CERITAKU 3
Aku tiba di sekolah Reno tepat 20
menit setelah pantatku menyentuh jok belakang motor Andi. Hari ini aku ketemu
langsung ma Dewi plus pacarnya yang kata Reno kemarin berhasil menyumbangkan
salah satu sperma terbaiknya bersarang di Rahim Dewi.Cukup alot, apalagi Dewi
tak henti hentinya sesenggukan di pundakku. Berasa aku yang jadi
pacarnya ketimbang Risky yang adalah pacar resminya. Nah, ini dia. Aku sempat
hampir melotot tak percaya, wajah Risky hampir serupa dengan wajah Rafky. Matanya, hidungnya,
bibirnya, bahkan perawakannya. Hanya
saja Risky sepertinya lebih pendek dari Rafky. Aku tak percaya, ternyata
kejadiannya sepele. Risky,
si cowok SMP yang wajahnya mirip Rafky itu melakukan petting bersama Dewi. Dia menggesek gesekan
alat kelaminya di atas vagina Dewi, dan Dewi bilang sebulan setelah itu Dewi
belum datang bulan. That’s it. Hanya itu, dan mereka secara cerdas menyimpulkan
bahwa Dewi hamil. Oh God!!
Akhirnya aku mengantar Dewi ke
dokter, setelah Dewi ganti baju tentunya. Berakting menjadi suaminya,
pura pura kecewa saat dokter berkata bahwa Dewi tidak hamil. Mungkin terlalu
capek atau terlalu stress sehingga haidnya tertunda. Capek memang, baru jam 7
malam aku dan Reno bisa pulang.Tapi semua itu setimpal karena aku bisa
berkenalan dengan Risky. Bahkan no. hpnya sudah tersimpan manis di phone
bookku.
Aku tengah berkutat dengan buku
matematikaku saat hp ku berdering. Sms dari Risky, aku nyengir begitu
membaca sms itu.
‘selamat malam ka’
Singkat, tapi sudah bisa membuatku
terlena. Apa
iya semudah itu aku jatuh hati pada Risky? Apa karena dia begitu mirip dengan
Rafky? Aku tak tau, tapi jari jariku bergerak lincah menekan tombol keypad.
‘malem juga de’
Send. . .
Aku kembali berkutat pada buku
matematikaku, kembali mengerutkan keningku dan menggigiti bolpenku.Kebiasaanku
kalau sedang berpikir. 5
menit kemudian sms masuk. Harapanku
kandas, bukan dari Risky, tapi dari Andi.
‘besok gua jemput ya?’
Hmm, Andi jemput aku?
‘okay’
Send . . .
Aku cepat cepat menyelesaikan PR
matematikaku, bukan apa apa, tapi aku hanya ingin cepat cepat tidur. Saat aku
menutup buku kotak ku, hp ku kembali bordering.
‘jam 6 standby’
Aku memutar bola mataku, jam 6? Pagi amat.
‘1/2 7’ balasku cepat.
‘gw lom ngrjain mtk, nyntek pnya lu’
Harapanku kalau Andi sedang pdkt
agak terkikis, jadi hanya karena ingin nyontek PR matematikaku? Humpt, bikin kesel aja. Tapi toh aku tetap
menyetujuinya. Aku setuju untuk di jemput jam 6, lagipula hemat uang transport.
Hehe,
Capek menunggu balasan sms dari
Risky akhirnya aku tertidur. Tepat jam 5 pagi aku bangun tidur, merapikan
tempat tidurku, mandi, makan dan jam 6 kurang 5 menit aku sudah menunggu Andi
di depan teras. Andi cowok yang tepat waktu, dan kita tiba di sekolah pukul 6
lebih 15. Rekor baru untukku, jujur selama sekolah disini paling mentok aku
datang jam 7 kurang 15. Itupun kalau aku lagi beruntung. Belum ada siapa siapa di
kelas, hanya aku dan Andi. Sebelum
masuk kelas tadi, Andi sempatkan membeli gorengan. Belum sarapan katanya. Mengorbankan waktu
sarapan hanya untuk nyalin PR matematika? Salut!!
