CERITAKU 13
Aku menikmati moment ini, saat saat
yang sangat intim bersama Rafky.Tak harus di atas ranjang dan dalam kondisi
telanjang. Namun
suasana ini sudah sangat membuatku serasa melayang terbang ke antariksa.
“lu sayang gua?”, pertanyaan konyol
“gua sayang sama lu”
“lu cinta gua?”, lagi lagi Rafky
bertanya dengan pertanyaan yang tak kalah berbobot dari pertanyaan pertama.
“gua cinta lu”, aku meladeni
pertanyaanya. Mungkin dia sedang ingin kepastian.
“Andi?”, aku terus terang agak
tercengang dengan pertanyaan ini. Andi? Kenapa
Rafky membawa bawa nama Andi?
“ya? Kenapa Andi?”, aku balik
bertanya
“lu masih sayang dia?”. Aku
bergidik, pertanyaan ini kalau di jawab akan memancing pertanyaan selanjutnya
yang ujung ujungnya pasti akan memojokkanku.
“jujur?”
“ya iyalah di jawab jujur!!”, aku
mendongakkan kepalaku. Menatap mata Rafky yang dulu sempat aku juluki mata
sinis.
“masih”
“kenapa?”. Betul kan? Dan kalau aku
jawab lagi maka akan ada pertanyaan pertanyaan yang semakin menyulitkanku untuk
menjawab.
“gua juga kaga tau. Emang segampang
itu apa nglupain seseorang”, aku mulai sewot.
“sorry, gua cuman takut lu bakal
pergi dari gua”. Aku menelusupkan wajahku kembali, menghirup aroma leher Rafky
yang memabukkan. Aku
tahu ketakutan semacam ini, aku sangat paham. Dulu saat Andi begitu
terasa jauh dari jangkauanku.
“gua kaga bisa janji, tapi saat ini
gua sayang sama lu. Gua cinta sama lu”, ini pengakuan jujurku. Aku memang tak
kan pernah bisa memberi Rafky janji janji palsu bahwa kita akan bersama
selamanya. Tidak. Tidak
bisa, aku anak sulung dan aku tak mungkin mengecewakan ibuku. Ya, aku pasti menikah
dengan wanita kelak. Membawa
garis keturunan keluargaku. Aku
melepaskan diri dari pelukan Rafky lalu duduk di atas ranjang.
“pertanyaan gua bikin lu bad mood?”,
Rafky berlutut di antara kakiku. Aku menatapnya, menemukan kesungguhan
cintanya.
“gak”
“iya”, Rafky ngotot
“gak!”
“iya kok, tu muka lu cemberut”, aku
tersenyum.
“gua sayang lu Raf”, Rafky berdiri
lalu menarik tanganku.
“apa gua uda bilang kalau lu itu
manis? Gua suka gingsul lu?”, aku tertawa terbahak. Memeluk Rafky semakin erat.
“miliki gua seutuhnya Raf”, Rafky
mengangkat salah satu alisnya. Aku mengangguk, kemudian mencium
bibirnya.Tadinya aku hanya menyentuhkan bibirku pada bibir Rafky sekilas, namun
lidahnya menggodaku.Terjulur dengan seksi saat menjilati tepi bibirnya. Aku langsung menundukan
kepala Rafky, menyerang bibirnya dengan ganas. Menggigiti tepi bibirnya,
memasukkan lidahku untuk beradu dengan lidah Rafky. Untuk 5 menit awal aku
yang memegang kendali, tapi selanjutnya keadaan berbalik. Rafky mendorongku hingga
jatuh di atas ranjang.
“katanya baru ciuman 2 kali?”, kata
Rafky sambil melepas celana pendeknya. Ketika Rafky berdiri lagi aku hanya bisa
menahan nafas. Rafky
berdiri dengan sangat seksi. Celana
dalam putihnya tak cukup mampu menyembunyikan keindahan kejantanan Rafky. Bulu bulu halus berbaris
rapi di garis perutnya. Rafky
menyusulku naik ke atas ranjang.
