FOLLOW ME

Minggu, 08 Desember 2013

THE SERIES 13

Cowok terceroboh sepanjang massa, kalian boleh melabeliku seperti itu. Aku akan terima dengan lapang dada. Sungguh. Bagaimanapun juga, bagaimana mungkin aku meninggalkan mobilku begitu saja di rumah sakit dan melenggang santai pulang ke rumah. Oh ya, diantar mantan pacar lagi. Hebat!
Walaupun papa dan mama tidak begitu mempermasalahkan soal itu. Karena Paman Pri dan Lek Tien terus meyakinkan kedua orangtuaku bahwa mobilku aman. Tidak akan ada yang mencurinya. Aku juga sangat yakin itu. Terlebih lagi, hampir semua orang di kota ini tau kalau itu mobil milikku. Aku juga yakin akan hal ini.
Yang jadi masalah adalah, keesokkan harinya aku dan Galih harus mengambil mobil itu berdua. Ya berdua. Kurang jelas? BERDUA!!
Awalnya hanya Galih yang akan mengambil mobilnya. Namun, mama dan papaku sepertinya sedang mengajariku rasa tanggung jawab. Karena dengan dalil tanggung jawab tersebut kedua orang tuaku menyuruhku –akan lebih tepat kalau aku sebut memaksa sebenarnya- untuk menemani Galih mengambil mobilku di rumah sakit. Galih sudah sehat kalau kalian ingin tahu. Daya sembuhnya luar biasa.
Walaupun dia masih memakai jaket lumayan tebal walaupun udara lumayan cerah disini. Kita naik angkot untuk pergi ke rumah sakit. Bukan, ini bukan pengalaman pertamaku naik angkot, bukan! Aku pernah naik angkot dulu bareng Hendra. Tambahan lagi, disini tidak ada taksi. Jadi ya begitulah. Terdamparlah aku dengan manis di dalam angkot ini.
Beberapa penumpang mengajakku mengobrol dengan gaya sok kenal yang membuatku muak. Namun aku masih tahu sopan santun. Aku menanggapi mereka dengan sopan, walau terkesan sebal. Aku tidak bisa menutupinya. Perasaan sebalku.
Setelah sampai depan rumah sakit. Aku harus mengucapkan terima kasih kepada sopir angkot karena sebenarnya jalurnya tidak sampai depan rumah sakit. Namun karena sopir angkotnya berkeras bahwa dia ingin membalas budi eyang dengan sedikit menyenangkan cucunya, ya sudahlah. Aku hanya bisa berterima kasih. Eyangku sepertinya sangat baik sekali.
“Den?” Galih memanggilku. Ampun deh, aku dan Galih memang sama sekali tidak mengobrol sejak tadi. Bagaimanapun juga, aku tidak tahu harus bersikap bagaimana. Galih menciumku dan mengatakan kalau dia mencintaiku. Dan aku tidak tahu harus menanggapinya seperti apa. Pada kenyataannya aku juga masih mencintai Herry. Aku tidak bisa menerima Galih karena hatiku masih bercabang. Aku juga tidak bisa menolaknya karena jujur, aku mulai menyukainya.
“Iya?” suaraku kaku. Bahkan agak dingin.
“Maaf, saya kemaren . . .”
“Uda mas, gak papa. Itu mobilnya mas. Buruan yok, makin panas nih!” aku berusaha sekeras mungkin agar perhatian Galih teralihkan. Agar dia menjauhi topik ini untuk beberapa waktu kedepan. Mungkin ciumannya memang lebih hebat dari Herry, tapi aku tidak akan membandingkannya. Galih berusia 20’an awal sedangkan Herry seumuranku. Jelas bahwa secara jam terbang Herry kalah. Apalagi, aku adalah cinta pertama Herry. Jelas sekali jam terbang Herry adalah NOL BESAR. Galih? Aku yakin pemuda setampan dia mempunyai pengalaman seksual yang lebih. Mungkin. Hanya mungkin.
Didalam mobil, kondisi tidak menjadi lebih baik. Aku dan Galih seperti terjebak dalam suatu keadaan rumit. Aku apalagi, aku tidak tahu harus memulai percakapan. Dulu, aku bersikap masa bodoh dan ketakutan. Jadi memang aku menghindari mengobrol dengan Galih. Kalau sekarang, situasinya jelas berbeda. Galih suka aku, aku suka dia. Seharusnya kita pacaran. SEHARUSNYA.
Namun kondisi yang terjadi adalah sebaliknya. Kita menjadi kikuk antara satu sama lain. Di luar, Galih tetap tampak tenang seperti biasa. Tapi aku yakin bahwa hatinya juga ketar-ketir. Dia baru saja nembak aku dan apa yang telah aku lakukan? Aku belum menjawab pernyataan cintanya. Sudahlah, bahkan hingga sampai rumah pun kita sama sekali tidak mengobrol. Hubungan kita jadi sangat aneh. Huft.
***