“mana PR lu? Gua nyontek, cepetan!”,
Andi langsung nyerocos.
“bentar”. Aku mengeluarkan buku
matematika ku, belum sempat aku berikan, Andi sudah menyerobot duluan, seolah
olah bukuku adalah emas berharga. Segitunya ya.
“uda lu duduk sini aja”, Andi
ngomong tanpa menoleh. Tangannya sibuk menyalin sederet angka dan gambar dari
bukuku ke bukunya.
“suapin gua dong, tangan gua kepake
semua ni. Mana laper banget lagi”, Andi kembali mengeluarkan suaranya setelah
10 menit berkutat dengan PRku. Aku
melayangkan pandang ke sudut sudut kelas, memang belom ada yang datang. Tapi kalau tiba tiba ada
anak yang masuk kelas gimana?
“buset dah, malah bengong. Cepetan!
Keburu masuk ntar, gua laper banget Nan!”, Andi agak emosi, tangan dan matanya
masih sibuk menyalin PRku. Aku ragu, tapi kemudian aku mengambil satu tahu goreng,
lalu aku dekatkan ke bibirnya. Ada
rasa deg degan saat bibirnya tanpa sengaja menyentuh jariku. Rasa asing yang bahkan
belum pernah aku rasakan selama aku mengagumi Rafky. Wajahku memerah, Andi
mungkin tak menyadarinya, karena dia masih berkutat dengan PRnya.
“lagi dong, yang tempe”, Andi
kembali meminta. Tanpa diperintah 2 kali aku langsung mengambil satu tempe
goreng, mendekatkan ke bibirnya dan menikmati getaran aneh saat bibirnya
menyentuh ujung jariku. Aku menyukainya, menyukai getaran aneh saat bibirnya
menyentuh ujung jariku. Aku tak tau kalau sudah ada penghuni lain di kelas ini
selain aku dan Andi, hingga penghuni lain itu berdehem. Aku melonjak kaget,
Andi hanya sekilas mendongakkan kepalanya lalu berkutat kembali dengan PRnya. Rafky, cowok yang
berdehem tadi langsung melewatiku dan duduk di bangku paling belakang. Sempat mengguman, yang
kalau tidak salah seperti mengucapakan, “dasar maho”. Ya itu kalau aku tidak
salah dengar. Tapi
toh Rafky sudah sukses membuatku makin memerah.
Makin kesini aku dan Andi makin
dekat, sms sms romantis darinya tiap malam. Perhatiannya. Semua itu
membuat aku semakin lupa akan sosok seorang Rafky. Aku mulai mengenal getar
getar aneh yang tiap kali datang saat aku sedang bersama Andi. Aku jatuh cinta padanya.
“hy, ko bengong?”, tanya Andi yang
sukses mengagetkanku dari lamunan. Aku sedang berada di dalam kamar Andi. Jangan berpikir kalau
kita sedang lukis telanjang lagi. No! kita sedang belajar bersama. Lebih
tepatnya, aku yang mengerjakan PRnya dan Andi tinggal menyalin. Tapi toh aku
tetep seneng, apapun akan aku lakukan untuk bisa terus terusan barengan Andi.
Anehnya, aku tak bertemu Rafky lagi di rumah Andi, hanya saat pertama aku
datang tempo dulu.
“oey?? Hallo?? Kok gua di cuekkin
ya?”, Andi kembali mengusik lamunanku.
“sapa yang nyuekkin lu? Lagi
berpikir keras ni gua”
“halah, buset dah lagak lu! Eh, yang
no. 10 tu buruan di kerjain. Habis itu gua ajak lu jalan jalan sebentar”. Aku
menoleh, binar binar
bahagia Nampak jelas di wajahku.