“boleh?”, tanya Rafky dengan
ekspresi lucu. Aku hanya bisa tergelak yang di ikuti anggukan kepalaku. Mendapat persetujuan
dariku, Rafky langsung menyerang bibirku. Awalnya hanya ciuman
lembut dan pelan. Saling
menyesapi rasa dari pasangannya. Namun, nafsu semakin menguasai.
Ciuman ini semakin buas, tak henti hentinya lidah Rafky menggelitik titik titik sensitive di dalam mulutku yang
bahkan tadinya pun aku tak tahu. Seragam putih atasku sudah di tanggalkan, kini tangan Rafky sedang
sibuk berkutat dengan kancing celana abu abuku. Tanganku sendiri memeluknya,
mengusap punggungnya yang sudah mulai berkeringat. Sedangkan bibir kami
masih bertaut. Sekarang
bagian terintim dari tubuhku terbuka sudah, celana abu abu dan celana dalamku
di pelorotkan Rafky sebatas paha. Rafky melepaskan ciumannya,
melongokan kepalanya ke bawah.
“bentuknya bagus”, aku hanya bisa
memalingkan wajahku dengan wajah memerah. Aku malu abis, belum pernah aku
merasa setelanjang ini di depan orang lain. Aku pernah mandi bareng dengan
banyak teman temanku dan aku biasa biasa saja.Tapi kali ini aku merasa berbeda. Bayangkan saja, kalian
telanjang dan pacar kalian sedang memandangi kalian dengan pandangan yang-kalian-tau-maksutku-kan?
“gua suka”, wajahku semakin memerah.
Kenapa di saat situasi seperti ini pun Rafky masih sempat sempatnya mengajakku
bercakap cakap? Talk less do more!! Ingin sekali aku teriakkan seperti itu. Rafky menundukkan
kepalanya mencium pipiku berlanjut turun hingga pangkal leherku. Bermain agak lama di
dadaku.
“Raf”, desahku ketika lidah Rafky
dengan ahli bermain di puncak dadaku. Damn it!! Rafky professional sekali. Ya Tuhan, inikah yang di
sebut surga dunia? Jangan sebut nama Tuhan dulu, aku sedang berbuat maksiat.
Lidah Rafky mengikuti alur lurus hingga sampai di pusarku.Dan aku baru
menyadarinya, pusarku pun bisa membuat ku merinding disko di bibir Rafky. Kini sampailah sudah
bibir Rafky pada pusat kelelakianku. Anehnya, daya rangsang oral di area
penisku ternyata tidak semantap di putingku. Dan karena aku merasa
lelah mendesah desah dari tadi, aku menarik tangan Rafky hingga Rafky berdiri
dengan lutut yang di tekuk. Penisnya
yang masih di bungkus celana dalam terpampang di depanku, menggembung dan
kepalanya sudah mencuat dari sarangnya. Aku langsung
memelorotkannya, membuat benda menarik itu berdiri tegak layaknya tiang bendera. Awalnya aku agak sedikit
risih, ingat? Ini
adalah kali pertama aku menghisap kemaluan pria.
Selang beberapa waktu Rafky mulai
menyodok nyodokan batangnya seolah olah bibirku adalah vagina. Mungkin Rafky sedang
dilanda kenikmatan sehingga lupa bahwa aku yang bibirnya sedang di rojok
rojoknya hampir tersedak.Yang membuatku hampir bergidik adalah ketika Rafky
memposisikan tubuhku agar terlentang kemudian mengangkat kedua kakiku di
bahunya. Aku sangat mengerti adegan ini akan terjadi dan aku juga sudah
memikirkanya tadi. Beberapa kali bibir Rafky mencium bibirku, mengecup pipi dan
leherku secara bergantian. Aku
terlena, bibir Rafky memang bisa memberikan kenikmatan yang luar biasa. Namun
saat ada benda tumpul yang ingin ‘say hallo’ dengan cincin keperawananku aku
melonjak. Perih rasanya.
“hey, are you okay?”, wajah Rafky
Nampak khawatir.
