Gak akan.”
***

Aku tengah berkutat dengan laptopku ketika mamaku masuk. Aku tersenyum pada mamaku. Seandainya mama tau kalau aku gay? Apakah beliau akan masih sesayang ini?
“Lagi ngapain sayang?”
“Nyelesain tugas sekolah ma. Banyak banget nih.”
“Ya udah, nih mama buatin coklat anget buat kamu. Tidurnya jangan larut-larut ya.”
“Iya.” Mamaku tersenyum sebelum akhirnya berlalu. Aku memusatkan mataku ke layar laptopku lagi dan tersenyum agak geli karenanya. Aku tengah browser cara bunuh diri yang elegan. Konyol. Tapi aku serius.
Seandainya aku mati, semua masalah akan beres. Herry akan terbebas dari Taufik. Mungkin Mama, Papa, Herry dan Hendra akan menangis kehilanganku. Mereka akan sedih, aku tahu. Tapi tidak lama kan? Paling beberapa hari, atau minggu? Tidak sampai bertahun-tahun kan? Jadi jelas, aku harus mati.
Aku brilliant, tapi aku terlalu pengecut untuk mengambil pisau dan memotong nadiku. Aku tak bisa. Atau minum baygon? Itu sama sekali tidak elegan.
Drrt drrt drrt
“Halo?”
“Hey ganteng, apa kabar?” gila! Ngapain si Revan nelpon gua?
“Nape lo Rev?”
“Gua uda di Magelang. Kata supirnya, 2 ato 3 jaman lagi gua nyampe tempat lo nih.” Aku hampir meloncat. Gila nih anak. Mau dateng kaga bilang-bilang.
“Lo kaga bilang kalo mau dateng.”
“Lha ini gua bilang barusan. Uda ya cyin, see you then!” bener-bener nyebelin ya tuh anak. Kayak belom pernah diperkosa orang sekampung aja. Ckckck.
Aku segera keluar dari kamar. Untung mama dan papa belum tidur. Mereka berdua masih nampak nonton tv bersama eyang. Sinetron kayaknya. Khas ibu-ibu Indonesia.
“Ma, Pa, Revan mau dateng.”
“Revannya mb. Nia?” aku mengangguk.
“Mau dateng kapan Sen?” gantian papaku yang nanya sekarang. Walaupun matanya tetap fokus pada layar televisi. Entahlah, kenapa papaku juga bisa menikmati sinetron seperti ini.
“Uda sampai Magelang katanya Pa.”
“Weleh?! Kok biso?” okay, ini pertama kalinya aku mendengar papaku berbicara bahasa jawa. Direct denganku. Bukannya papaku tidak bisa bahasa Jawa, tapi papa tidak pernah ngobrol denganku dengan bahasa Jawa. Jadi ini pertama kalinya. Dan ini karena Revan. Salut!
“Mana aku tahu Pa, Seno tidur dulu ya? Takut telat besok.”
“Engga nungguin Revan?”
“Engga ah. Masih sampai Magelang. Masih jauh. Seno uda ngantuk.” Mama dan papaku hanya mengangguk.
Sampai kamar tidur, aku langsung mengunci kamarku. Sesuatu yang jarang banget aku lakukan. Tapi sekarang harus. Bakal ada Revan, dan aku engga mau tiba-tiba ada yang ngegrepeku saat aku tertidur. Engga. Kecuali Herry, atau emm, Galih. Ah sudahlah.
***