“serius?”
“yes it is. Hehe”, jawab Andi sambil
nyengir. Memperlihatkan
sebentuk lesung di pipi kirinya. Manis. Aku langsung tunjuk aksi, mengkerutkan
kening, menggigiti bolpen dan mulai corat coret. Tak butuh waktu lama hingga
PRku selesai di salin di buku kotak milik Andi.
“katanya mau ngajak keluar?”, aku
menagih janji.
“ye, sabar atu kang. Gua mandi dulu
bentar”, kata Andi sambil masuk kamar mandi, beberapa saat kemudian kepalanya
nongol lagi.
“mau ikut kaga?” Pertanyaan itu sukses
membuat wajahku kembali memerah. Tanpa menunggu jawabanku, Andi
langsung menutup lagi pintu kamar mandinya. Oh God, kapan Andi bakal
menembakku? Ini mah uda ketauan banget kalau Andi naksir aku, diliat dari
segimanapun uda ketauan. Perhatianya,
sesama cowo tapi sering sms uda makan lom? Ud mandi lom? Lagi ngapain? Haiyah, itu
mah uda ketauan banget kan? Kayak cowok yang lagi pdkt ke cewe.
“bisa minta tolong kaga Nan?”,
teriak Andi dari dalam kamar mandi setelah 15 menit di dalamnya.
“halah, tumben amat lu bisa gunain
kata tolong?”
“mau kaga ni?”
“iye, apaan?”
“Ambilin gua handuk dong di lemari,
ada di paling bawah”, teriaknya dari dalam kamar mandi. Aku berjalan ke arah
almari yang ada di pojok kamar Andi. Membuka, mengintip isinya sebentar,
bergumam ‘wow’, melihat ke arah bawah, mengambil handuk lalu menutup kembali
pintu almari.
Aku sedikit grogi saat sudah berada
di dekat kamar mandi.
“handuknya An”, kataku gugup. Andi
melongokkan kepalanya, tersenyum manis.
“thanks”. Kata Andi lalu kembali
masuk ke kamar mandi.
Shit!! Buat apa aku grogi tadi? Aku
kira aku bakal ngeliat tubuh polos Andi terpampang di depanku, but? Dia hanya
melongokkan kepalanya doang. Uh!! Rugi berat aku sudah grogi.
“aku tunggu di teras ya An”,
teriakku sambil membereskan buku buku ku.
“sip!!”, teriaknya balik. Aku sempat
heran, ni anak mandinya lama amat yak? Kayak perawan aja. Lagipula kenapa dia
handukan di dalam? Toh
aku juga sudah liat perkakasnya ini. Bingung.
Aku menunggu di teras sambil iseng
liat kontak di hpku. Saat nama Risky Dharmawan terpampang, timbul niat buat sms
dia. Lagi asik ngetik pesan, eh ada yang nyapa.
“ka Nansa?”, sapaan sopan tersebut
sukses membuat aku sedikit kaget. Apalagi saat melihat orang yang menyapaku,
wuih, kaget plus seneng. Soalnya
ini pertemuan kedua setelah dulu bertemu di sekolahnya Reno.
“Risky? Ngapain?”, tanyaku kayak
orang dongo.
“kok ngapain? Ya pulang lha. Ini kan
rumah Risky ka”,
“ha?” Yakin aku juga mungkin bakal
ketawa kalau liat ekspresiku sendiri saat ngomong ha? Barusan. Risky tersenyum kecil.
“kaka aneh”.
Oke mungkin aku aneh, emang pada
dasarnya uda aneh sih. Tapi kan aku lagi bingung ni. Risky masih senyum senyum,
sedangkan aku terdiam. Kaga
ngerti mau ngomong apaan.
“eh Nan, sorry ya lama!”, seru Andi
sambil menepuk bahuku.
“Eh eh, iya”, sumpah!! Mirip banget
kayak orang kaget tapi ekspresi bego. Kebayang kaga? Kaga ya? Sama!!