Aku mengikuti Herry dan Taufik dengan sangat hati-hati. Sangat hati-hati banget malah. Mungkin aku berbakat menjadi detektif. Hari ini seperti sebelumnya, Herry menjadi dingin lagi padaku. Lebih menjaga jarak bahkan terkesan tidak mengenalku. Aku semakin curiga.
Dan begitu kesempatan itu datang –aku menyebut bahwa melihat Taufik dan Herry pergi berdua secara diam-diam adalah kesempatan- aku tidak ingin menyia-nyiakannya. Maksutku, kapan lagi? Kapan lagi aku akan mengetahui ada apa di balik semua ini!
Aku harus menahan perasaanku saat Taufik beberap kali meremas pundak Herry dengan mesra. Semoga mereka tidak menyadari kehadiranku. Beberapa hari ini aku getol belajar bahasa jawa, bagaimanapun juga aku sangat membutuhkannya. Mereka pasti ngobrol pake bahasa jawa kan? Hallo?
Baru kali ini juga aku mengumpat tinggi badanku. Seandainya tubuhku lebih mungil, mengintai Taufik dan Herry akan lebih gampang aku lakukan.
Mereka sekarang berada di lingkungan sekolah yang bahkan aku tidak tahu. Maksutku, ini masih di lingkungan sekolah. Aku tahu itu karena kita belum keluar gerbang. Hanya saja aku belum pernah kesini sebelumnya. Gedung yang baru dibangun untuk menambah kelas baru.
Mereka berdiri berhadap-hadapan. Taufik menatap Herry sedangkan Herry memalingkan wajahnya. Ingat? Tinggi badan Taufik bahkan lebih tinggi dariku. Hal yang tidak aku duga selanjutnya adalah Taufik membuka kait celananya, menurunkan resletingnya kemudian menurunkan celana abu-abu beserta celana dalamnya.
Glek! Baru kali ini aku melihat batang kejantanan Taufik. Kecil banget!! Okay, itu belum ereksi, tapi ya ampun! Aku tidak tahu ada laki-laki yang mempunyai ukuran penis sekecil itu. Tidak sebanding dengan tubuh tinggi dan kekarnya. Huft, bikin geli daripada bikin nafsu.
“Emut!” itu kata pertama Taufik untuk Herry. Dari tadi mereka belom mengobrol, sejauh yang didengar telingaku. Herry semakin menunduk dan memalingkan wajahnya. Ini yang aneh, kalau mereka mempunyai hubungan khusus, seharusnya engga perlu Taufik memerintah Herry seperti itu kan?
“Emut goblok!!” oh, jadi sifat kasar Taufik memang tidak akting waktu MOS dulu. Mengerikan. Aku melihat Herry masih enggan.
“Oh, berarti koe pengen Bu Lilis karo Pak Hadi ngerti nek anak’e kiey homo!!” deg. Jadi ini ancaman Taufik? Orangtuaku? Herry menekuk kedua lututnya, namun mulutnya masih enggan untuk. . .
Aku sebenarnya ingin kesana. Tapi apa itu akan membantu Herry? Bagaimana kalau ancaman Taufik tidak main-main? Bagaimana kalau Taufik benar-benar mengadukanku? Aku sama sekali belum siap keluargaku tahu akan hal ini. Sama sekali belum siap!
Air mataku merembes keluar saat melihat Herry dengan terpaksa mengulum penis Taufik. Dia berkorban demi aku! Ya Tuhan, pria yang aku cintai melakukan hal hina ini untuk melindungiku! Tidakkah Engkau tersentuh untuk membantu jalan cinta kami Tuhan?
Aku . . .
Aku bahkan tidak sanggup melihatnya. Apalagi Herry yang menjalaninya? Apa yang harus aku lakukan? Aku menoleh kesekeliling dan melihat cat kaleng itu. Masih penuh. Setidaknya, aku bisa membuat kegaduhan dan membuat mereka berpikir bahwa mereka tidak hanya berdua saja disini. Aku mengambil kaleng cat tersebut. Ada lima kaleng dan melemparkannya secara liar kearah mereka. Tidak ke tubuh mereka tentu saja. Dan aku langsung lari sekencang-kencangnya. Setidaknya yang aku lihat sebelum aku lari adalah Taufik buru-buru memakai celananya.
***