“ya, gak papa. Lanjutin aja”. Rafky mengangguk, lalu
kembali membalurkan cairan bening di penisnya dan di sekitar lubang
keperawananku. Rasanya
dingin. Lagi
lagi aku hanya bisa meringis saat benda tumpul itu kembali ingin menjajah
daerah yang aku sendiri pun belum pernah melihatnya. Sulit, bahkan beberapa
menit pun benda pusaka milik Rafky belum bisa masuk. Wajahku Nampak kelelahan,
bahkan penisku sudah kembali ke keadaan normal. Kami sama sama pemula, ini adalah
pertama kalinya bagiku dan Rafky.
“gua kira bakal segampang yang di
video”, kata Rafky akhirnya. Dia
kemudian rebahan di sampingku.
“kita lakukan pelan pelan Raf”
“jangan sekarang. Ceritakan tentang
keluarga lu Nan”, kata Rafky perlahan sambil menghadapkan wajahnya ke arahku. Maafkan aku, aku merasa
sangat gagal menuliskan adegan bercinta. Sangat tidak panas dan
membosankan. Padahal
aku sudah mencoba.Haduh.
“keluarga gua?”
“iya”, aku termenung sebentar lalu
menjadikan lengan Rafky sebagai bantal. Aku menceritakan tentang
keluargaku.Tentang perceraian ayah ibuku, tentang Reno. Semuanya. Sesekali jariku mengusap
dada Rafky dengan perlahan.
“gua gak tahan, pengen coba lagi!”,
kata Rafky sambil menindihku
“gua menantikannya dari tadi”
Belajar dari pengalaman, adegan
bercintanya kita skip aja. Siap siap bakal dapat protes ni.
***
Pantatku masih agak perih, menilik
betapa keras usaha Rafky kemarin malam aku sah sah saja. Aku belum sempat
menggagahi Rafky kemaren, namun bukan berarti aku tidak akan mencobanya. Suatu
saat aku pasti akan minta jatah.
“bang, ada temennya tu”, kepala Reno
nongol di pintu kamarku.
“siapa?”
“tuh liat sendiri”, Reno berlalu
tepat sebelum bantal kesayanganku menyambar kepalanya. Dengan bersungut sungut
aku ke depan dan sedikit terkesiap melihat siapa yang datang.
“hei”, sapa tamu tak di undang itu
(kalimat ini dulu sering aku gunakan saat SMP)
“hei juga, ada apa An?”, kataku
sambil berdiri di sampingnya. Udara malam ini cukup dingin yang membuatku
sedikit bergidik.
“Cuma pengen main aja Nan, ngobrol
sama kamu”, aku hanya bisa tersenyum ringan sedikit menebak nebak apa yang akan
di lakukan Andi malam ini.
“eh, nak Andi. Yok ke dalam ikut
makan malam”, ibuku yang baru saja muncul dari depan mempersilakan Andi untuk
masuk sekalian mengajaknya makan malam.
“gak bu, uda tadi di rumah”
“hush!! Temenin Nansa, Reno sama ibu
lha. Ayo nak Andi! Jangan bikin ibu marah lho”. See? Ibuku tidak pernah terima
kata tidak. Ini
pengalamanku selama 17 tahun hidup bersama beliau.
“ayo Nansa”, kata ibuku yang
melihatku diam saja. Aku tetap tidak bergeming, diam di tempat. Rasanya makan malam
bersama Andi bukanlah moment yang tepat untuk saat ini.
“kamu mau masakan yang sudah ibu
masak susah payah di buang begitu aja?”, aku speechless. Ibuku emang jagonya,
seharusnya beliau ikut menjadi tim sukses kampanye. Akhirnya dengan langkah di
seret seret aku ikut makan malam juga. Padahal biasanya tidak ada tuh
agenda makan malam bareng. Dan
beberapa kali aku menangkap tatapan Andi ke arahku.Ya Tuhan, kalau seperti ini
terus, hatiku bisa terbagi dua lagi. Dan sepertinya takdir berkata lain, tepat
saat makan malam berakhir dan aku berharap Andi segera pulang juga hujan deras
turun. Kali ini ibuku juga tak kalah heboh untuk memaksa Andi menginap. Dengan
alasan yang memang cukup masuk akal;
1. Andi datang dengan motor,
jadi kasian jika harus pulang. Takut kehujanan plus basah kuyup.