“lu kok baru pulang Ris? Ngapain aja
lu?” tanya Andy ke
Risky.
“try out ka!”
“serius lu? Kaga mojok ma Dewi kan?”
“emang beneran try out kok”, jawaban
cerdas. Tapi tak urung wajahnya memerah saat Andi menyinggung nama Dewi.
“awas lu kalau mojok mulu gua
bilangin bokap lu! Eh kalau nyokap nyariin bilang gua lagi keluar bentar ya!”
“ogah”, jawab Risky sambil masuk ke
dalam, sebelumnya dia masih sempat memberikan senyum manis untukku.
“huuuu!! Dasar!! Yok Nan!!” kata
Andi sambil misuh misuh kaga jelas.
“sapa tadi?”, tanyaku kemudian.
Jujur aku uda penasaran banget.
“adekku”
“kandung?”. Andi langsung menoleh ke
arahku. Eh? Aku lancang banget ya?
“sorry. . .”, kataku kemudian. Aku
bener bener nyesel.
“gak papa, banyak yang nanya juga
kok. Kaga mirip ya?”, tanyanya kemudian.
“iya, malah lebih mirip. . .”, aku
tak berani meneruskan. Takut Andi makin
tersinggung. Karena seingatku Rafky dan Andi jarang banget terlihat bertegur
sapa. Andi
turun dari motornya, meghampiriku
lalu mengajak aku duduk di kursi teras rumahnya.
“Rafky ya?” itu seperti bukan
pertanyaan. Cara Andi mengucapkan membuatnya
lebih mirip pernyataan. Aku mengangguk. Andi menghela nafas
panjang.
“bokap gua, bokap Rafky juga” Aku menoleh, memandangi makluk manis yang
selama beberapa hari ini selalu bermain di pikiranku.
“gua saudara tiri Rafky. Lu tau
kenapa Rafky kaga pernah suka ma gua?” Aku menggeleng.
“karena dia selalu beranggapan nyokap gua yang bikin nyokap dia meninggal.”
Aku melongo, tak pernah tau kalau Rafky sudah tak punya ibu. Tapi saat pengambilan
raport, ibunya yang ngambil kok. Wait a minute, jangan jangan itu ibunya Andi??
Bingung bingung. . .
Melihat wajahku yang kebingungan,
Andi lalu tersenyum tipis.
“ayahku menikahi ibuku walaupun
orang tuanya tidak merestui”, lanjut Andi. Aku agak tertegun.Sejak kapan Andi
berbicara aku-kamu ke aku?
“tapi kemudian orang tua ayahku
memaksa ayah untuk menikahi wanita lain. Ayahku terpaksa setuju, didesak
kebutuhan ekonomi, kesehatan ibuku yang memburuk”, Andi tersenyum kecut sebelum
melanjutkan ceritanya.
“awalnya ibuku tidak setuju, tapi
akhirnya toh ibuku merelakan juga ayah menikahi wanita itu.” Bahu Andi sedikit
bergetar. Aku
tau, ini mungkin adalah masa lalu yang paling ingin di lupakan oleh Andi.
“seharusnya aku dan ibuku yang
membenci dia Nan, dia yang merusak kebahagiaan orang tuaku. Aku. . .” tubuh
Andi sedikit berguncang. Entah kenapa aku memeluknya, Andi sesenggukan di
bahuku. Aku
trenyuh.
“karena itu dia benci aku, benci
semua hal yang aku suka. Mungkin itu juga kenapa dia benci kamu”.
Aku melonjak, mengulang kata kata
Andi dalam pikiranku. Rafky
membenci semua hal yang aku sukai, mungkin itu sebabnya dia benci kamu? Artinya Andi suka aku? Mungkinkah ini pernyataan
tersirat?
Tbc. . .
Maaf ya ceritanya makin flat. But thanks
uda mau baca. Pendek banget pula. . .