Aku memikirkannya seribu kali sebelum aku membuat keputusan ini. Ke rumah Herry. Aku sengaja memakai jumper berhoding untuk menutup kepalaku. Naik angkot, tidak membawa mobil sendiri. Pergi secara diam-diam. Semua ini aku lakukan agar kepergianku tidak terlihat oleh Taufik. Bagaimanapun juga dia tinggal dibelakang rumah eyang. Beberapa hari ini aku juga jadi kepikiran bagaimana kalau selama ini Taufik memata-mataiku? Agak gila memang daya khayalku. Namun melihat apa yang dilakukan Taufik pada Herry, aku tahu kemungkinan itu ada. Sangat ada. Jujur, aku juga masih geli melihat ukuran penis Taufik. Oke, out of story I think.
 Aku mengetuk rumah Herry dengan agak pelan juga. Lebay sih, tapi ya itu aku paranoid. Untung saja Herry langsung membukanya. Syukurlah dia yang membuka.
“Seno?!” Aku mendorongnya masuk dan langsung menutup pintu. Tingkah lakuku persis orang mau merampok.
“Kamu sendirian?” haduh, pertanyaanku juga seperti orang mau merampok. Herry mengangguk pelan.
“Ibu sama Bapak lagi kondangan ke rumah sodara.” Herry sepertinya masih linglung kenapa aku tiba-tiba ada disini dan bertingkah sangat aneh.
“Ke kamarmu aja.”
“Sen, kamu mendingan pulang!!” aku menoleh kearahnya dan mendelikkan mataku.
“Jangan bertingkah seolah-olah kamu gak mencintai aku lagi!”
“Opo tho koe kiey! Kita ues putus Sen!!”
“Bukan berarti kamu gak cinta aku lagi kan?!”
“Aku mbek Taufik sekarang!” aku menggelengkan kepalaku.
“Dan itu karena aku kan? Aku tahu semuanya Her, please? Kenapa kamu gak cerita?” Herry tampak kaget sesaat dan dia menolehkan kepalanya. Menghindari tatapanku.
“Jadi yang kemarin lusa itu kamu?” aku mengangguk.
“Kamu mau cerita kan?” Herry dengan lesu akhirnya  mengangguk sebelum selama lima menit dia hanya diam saja.
***

Aku sudah menyiapkan diriku sedemikian rupa agar siap mendengar cerita Herry. Setidaknya aku benar-benar menyiapkan diriku untuk mendengar cerita yang paling mengerikan sekalipun. Namun kenyataannya, aku bergidik. Dan hanya bisa memeluk Herry. Herry tidak bercerita namun dia menyerahkan sebuah buku kecil bergambar Satria Baja Hitam. Sebenarnya, bisa saja aku menertawakan Herry karena memiliki buku harian bergambar Satria Baja Hitam, hanya saja waktunya tidak tepat. Benar-benar tidak tepat.
***

16 Juli 2012.
Aku memperhatikannya. Anak yang katanya cucunya eyang Prawiro itu. Dan senyum-senyum sendiri. Dia tidak mengenal takut pada kakak kelas. Hah, mungkin karena dia dibesarkan dengan segala yang ada dengan orang-orang yang selalu menurutinya, jadi mana mungkin dia harus merasa takut? Dia punya kuasa. Bahkan yang aku dengar dia bisa saja membeli sekolah ini. Ya, eyangnya adalah orang yang memberi sumbangan terbesar di sekolah ini tiap tahunnya. Aku yakin, pihak sekolah akan menjilat habis-habisan padanya. Namanya Arseno Erlangga Prawiro.

Ps. Dia manis dan tampan sekali.

28Juli 2012
Kita ada PERSAMI. Akan ada jerit malam juga katanya. Dan kalian tahu? Aku seregu dengan Seno! Aku senang. Bagaimanapun, aku ingin menjadi teman dekatnya. Sepertinya dia orangnya asik. Sejauh yang aku tahu dia tidak seperti orang-orang kaya kebanyakkan. Dia bahkan bergaul dengan siapa saja.

Ps. Semakin hari dia semakin tampan. Aku suka.


31 Juli 2012
Capek karena PERSAMI masih kerasa! Tapi aku bahagia. Kenapa? Karena aku bisa mengobrol panjang lebar dengan Seno. Sesuai dugaanku. Dia asik banget. Oya, juga gaul. Haha, dia kan anak ibu kota. Wajar dia gaul.