2. Besok hari minggu,
otomatis bakal libur.
3. Kamarku cukup luas untuk
di isi berdua.
Jadi
dengan terpaksa aku akan seranjang dengan Andi malam ini. Dulu mungkin aku akan
jejingkrakan, namun sekarang jangan harap!! Apalagi jika di ingat bahwa Andi
sudah pacaran dengan Rika. Okay, ini memang kaga adil. Aku sendiri sudah
pacaran dengan Rafky dan malah kesal kaga jelas saat mengetahui bahwa Andi
pacaran dengan Rika.Tapi aku merasa seperti dikhianati, itu lebih membuktikan kalau
memang Andi masih menyimpan rasa terhadap Rika. Well, kalian jangan protes aku
juga masih menyimpan rasa terhadap Andi. Itu sebabnya, aku kurang menyukai ide
ibuku untuk mengajak Andi menginap. Dan anehnya, kenapa ibuku malah
menganjurkan Andi untuk tidur di kamarku? Kenapa tidak di kamar
ibuku saja? Toh ibuku ini yang mengajak Andi menginap!! Tanggung jawab donk,
betul kaga?
“emm,
sorry ya Nan”, kata Andi kikuk. Dia melihat seisi kamarku dengan malu malu.
“gak
pa pa, selimut?”
“ya,
thanks”. Andi menerima selimut dariku masih dengan canggung. Aku segera naik ke atas
ranjang.
“good
night An”, kataku sambil memejamkan mataku. Walau sebenarnya aku tidak benar
benar terpejam. Mataku masih mengintip apa yang akan dilakukan Andi jika aku
tertidur. Aku
melihat Andi berdiri lalu melepas kaosnya. Oh Gosh!! Don’t do it!! Jangan godai
aku!! Tidak cukup puas pamer dengan bertelanjang dada, Andi melepas celana
jeans panjangnya. Lalu hanya dengan berboxer ria, Andi naik ke atas ranjang.
Aku belum tidur, ingat? Jadi beberapa kali gesekan lenganku dengan perutnya
membuatku, apa yang harus aku katakan? Terangsang?
Tapi
itulah kenyataanya, aku terangsang. Aku ini lelaki gay yang normal, jadi
jika ada lelaki ganteng, bertelanjang dada dan dia adalah mantanku tidur di
sampingku. Apa
yang bisa aku lakukan? Tetap berusaha pura pura tertidur. Ini menyiksaku!!
Serius!! Bahkan aku berharap ini cepat berlalu, aku sangat takut jika aku akan
terseret ke dalam godaan ini. Cowok putih tinggi ini menggodaku. Sangat menggodaku.
Walaupun pada kenyataannya Andi sama sekali tak berusaha untuk menyentuhku.
Akhirnya karena mungkin kelelahan aku pun tertidur. Dan kalian jangan tanya
bagaimana posisi saat aku bangun. Karena hal itu akan membuat wajahku tersipu.
Aku bilang jangan tanya!! Aku hanya terbangun dalam pelukan Andi, okay? Forget
it.
***
Hari
Senin ini aku tidak terlambat. Hahaha,
aku boleh berbangga diri dong. Sayangnya,
moment bahagia ini harus dirusak oleh moodnya Rafky. Dia kembali seperti dulu,
jutek gila!! Dan aku sama sekali tidak tau apa penyebabnya. Menjawab singkat
apa yang aku tanyakan, kadang kadang malah pura pura tidak mendengar jika aku
sedang bertanya. Ada apa dengan Rafky? Padahal seharusnya yang marah itu adalah
aku, kemaren malam minggu tidak apel (yang datang malah Andi) dan minggunya
juga absen mengujungiku.Tapi sewaktu tadi aku ingin protes, wajah Rafky sudah
cemberut duluan. Aku
jadi mengurungkan niatku untuk unjuk rasa. Dan sekarang aku benar
benar merasa di acuhkan.