Aku dan Herry benar-benar tidak menyembunyikan bahwa “hubungan kami baik-baik” saja dari Taufik. Kami serasa baru pacaran kembali. Aku dan Herry maksutku. Hendra juga seneng, setidaknya dia mengira kalau aku dan Herry sudah tidak musuhan lagi. Hendra benar, aku dan Herry sudah tidak musuhan lagi. Bahkan kami pacaran lagi.
Aku tidak tau jam berapa Revan datang, hanya saja waktu aku mau berangkat sekolah tadi aku melihatnya masih tertidur dengan nyaman di ruang tidur tamu. Dan aku terlalu malas untuk membangunkannya.
Galih? Hari ini dia tidak mengantarkanku. Dia mengantarkan eyang untuk melihat beberapa kebun dan sawahnya. Dan aku? Sekarang aku dan Herry tengah berada di tempat pertama kali Herry mengajakku kencan dulu.
“Es teh beb.” Aku memelototinya karena jelas Herry tidak memelankan suaranya saat memanggilku beb tadi.
“Jangan sembarangan ah!”
“Aku lagi seneng aja. Enggak nyangka bisa meluk kamu lagi.”
“Hmm, luka kamu gimana? Masih perih?” Herry menyandarkan tubuhnya di pintu mobil.
“Sedikit kok. Sen?”
“Ya? Kenapa Her?”
“Ajarin nyetir mobil.”
“Kirain apa, serius banget.” Herry memalingkan wajahnya. Rona merah terlihat samar di wajahnya. Aku bahkan tidak mengerti, apa yang membuatnya tersipu malu begitu?
“Aku pengen yang kayak kemarin sore.” Bisik Herry tepat di telingaku. Gantian aku yang sekarang merona. Ya Tuhan.
“Ke mobil yuk.” Ya ampun, Herry! Seperti kerbau dicucuk aku masuk kedalam mobil. Kaca mobilku gelap. Jadi tidak bakal kelihatan dari luar. Tapi ya ampun, ntar kan pasti goyang-goyang.
“Beb, yang kemaren masih perih?”
“Enggak kok.” Jawabku jujur dan agak malu.
“Coba nungging, aku pengen liat.” Gila!! Aku malu banget.
“Engga ah Her!”
“Nungging ah! Pengen lihat!” dengan perasaan malu, ganjil dan jujur agak excited, aku menurunkan celana abu-abuku beserta celana dalamku dan nungging. Ya ampun. Malu banget sumpah!
“Iya, merah ya warnanya.”
“Uda kan Her?” tanyaku masih dengan perasaan malu.
“Bentar.” Aku agak terperanjat saat ada jari yang menyentuh bagian sensitifku itu dengan lembut. Rasanya aaah, dasar bottom! Hahaha.
“Enak engga?” Aku hanya mampu mengangguk. Jujur, terlalu malu untuk menjawab. “Yah, enak banget!”
“Sini beb.” Herry menarikku kedalam pelukannya. Agak sulit mengingat mobilku yang agak kecil. Oke, mungkin aku harus mempertimbangkan untuk membeli trans jakarta. Sepertinya bakalan lebih luas untuk bercinta. Hahaha.
“Aku ketagihan mbek bibirmu Sen.” Tepat saat bibir Herry mau menyentuh bibirku, kaca mobilku diketuk seseorang. Dengan kecepatan yang hanya aku dan Tuhan yang tahu, aku segera membetulkan celanaku. Shit!
“Inggih Pak?” Herry keluar dari pintu mobil samping dan menyapa bapak-bapak pedagang siomay. Kita tadi memang sempat pesan siomay sebelum adegan mesum tadi terjadi. Dan setelah aku yakin bahwa aku rapi dan wujudku tidak begitu terlihat seperti perawan yang baru saja digagahi, aku keluar dari mobil dan tersenyum ramah pada bapak-bapak penjual siomay tadi yang agaknya sedikit curiga.
“Monggo den, siomaynya.”
“Iya Pak, makasih.” Aku berusaha mengabaikan bapak-bapak tadi. Serius, tatapan menyelidik si bapak siomay itu bener-bener aku abaikan. Aku abaikan. Walaupun jujur, sangat mengganggu. Dan Herry hanya senyum-senyum gaje. Sudahlah.
***