Ps. Seno tidak hanya tampan, dia keren dalam penampilan.

12 Agustus 2012
Tau gak? Hari ini aku mengajak Seno dan Hendra ke kali kedu. Sebenarnya sih, aku pengen ngajak Seno doang. Tapi ini idenya Hendra. Jadi ya mau tidak mau tuh anak ikut juga. Sebal! Beberapa kali aku mancing Seno dengan bugil didepannya. Mukanya merah, manis sekali!

Ps. Sepertinya aku makin tergila-gila dengan Arseno Erlangga Prawiro.


5 September 2012
Uda lama ya aku gak cerita sama kamu? Kamu tau engga? Hehe, pasti engga ya. Kemaren Seno ngajak aku nginep di rumahnya. Berdua! Gak ada si kunyuk Hendra! Dia pengen tau perasaanku ke dia. Sebenarnya aku sudah lama tau kalau aku memang suka Seno. Abis dia manis!
Tapi selama ini aku pura-pura biasa. Aku semata-mata takut Seno gak ada perasaan yang sama denganku. Tapi . . .
Ah. . Aku tidak tahu bagaimana menceritakannya. Aku bahagia. Belum pernah sebahagia ini. Aku juga ciuman lho sama Seno. Bibir sama bibir. Hehe, akhirnya aku bisa juga mencecap bibir merah tipisnya yang selama ini Cuma ada di angan-angan.

Ps. Ini hari jadi aku sama Seno. Herry Prawira love Arseno Erlangga Prawiro. Norak ya? Biar!!

7 September 2012
Semalam aku menginap lagi lho di rumah Seno. Tapi ada si kunyuk sekarang. Hih! Tapi aku tetep seneng. Aku semalam juga liat tititnya Seno. Lucu! Belom disunat. Hahaha. Bibirku juga sudah mencecap rasanya. Manis sama seperti bibirnya. Tapi kali ini kepergok sama Taufik. Huh, tu orang ganggu aja.

Ps. Aku cinta Senoku.


14 Sepetember 2012
Aku mengajak Seno jalan-jalan sebelum dia disunat. Aku mengajak dia ke tempat favoritku. Tadinya aku takut Seno gak suka. Dia kan anak ibu kota. Aku pikir, mungkin Seno sukanya nongkrong di cafe ato apa itu tempat minum-minum kopi? Starbuks? Ah, entahlah. Aku hanya pernah mendengarnya di radio.
Tapi waktu aku melihat senyumnya, aku jadi lega. Dia suka! Ya Tuhan, semakin hari aku semakin mencintainya.

Ps. Semoga cinta ini bertahan lama.

17 September 2012
Aku tadi tidak pergi ke sekolah. Aku kaget setengah mati waktu Taufik tiba-tiba datang ke rumahku pagi-pagi sekali. Dan ucapannya membuatku uring-uringan. Dia akan mengadukan hubunganku dengan Seno ke orang tua Seno. Dia bilang, bisa saja Seno didepak dari rumah dan dicoret dari daftar ahli waris. Seno bakal jadi gembel. Membayangkannya sudah membuatku muak. Aku tidak mau hal itu terjadi. Syaratnya hanya satu, menuruti semua permintaan Taufik. Sial!!

Ps. Aku kangen Seno

25 September 2012.
Ini hari terberat dalam hidupku. Setelah kemarin-kemarin aku menjauhi Seno, hari ini aku resmi memutuskannya. Aku menangis semalaman. Bapakku bilang, laki-laki tak boleh nangis. Tapi yang ini beda. Aku melepaskan Seno. Melepaskan orang yang paling berarti dalam hidupku. Paling aku cintai. Aku ingin dia bahagia. Biar saja aku yang berkorban melayani nafsu bejad Taufik.

Ps. Hari ini aku memandangi foto Seno berjam-jam. Aku tak kan pernah bisa memeluknya lagi.

18 Oktober 2012
Menyebalkan! Hari ini Taufik mengajakku ke toko buku. Aku muak sekali melihat tampangnya. Katanya, aku tambah tampan saja. Aku jijik mendengarnya. Oh ya, aku bertanya-tanya kenapa ya dengan Senoku? Kenapa akhir-akhir ini dia murung sekali? Aku mengkhawatirkannya. Apa ada hubungannya denganku?
Bahagialah Senoku, aku mohon! Hatiku serasa dicabik-cabik melihatmu yang selalu murung. Aku ingin memelukmu. Tapi aku tidak bisa. Benar-benar tidak bisa. Bukan berarti aku tidak mau.