Di
lapangan upacara, aku sengaja berbaris di samping Rafky. Beberapa kali aku
menjahilinya, Rafky sama sekali tak tergerak hatinya untuk menanggapi
kejahilanku. Dia seolah olah menikmati sekali jalannya upacara yang sangat
khidmat. Sebodoh.
Di
kelas pun seperti itu. Kalian masih ingat saat aku dan Rafky dulu duduk bareng untuk
pertama kalinya karena aku terlambat? Kejadiannya hampir sama persis seperti
itu. Aku benar benar marah. Dan
puncaknya saat istirahat kedua, jadi aku menyeretnya ke toilet. Ironis jika
mengingat toilet yang aku gunakan sekarang adalah toilet dekat lapangan volley
dulu.
“salah
gua apa?”, serangku langsung. Rafky hanya mengangkat bahunya perlahan.
“gua
tanya, jawab dong!!” aku semakin emosi
“ini
di sekolah Nan, bukan di rumah”
“tapi
salah gua apa Raf? Gua pacar lu!! Kenapa lu anggurin gua dari tadi? Seolah olah
gua kaga ada?”
“nanti
ya? Hampir masuk ni”, kata Rafky sambil keluar. Bangsat!! Apa yang bisa aku
lakukan sekarang? Dan Rafky, ya Tuhan apa susahnya sih tinggal jawab salahku
apa? Ngambeknya kayak anak kecil, keterlaluan. Iya kalau aku tahu aku salahnya
apa? Lha ini? Boro
boro dah, ngomong aja Rafky irit banget.
Waktu
pulang sekolah juga. Aku
dan Indra kebagian tugas buat ngumpulin task yang tadi anak anak kerjakan. Aku
sudah bilang pada Rafky untuk nungguin aku, lalu apa yang aku dapatkan? He
leaves me. Rafky meninggalkan aku. Saat aku balik ke kelas, Rafky sudah
pulang. Di
lapangan parkir pun motornya sudah raib. Benar benar sialan.
Sekelebat aku melihat Andi melintas, rumah mereka kan sama? Nansa wake up!!
Masa lu kaga tahu malu banget? Tapi ternyata keinginanku mengalahkan harga
diriku saat ini.
“mau
pulang An?”, sapaku dengan ekspresi seperti
eh-kita-tidak-sengaja-ketemu-disini.
“iya
Nan, mau bareng?”. Aku sedikit menimbang nimbang keputusan yang sudah aku buat
tadi. Rasanya aku jahat sekali, tapi apa boleh buat? Kompleks perumahan milik
Rafky tidak ada angkot yang lewat.
“kaga.
Mau maen ke rumah kamu boleh?”.Aku mengucapkannya. Ya Tuhan, aku mengucapkannya. Aku benar benar tak punya
harga diri dan tak punya hati. Apa
yang bisa aku katakan? Aku kan hanya manusia biasa yang sedang di mabuk cinta.
Halah alasan!!
Wajah
Andi nampak sumringah. Aku
benar benar merasa berdosa. Andi
menstater motornya.
“yok
naik”, tak butuh waktu lama untuk pantatku segera hijrah tepat di atas jok
motor Andi. Andi tersenyum sekilas lalu melajukan motornya. Sepanjang jalan aku
benar benar bingung mau ngobrol apa, jadi aku memilih untuk menutup rapat rapat
mulut bandelku. Aku tengah memikirkan cara gimana enaknya untuk nanti bilang ke
Andi bahwa sebenarnya kedatanganku adalah untuk menemui saudara tirinya bukan
dirinya. Beberapa ide sempat terlintas, seperti;
1. Berkata secara langsung
pada Andi;
“An, aku rasa Rafky lebih menarik dari kamu. Jadi sorry ya, aku mau nemuin dia aja daripada kamu”. Aku yakin jika kalimat ini benar benar aku ucapkan aku harus menyiapkan leherku untuk di gorok. Jadi ide ini aku urungkan.