“Lo ada sodara lo berkunjung juga malah pulang malem.” Aku mengabaikan celotehan Revan. Keluar dari mobil dan menutupnya tanpa sekalipun menatap Revan.
“Lo tahu gak gua mati garing disini tadi kare. . .” Mulut Revan langsung berenti ketika melihat Herry turun dari mobil. Aku rasa hampir semua cowo gay juga akan melakukan hal yang sama. Mengingat, aku melirik pacarku itu dari samping. Body Herry yang sekarang memang sangat seksi.
“Eh, temannya Seno ya? Kenalin gua Revan. Sepupunya Seno.” Entah pendengaranku yang memang agak keliru atau bagaimana tapi, sejak kapan Revan jadi sok laki begini? Cara bicara dia barusan kaga ada logat ngondeknya sama sekali. Bahaya!
“Dia laki gua. Awas lo macem-macem!” kataku cepat. Harus banget mengubur harapan-harapan indah yang mungkin sudah diangan-angankan oleh Revan begitu melihat ‘the young hot boy’.
“Eh? Serius?” Revan sepertinya agak tidak percaya. Namun melihat anggukan kikuk dari Herry sepertinya sudah lebih dari cukup untuk Revan.
Dan hal yang paling menyebalkan adalah Revan mengikutiku dan Herry ke kamarku. Entahlah, aku ingin berduaan dengan pacarku. Serius, aku kangen Herry dan you know what lah, aku pengen agak esek-esek sama dia. Tapi kalau ada Revan? Masa kita mau threesome? Sama Revan? Mending Galih aja, Eeh?
“Gimana kalian bisa jadian?” Aku langsung menoleh ke arah Revan dan menyuruhnya agak memelankan suaranya. Kalian tau kan banci kalau uda kepo bawelnya bisa ngalahin cewe? Karena jujur, aku juga kadang begitu. Ha? Lupakan!
Herry memang rencananya mau nginap disini. Besok akan ada ulangan, kita mau belajar bareng. Okay, aku akui ini Cuma buat modus doang. Yah, alesan sebenarnya sih emang dasarnya aku kangen. Jadi aku paksa Herry untuk menginap disini.
“Tapi kalian gak cocok! Masak bottomnya lebih tinggi dari topnya sih?!” Aku yang tengah berkutat dengan laptopku langsung menoleh sadis ke arah Revan.
“Bottom apa Rev?” Tanya Herry.
“Panggil dia Revi Her,” kataku sebelum akhirnya bantal empuk bersarang dikepalaku. Fakta bahwa sesudah Revan tahu kalau Herry pacarku, sifat machonya di awal sudah lenyap.
“Lo gak tau bottom sama Top Her?”
“Lagian kayak lo yakin aja gua yang jadi bottomnya!” Sahutku sengit. Revan memandangiku atas bawah.
“Lo emang gak ngondek Sen, tapi gua yakin lo jelas bottom. Yakin!”
“Sial lo!” gantian aku yang melempar bantal tepat ke kepalanya.
“Lha emang bottom sama top apa artinya Rev?” Ni anak masih aja nanya.
“Bukan hal penting kok Her,”
“Tapi aku pengen ngerti Sen.” Herry sepertinya ngotot. Hmm, ingatkan aku untuk menggantung Revan nanti di pohon mangga samping rumah.
“Top itu yang masukkin, kalo bot itu yang dimasukkin.” Revan benar-benar menjelaskannya. Gila!
“Ooh, tapi aku gak keberatan kok jadi bot.”
“Uda lah, bisa kita ganti kali topiknya?” Aku akhirnya menyampaikan keberatanku. Bagaimanapun juga, aku takut ada yang mendengar percakapan kita bertiga.
“Maaf den mengganggu, bisa saya pinjam kontak mobilnya? Sudah waktunya di service den.” Aku menoleh ke pintu dan melihat Galih disana. Dan entah kenapa tiba-tiba hatiku nelangsa. Salahkah jika aku mencintai dua orang dalam waktu yang bersamaan?
“Iya mas, sebentar Seno ambilin.” Aku sempat menangkap beberapa kali Galih dan Herry sama-sama saling curi pandang.
“Ini mas.”
“Inggih Den, monggo.” Aku hanya mengangguk sambil tersenyum tertahan.
“Ee Ee, kamu ketahuan, matanya jelalatan!”
“Sial lo!” kataku sambil menjitak kepala Revan. Revan langsung kabur dengan memeletkan lidahnya. Ck, dasar anak kecil!
“Galih ganteng, kamu cocok sama dia.” Aku menoleh ke arah Herry dan agak terkejut mendengar kata-katanya.
“Dia dewasa juga Sen.”
“Oke, kalau itu mau kamu. Aku bakalan pacaran sama Galih.” Kataku agak jengkel.
“Lho kok ngono sih?”
“Lha kan kamu yang nyuruh tadi?”
“Guyon! Aah, ra ngerti dicemburui.” Aku tersenyum sejenak sebelum akhirnya memeluk Herry.
“I love you.”
“Sen, mama denger ada Herry ya?”
Deg.


Bersambung . . .

8 komentar:

  1. Oow kamu ketauan, wah kentang banget nih motongnya. Lanjutin dong Tam, eh iya happy new year ya! :D

    BalasHapus
  2. Ish ... Tanggung banget nan motongnya... Oh iya Happy New year yah... (っ˘з(˘⌣˘ )

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan main cipok km. Ntar aku cipok balik lho.
      happy new year for you too.

      Hapus
  3. Aku suka goresan2 yg engkau ukirkn di rumah kedua mu ini
    aku suka smua yg engkau critakn ,, smua yg kubaca seakan aku merasakan nya .. Kamu jahat bang karna sudah membuat aku menghayal terbeng kesana ketempat dimana Seno dan org yg mencintai nya berada . .kamu jahat ,bhkn sangat jahat . .tp aku tak dpt mengukiri satu hal bhwa aku cinta karya2 mu . Ingat hanya karya karya mu bukan dirimu .. Hehehehe
    happy new yers

    BalasHapus
  4. Entah kenapa ketika aku melihat goresan goresan di rumah kedua mu ini aku merasa begituh tertarik .. Seperti seekor burung merpati yg berada di taman bunga yg indah yg menarik perhatian setiap org melihat nya dan aku adlh salah satu nya .. Sebenarnya kamu adlh org jahat yg membuat saya menghayal akan berada di posisi "SENO" yg di kelilingi org yg menyayangi nya .. Bhkn kamu lbh dr jahat karena kamu sudah membuat saya jatuh cinta pada goresan goresan indah mu ini .. Perlu di INGAT jatuh cinta hanya pd goresan goresan indah mu bkn dngan dirimu . . Aku jatuh cinta pd karya karya mu .. Lanjutkn The Series 15 nya .
    Happy new years . .

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

leave comment please.