Ps. Rindu ini membunuhku. Aku kangen SENOOOOO.

8 Januari 2013
Wah, sudah lama aku tidak bercerita pada kamu. Kamu adalah sahabatku yang selalu ada, hehe. Ini pertama kalinya sejak liburan semester satu kemaren aku melihat Seno. Dia semakin tampan saja dengan gaya rambut spike barunya.
Liburanku sendiri tidak menyenangkan. Aku menghabiskan liburanku dengan membantu para buruh bapakku menambang pasir. Bapakku menentang habis-habisan, tapi daripada tidak ada kegiatan dan membuatku merana karena memikirkan Seno?
Kelakuan Taufik makin menjadi-jadi. Ini pertama kalinya dia memintaku mengoral penisnya. Jijik! Punya Taufik tidak seindah punya Seno. Ukurannya sangat kecil! Penis terjelek yang pernah aku lihat!
Sudahlah, aku jadi mual mengingatnya. Taufik benar-benar bajingan!

Ps. Seandainya aku bisa mengacak-acak rambut spike Seno. Dia pasti bakal mencak-mencak. Aku kangen banget.

25 Januari 2013
Seno emang keren! Dengan mobil barunya dia makin keren. Hari ini dia menyetir sendiri. Oya, Seno kan belom jadi mengajariku nyetir mobil. Tapi sekarang aku tak bisa menagihnya. Lagipula, dia punya sopir ganteng sekarang. Sudah sejak lama sih. Tapi sesudah liburan, mereka seperti tambah akrab saja. Aku cemburu!
Aku? Hariku semakin suram kurasa. Tadi Taufik menyodomiku. Tidak begitu kerasa sakit karena punyanya hanya sebesar jari telunjuk. Tapi kemudian dia pake timun. Anusku perih sekali. Bahkan masih perih hingga sekarang.

Ps. Aku benci Taufik, ingin aku bunuh dia rasa-rasanya.

27 Januari 2013
Aku mencium Seno! Aku tidak bisa menahannya. Setelah kemarin menjenguk Hendra dan tidak sengaja Seno datang juga, aku jadi hilang kendali. Sekali lagi saja, aku ingin bisa jalan bareng Seno. Sekali saja.
Dan dia mau, walaupun dia hanya diam saja. Tapi aku sudah senang. Bisa melihatnya makan dan sesekali wajahnya yang merona merah. Aku senang. Aku bahagia, setelah sekian waktu aku lupa apa itu bahagia.

Ps. Taufik melihatku mencium Seno. Aku tahu konsekuensinya. Aku tahu

02 Februari 2013
Tubuhku masih merah biru disana sini. Tadi Taufik menghajarku habis-habisan. Dada, puting dan testisku diberi tetesan lilin. Sakit sekali. Anusku juga masih perih karena hajaran Taufik. Kali ini dia pakai timun yang ukurannya lebih besar. Aku benar-benar ingin membunuhnya aku rasa. Aku muak padanya.
Dia bilang jangan sentuh Senonya –adiknya yang sangat berharga- dan jangan mencoba selingkuh. Selingkuh? Aku tidak merasa aku pacaran dengan Taufik!!

Ps. Hatiku lebih sakit daripada tubuhku. Sakit didera rindu. Aku kangen Senoku.
***

Aku menjatuhkan buku bergambar Satria Baja Hitam itu. Buku harian itu sudah tak tampak lucu dimataku.
“Buka bajumu Her.” Kataku pelan.
“Buat apa?” Herry bertanya tidak tahu.
“Buka aku bilang!!” Herry membuka bajunya walaupun dengan pandangan bertanya-tanya. Dan aku terkesiap. Tubuh atletisnya tak lagi mulus. Memar-memar merah biru melintang disana sini. Oh Herry ku. . . .


Bersambung. . .

6 komentar:

  1. uhhh jengkel bgt liat taufik :@
    dasar pen*s kecil aja belagu..
    keep up the good work !

    BalasHapus
  2. Mau dong jadi taufik... besok request MB aja dong namanya..

    BalasHapus
  3. Benci bgt sama taufikk.... Terlaluuu sok!!!! Semangatt buatt heryyy... Up up up up up (ง^-^)ง. Senoo pliss beranii sedikitt napa?!! Jangann sampaii besarnya rasa takutmu melebihi rasa cintamu k'herii...

    BalasHapus
  4. thanks all buat komennya.

    BalasHapus
  5. Suka ceritanya, gak ribet dan gak terlalu berat..
    Keep writing..
    Ten thumbs 4 U...hehe

    BalasHapus

leave comment please.