“An, aku rasa Rafky lebih menarik dari kamu. Jadi sorry ya, aku mau nemuin dia aja daripada kamu”. Aku yakin jika kalimat ini benar benar aku ucapkan aku harus menyiapkan leherku untuk di gorok. Jadi ide ini aku urungkan.
2. Pura pura pingsan?
Selanjutnya? Masih dalam pemikiran. Jadi ide ini juga aku skip
3. Menaburkan obat tidur di
minuman Andi. Saat Andi tertidur aku akan menyelinap ke kamar Rafky. Pertanyaannya,
dimana aku bisa mendapatkan obat itu? Sayangnya ini bukan sinetron. Buang ide
ini jauh jauh, kesannya sinetron banget.
4. Saat Andi ke toilet, aku
harus bergegas ke kamar Rafky? Ini juga kurang cemerlang. Tapi ini yang paling
masuk akal. Dan paling tidak sopan.
Jadi ide mana yang harus aku pakai?
Ini semua karena Rafky terlalu kekanakan! Dasar merepotkan. Karena terlalu
pusing dengan ide mana yang akan aku pakai nanti, aku tak sadar kalau sudah
berada di dalam halaman rumah Rafky.
“udah sampe lho Nan”, perkataan Andi
sedikit banyak membantuku kembali ke alam nyata. Aku tertegun sesaat lalu turun
dari motor Andi. Masih mematung di depan rumah Rafky. Lalu aku melihat Rafky
melintas sekilas, ingin aku mengejar. Tapi apa daya? Aku tak mungkin kurang
ajar dengan meninggalkan Andi di sini. Aku masih di ajari sopan santun.
“yok masuk”, Andi menepuk bahuku
“iya An”, aku melangkah mengikuti
Andi ke kamarnya. Mau
tidak mau aku jadi teringat saat aku menginjakkan kakiku untuk pertama kalinya
di kamar Andi. Bayangan
saat Andi tanpa busana melintas di pikiranku. Ya Tuhan, itu sudah lama
sekali. Tolak! Tolak
pikiran kotor ini!
“mau minum apa Nan?”
“terserah dah An, yang penting
dingin”
“okay, tunggu bentar ya?”. Ternyata
mencoba untuk berteman dengan mantan pacar itu sangat sulit bagiku. Canggung dan sedikit
tidak enak hati. Aku dan Andi sama sama kikuk, walaupun lebih banyak Andi yang
bertanya dan aku menjawab seadanya. Otakku benar benar berputar untuk mencari
alasan agar aku bisa lepas dari Andi dan bisa menemui Rafky. Niat yang tulus
memang selalu di beri jalan, terbukti setelah setengah jam aku berleha leha di
kamar Andi, om Bimo memanggil anak kesayanganya ini. Wajah Andi nampak sedikit
lesu saat masuk kembali ke dalam kamar.
“kenapa An?”, aku bertanya melihat
ekspresinya yang mengenaskan.
“Risky minta jemput”, yes yes yes.
Aku hanya bisa bersorak dalam hati. Risky, lu emang calon adik ipar yang baik.
Hahahaha.
“lha kenapa?”
“dia jatuh, kakinya terkilir”, aku
memutar kedua bola mataku. Tiga kakak beradik ini emang manja sepertinya. Hanya
saja mungkin porsinya yang berbeda beda.
“oh, parah banget?”
“gak tau. Kamu mau ikut?”, tawar
Andi. aku menggeleng.
“aku tunggu di sini aja”, Andi
tersenyum.
“aku berangkat dulu ya? Kalau
minumannya mau
nambah ambil aja di belakang, okay?”
“siap bos”
Andi berlalu dan aku mulai
menjalankan misiku, menginterogasi Rafky. Enak aja dia bisa nyuekkin aku
sepanjang jam sekolah tadi. Aku mengendap endap menuju kamar Rafky, mungkin
sedikit mirip maling yang kurang professional. Untungnya kamarnya tidak
di kunci, aku langsung masuk dan pemandangan di depanku membuatku sedikit
ternganga. Aku benar benar tak percaya dengan apa yang kulihat. Mungkin kalian
berpikir yang aku lihat adalah adegan Rafky dan Rehan yang sedang bergumul,
kalian salah. Walau
kalau boleh jujur, aku sempat ingin memasukkan adegan itu. Lalu aku jadi stress
dan mati bunuh diri. Tapi sepertinya aku tidak di bayar cukup tinggi untuk
adegan mati jadi ide itu aku urungkan. Maaf kalau membuat kalian kecewa.
Rafky sedang membuka situs bokep di
laptopnya. Sebuah video sedang di download. Ternyata, cowok sekeren Rafky doyan
bokep juga (kaga ada hubungannya mas).
“ngapain?”, tanya Rafky jutek saat
mengetahui kehadiranku. Dengan tanpa sepengetahuan Rafky aku mengunci pintu
kamarnya dan mengantongi anak kuncinya. Jangan pikir bisa lolos
dariku Rafky sayang, kataku dalam hati sambil memperlihatkan seringaian
manisku. Mana ada seringaian manis? Dilarang protes!!
“kita perlu banget bicara Riri”
“apaan?”, aku mendekatinya, gemas
sendiri melihat bibirnya yang dikerucutkan. Sepertinya sih Rafky kaga sadar
kalau ekspresinya saat ini membuatku gregetan.
“kenapa tadi lu nyuekkin gua?”.
Rafky diam sesaat lalu mengeluarkan ponselnya. Ini anak mungkin kekurangan
daging saat dulu di lahirkan, apa hubungannya coba ponsel dengan ekspresi
cemberutnya? Lalu terlintas di pikiranku beberapa kemungkinan terburuk. Ada yang mengirimkan
fotoku yang sedang ehm ehm dengan Andi dulu mungkin? Atau jangan jangan Rafky
ingin berbagi bokep denganku? Ngaco!!
“what the hell? Ponsel?”
“buka di panggilan keluar”
Aku membukanya masih dengan kening
berkerut. Namun saat menemukan ‘my dear’ dan nomorku yang terpampang di sana,
waktu panggilanya kemaren malam jam 3 pagi.
“Andi yang ngangkat. Kok bisa? Kenapa? Karena gua kaga
datang ngapelin lu trus lu jalan sama Andi? di golin berapa lu?”, jika aku
sedang tidak bahagia mungkin pernyataan Rafky barusan bisa nyinggung
perasaanku. Tapi aku terlalu senang, ya Tuhan!! Rafky cemburu!! Pacarku
cemburu!!
“kenapa lu malah ngakak? Gila lu
ya?”
“ya, gua gila karena lu Raf!! Ada
ada aja sih lu”, kataku sambil mendekatinya.
“kaga usah mengalihkan perhatian.
Kenapa bisa Andi yang ngangkat?”
“nyokap gua yang nyuruh Andi nginep
di rumah. Dan kalau lu beranggapan bahwa Andi memperkosaku atau aku yang
memperkosanya. Kemungkinan terburuk kita saling memperkosa, lu harus kecewa. Lu
bisa tanya nyokap gua, karena kenyataanya pintu kamar tetap gua buka”
Rafky memandangku tak percaya,
seakan akan dia ingin bilang ngibul-aja-sih-kerjaan-lu.
“lu boleh tanya Andi juga. Emang lu
ngobrol ma Andi?”
“kaga, langsung gua matiin”
“dan lu langsung menyimpulkan yang
kaga kaga?”, aku sedikit mendramatisir keadaan. Ekspresiku persis seperti seseorang
yang baru saja kehilangan harga dirinya karena di perkosa rame rame.
“maaf?”, kata Rafky perlahan.
“okay, asal jangan di ulangi.
Seperti anak kecil”. Rafky
langsung merengut, aku memeluknya. Pria satu ini benar benar membuatku
gila.
“dan ngomong ngomong soal
pemerkosaan, aku sepertinya punya ide menarik”, Rafky tersenyum mesum. Aku tak
tau idenya, tapi aku yakin aku pasti akan menyukainya.
Tbc. . .
Ardhinansa